DFTL [134] / Festival (2)

24 5 4
                                    

*****

Satu ruangan serba putih dengan beberapa furnitur juga rak-rak berisikan beberapa buku serta tumpukan berkas tampak menghiasi tempat ini. Ditambah suara-suara ketikan keyboard yang damai seakan menambah kesibukan dalam sepi.

Di sana, seorang gadis tampak sibuk dengan sebuah komputer. Menarikan jemarinya dengan begitu lihai pada keyboard di hadapan yang menciptakan melodi pengiring di antara ruangan yang sunyi ini. Tak ada raut lelah pada wajah cantiknya, walau jam digital di samping telah menampilkan angka-angka yang tidak lagi dapat dikatakan sebagai jam kerja.

Tak berselang lama, pintu itu terbuka pelan. Menampakkan sesosok lelaki dewasa yang rupawan dalam balutan tuxedo gelap tanpa jas di baliknya. Tanpa perlu repot-repot mengetuk pintu atau meminta persetujuan dari sang pemilik tempat, lelaki itu telah dengan seenaknya melenggang masuk. Menghampiri gadis itu dengan gelas-gelas kopi di setiap genggamannya.

"Nona, masih berapa lama lagi Anda akan bertahan di sini?" suaranya terdengar jernih berikut dengan gelas kopi yang tersuguh di hadapan gadis itu.

"Bentar lagi kok, Rev. Kalau mau kamu bisa pulang duluan, kok." sahut gadis itu pelan tanpa beralih tatap dari layar di hadapan, namun jemarinya tampak meraih perlahan gelas itu. "Makasih," ucapnya sesaat sebelum mengecap rasa manis yang beradu dengan legitnya kopi tersebut.

"Ya, Nona." sahut lelaki itu dengan senyum. "Jika Saya kembali, lalu Anda?" tanyanya kembali seakan memastikan.

"Marcell masih di sini, nanti aku bisa minta pulang bareng." balas gadis itu setelah agak cukup lama memikirkan jawaban.

"Tidak, Saya akan tetap di sini. Ini sudah sangat sore, bukankah Anda masih ada janji setelah ini dengan teman-teman Anda? Saya bisa menyelesaikan pekerjaan Anda saat ini." lelaki bernama Revan itu menyahut pelan membuat rekan bicaranya di sana terkekeh pelan.

"Ya, kamu emang perhatian banget. Tapi aku gak apa-apa kok, Rev. Aku bisa selesein ini, lagian ini juga dikit lagi kelar. Jangan berlebihan gitu." gadis itu kini kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda tanpa mempedulikan sesosok lelaki di hadapannya tersebut.

"Saya tidak bermaksud menyinggung Anda, tapi bukankah Anda bekerja sudah sejak tadi siang? Saya khawatir Anda akan terlambat dan terlalu lelah untuk bermain bersama mereka nanti. Jadi, apa salahnya jika Saya yang menggantikan pekerjaan Anda saat ini?" sungut Revan kemudian. "Lagipula bukankah Anda terlalu memaksakan diri? Bahkan Anda masih sangat muda, Saya pikir sebaiknya Anda juga memikirkan kebahagiaan Anda sendiri dan bermain bersama teman." gerutunya lagi dengan nada tak habis pikir akan apa yang sebenarnya ada dalam pikiran anak atasannya ini.

"Ya..ya..ya.. mending kamu pura-pura gak peduli aja dan cukup diam di situ!" kekeh gadis itu yang agaknya tak terlalu mempedulikan saran dari salah satu 'bawahan'nya tersebut.

Mendengar itu membuat Revan benar-benar tak lagi dapat berucap. Membiarkan keheningan kembali merayap menyisakan suara-suara kecil dari ketikan jemari di atas tombol persegi itu saja.

Tak lama kemudian sebuah deritan dari pintu yang terbuka terdengar begitu kontras. Hal tiba-tiba itu sontak membuat keduanya menjadi terkaget-kaget dan mulai bertukar pandang dalam kurun waktu beberapa detik. Agak was-was namun kala sesosok pria yang begitu familiar tertangkap indera barulah mereka akhirnya mampu menghela napas lega.

Ahh, itu tadi agak sedikit banyaknya membuat mereka parno juga. Ingatlah, di suasana hening seperti ini dan dalam kesunyian yang mendera lalu tiba-tiba terdengar deritan pintu yang terbuka, memang siapa yang tidak akan dibuat kaget?

Petualangan Defit-al  (NEW)Where stories live. Discover now