Chapter 46

127 15 2
                                    

SEBELUM BACA, TOLONG VOTE DULU YA TEMAN-TEMAN! UDAH BELOM?

UDAH?

THANK YOU YAA, HAPPY READING!❤️

TOLONG DI VOTE DULU! HARGAI PENULIS! JANGAN BIKIN MALES LANJUT YA!✨💗

***

Ayano memasuki pesawat pribadi milik keluarganya yang memang berada di bandara ini. Gadis itu membayar semua perjalanan agar semua pesawat ditunda, ia ingin pergi cepat-cepat malam ini. Gadis itu membuang kartu didalam ponselnya, dan mematahkan ponsel berkamera tiga itu dengan satu kali tekuk.

Ia membuka kantung yang berisi obat untuk kandungannya. Ayano membukanya perlahan dengan tangisan yang terus berlanjut hingga sesenggukan. "Kazima-sama, silahkan beristirahat dan ini untuk makan malamnya." Ucap pelayannya. Ayano mengangguk lalu tersenyum.

"Terima kasih, Yona."

Gadis yang dipanggil Yona itu mengangguk lalu mengundurkan diri dari pandangan Ayano.

Ayano menatap ribuan lampu yang berada  dijendela. Ia masih berada di ketinggian 12.576 ft. Lagi, Ayano menangis. Bahkan ia belum sempat memberi tahu Bakugo bahwa dirinya tengah hamil.

Ia menutup matanya. Mulai terlelap dengan posisi yang menurutnya nyaman.

Disisi lain, Bakugo tengah menaiki mobil pribadinya. Ia mencari ke kediaman Todoroki dan Yaoyorozu.

"SHOTO! MOMO!" Teriak Bakugo tanpa sopan santun.

Todoroki yang masih di ruang tamu dengan keadaan tv yang masih menyala itu menatap bingung sahabatnya. "Ada apa, Katsuki?" Tanya Todoroki.

Bakugo mengacak rambutnya. "Apa tadi Ayano kemari?"

Todoroki menggelengkan kepalanya. "Sial!" Umpat Bakugo.

"Eh, Bakugo-san. Ada apa kemari?" Tanya Yaoyorozu yang baru saja dari dapur.

Bakugo menoleh. "Apa kau tahu Ayano kemana? Aku-aku merasa-lalu-kemudian-bersalah dan aku kemu-"

"Hei hei, tenanglah." Ucap Todoroki.

Bakugo menghela napas, ia menunduk lelah. "Todoroki, aku butuh bantuanmu. Ku mohon," ucap Bakugo.

Todoroki dan Yaoyorozu saling berpandangan. "Tentu saja akan ku bantu. Momo coba kau telepon bibimu ya, biar aku dan Bakugo yang menelepon yang lain." Ucap Todoroki, Momo mengangguk.

Todoroki dan Bakugo menelepon satu persatu teman mereka. Nihil. Tak ada yang tahu.

Yaoyorozu menjatuhkan telepon rumahnya. Hal itu membuat Bakugo dan Todoroki menghampiri gadis dengan rambut terurai itu.

"Ada apa, Momo?" Tanya Todoroki.

"Cepat katakan!" Ujar Bakugo.

Yaoyorozu menoleh, menampar Bakugo dengan keras. "AKU SUDAH MERASA KALAU GADIS ITU TAKKAN PERGI TANPA ALASAN!" Kesal Momo.

Bakugo merasakan pipinya terasa panas. "Aku belum menjelaskan apapun padanya, oleh karena itu aku ingin meminta bantuan Todoroki." Ujar Bakugo.

"TAK PERLU! KELUARGA KAMI AKAN MENGGANTI KEWARGANEGARAAN AYANO AGAR DIA TAK BERTEMU DENGANMU LAGI." Ucap Momo lalu pergi memasuki kamarnya.

"Kewarganegaraan?" Gumam Bakugo.

"Dia-keluar negeri?" Lanjut Bakugo.

Bakugo memijat pelipisnya. Memukul tembok disisinya. Todoroki menatapnya iba. "Aku akan membantumu sebisaku ya. Jika kita tak mendapatkan petunjuk, jangan mengeluh." Kata Todoroki yang diangguki Bakugo.

***

Ayano menampakkan dirinya di bandara internasional benua Amerika. Ia menaiki sebuah taksi yang menuju ke apartemen yang sudah ia beli sebelum ia kemari. Orang tuanya tahu ia kemari dan alasannya juga.

Gadis itu telah sampai di apartemen nya. Sengaja. Ia membeli yang cukup untuk dirinya dan anaknya kelak, ia tak kepikiran Bakugo sama sekali.

Memulai dengan menata pakaian dan membersihkan diri kemudian pergi tidur. Tentu saja ia tak lupa jika harus meminum obatnya.

Ayano menarik selimut sampai sebatas dada. Gadis itu bingung, apa yang harus ia lakukan setelah ini. Kariernya sebagai seorang pahlawan telah ia hancurkan demi melindungi anak yang berada di dalam perutnya.

"Tenanglah dulu didalam sini ya, nak. Mama akan selalu bersama dan menjagamu sampai kapanpun." Gumam Ayano lalu menutup matanya.

Keesokan paginya, gadis itu mendapati seorang wanita yang ia rindukan tengah berkutat di dapur. "MAMA!" teriak Ayano.

Chisa menengok. "Ah, sudah bangun ya. Ini makan dulu, lalu minum susu kehamilanmu ya." Ujar Chisa. Ayano mengangguk patuh. Ia memakan sarapannya dengan lahap.

"Apa Bakugo tahu kalau kau kemari?" Tanya Chisa hati-hati.

Ayano mendongak. "Tentu saja tidak."

Chisa menghela napas. "Bukan berarti kau tak mengabarinya loh, Ayano. Dia itu tetap ayah dari anak yang berada di kandunganmu."

"Dia tak tahu soal kandungan ini, Ma." Balas Ayano acuh. Mata Chisa membulat.

"Apa maksu-"

"Dia tak ingin memiliki anak. Oleh karena itu aku menyembunyikan hal ini." Ucap Ayano. "Tapi malah dia mempunyai anak bersama orang lain, cih." Lanjutnya tersenyum miring.

Chisa menghela napas panjang. Yah, begitulah Ayano jika sedang bersamanya. Dia tetap Ayano yang sama.

"Kau bisa berkerja sebagai dokter di rumah sakit pahlawan milik keluarga kita, Ayano. Biar Hercules yang menemanimu kesana ya," ucap Chisa. Hercules adalah nama pahlawan dari seorang laki-laki yang berusia sama seperti Ayahnya. Nama aslinya adalah Alexander Joddy.

Ayano menengok. "Itu tak masalah."

"Tapi ada juga kolega Papamu yang memberikan tawaran sebagai seorang artis dan model." Lanjut Chisa.

Ayano mengernyit heran. "Mama serius?"

"Tentu saja."

"Aku akan menjadi model dan dokter. Tentu saja aku juga akan menjaga kesehatan ku." Ucap Ayano.

Chisa mengangguk. "Baiklah, aku takkan melarangmu tapi kau juga jangan memaksakannm diri loh."

"Iya, tenanglah."

***

JANGAN LUPA VOTE DISELURUH CHAP YAA ❤️

THANK YOU 💗

HAPPY READING 💕

(END) In Another Life || BNHA • BAKUGO KATSUKI Where stories live. Discover now