DFTL [53] / No Lecet-Lecet Club

107 7 0
                                    


_____________

Keributan kembali tercipta bersamaan dengan Lina yang mulai mencari perkara dengan misi pertolongan sebagai dalihnya. Dan pastinya jenis keributan yang ia tempuh adalah berupa pertarungan. Seorang gadis kecil yang mencoba peruntungan jelas saja membuat kerutan geli dari lawan. Namun apalah daya jika sang lawan tak lagi mampu menahan ego untuk terus membiarkan anak kucing ini mengoceh tiada henti.

Ohh, ayolah! Yang tadinya mengoceh hanya satu orang, yang menyerang malah dua orang. Seakan benar-benar mempertontonkan lelucon lucu di hadapan para pria jangkung bertato unik itu.

Pergulatan yang tadinya terkesan ogah-ogahan juga sarat akan pengremehan kini berubah menjadi dan lebih intens. Terlebih saat kedua bocah sial*n itu sama sekali tak dapat tersentuh, walau hanya sekadar sentuhan seujung rambut pun agar terluka. Sedangkan mereka sudah beberapa kali tersungkur bahkan sampai berdarah di beberapa bagian.

Serangan demi serangan mulai membabi buta saat kehormatan terasa jatuh terinjak tak ada belas kasihnya. Tak terima jika gelar juara terenggut begitu saja, terlebih pelakunya hanyalah anak-anak di bawah umur seperti mereka ini.

Bagaimana mungkin fisik tenaga baja dapat dilumpuhkan hanya dengan fisik remahan kacang? Juga fakta empat lawan dua? Benar-benar sebuah lelucon yang amat humor. Tetapi sayangnya itulah kenyataan yang ada. Percaya atau tidak!

Perlakuan yang mulai tak tanggung-tanggung bahkan seakan menegaskan bahwa hanya dengan satu pukulan saja dapat meremukkan tulang sampai DNA. Namun ternyata itulah yang sedari awal mereka cari. Kelemahan setiap umat manusia. Sebuah kesalahan yang tak disadari tetapi mengandung kerusakan pasti.

Emosionalitas!

Ya, mudah dipancing tak mudah dikendalikan.

Kembali pada permasalahan yang tercipta dengan kedua tokoh utama kita, kedua kakak-beradik tak sekandung bahkan tak sedarah bernama Ririn dan Lina. Yang satu terkesan elegant menghanyutkan, yang satunya lagi lebih terkesan manis memabukkan. Namun satu persamaan yang bahkan dapat dianggap sebagai kebiasan buruk dari mereka, yaitu sama-sama menyimpan jiwa iblis dalam lukisan malaikat cantik tak bersayap.

----- Oke oke, jelas itu terlalu jauh. Jadi, mari mengulang untuk beberapa menit sebelumnya...
-----

"Bang, pinjam bentar ya!"

Srett!

"E..ehh..." Diki kaget saat tiba-tiba Lina merampas sepotong kain yang melingkar manis pada leher putihnya.

"Dekk!!" bukan hanya Diki yang terengah tapi juga Ririn yang heran saat melihat Lina melangkah cepat ke arah di mana para pria kekar itu berdatangan.

"Lin!" panggil Dayu saat firasatnya mengatakan bahwa mungkin sebentar lagi ia akan menyaksikan drama live kembali.

"Lin, kamu mau ngapain?!" seru Ustadz Fikri tanpa sempat menariknya mundur.

"Ya? Udah ya, diem aja di situ. Ini tikus emang harus dikasih pelajaran. Dan mungkin mengenai masalah pribadi, sama nolong Kakak itu!" sahut Lina tanpa menoleh.

Seonggok kain yang tadi ia ambil mulai dililitkan pada separuh wajah mungilnya yang hanya menyisakan kelereng coklat yang berpendar terkena cahaya sang surya. Bahkan di saat-saat begini pun, identitas tetap yang nomor satu.

Tanpa rasa takut ia mulai menghentikan langkah tepat di tengah jalan sambil memandangi datangnya para pria tak dikenal dengan tatapan menantang yang kentara. Hanya ada empat orang yang terlihat berlarian menuju kearahnya. Wajah sangar yang selalu mengingatkannya pada kelakuan busuk sang atasan. Saat para lelaki bertubuh atletis itu tak sampai dua langkah darinya ia pun mulai berseru.

Petualangan Defit-al  (NEW)Where stories live. Discover now