DFTL [48] / Pertambahan Jadwal

104 5 0
                                    

_____________

"Baiklah, lupakan saja. Jadi, mari kembali pada tujuan awal." seru Line kembali riang yang segera mendapat anggukan setuju dari Ayi.

"Nona, saya mohon.... Tolong kami!" lirihan itu seakan menggema dalam gendang telinga membuat mereka tercekat untuk beberapa saat.

Apa mereka salah dengar?

"Ya?" tak ada kata lain yang keluar selain tatapan heran apalagi saat menatapi ekspresi merista itu.

"Tolong apa?" tanya Ayi masih memandangi mereka dengan mimik curiga.

"Tolong bantu kami, Saya yakin kalian memang sehebat cerita itu.."

"Cerita apa? Dongeng? Atau sesuatu seperti novel action?" sungguh Ayi semakin dibuat bingung.

"Siapa namamu?" tanya Line membuat keduanya segera mendongak.

"Aldo."

"Erwin!" sahut mereka bersamaan.

"Jangan terlalu berlebihan dalam berharap. Tak baik berharap jauh pada manusia." sahut Line yang mulai melembutkan sikap juga nada bicaranya.

"Tapi.... kami butuh bantuan kalian, segera!" seru pria yang tadi mengenalkan diri sebagai Erwin.

"Bantuan macam apa?" Ayi menyergit menunggu jawaban.

"Tolong selamatkan, adik Saya.." lirih Aldo membuat Ayi membola di balik topengnya.

"Jika kamu pikir bisa mengelabui kami lupakan saj-"

"Ini serius!" potongnya cepat.

Nah, sekarang ini adalah urusan Line. Sebab hanya dialah yang berbakat dalam bidang ini.

"Apa mereka telah melepaskan semua chip tanam pada kalian?" Line melirik ke arah leher kanan masing-masing dari mereka yang masih terlihat mengeluarkan darah segar.

"Ya,"

Line mengaktifkan sensor pada lensa topengnya. Benar saja semua chip telah menghilang. Baik jenis penyadap maupun microcamera lainnya.

"Bagaimana rasanya saat chip itu tertanam dalam tubuhmu?"

"Apa itu perlu kamu tanyakan juga?" kesal yang di seberang tiba-tiba.

Line tertawa manis saat mendengar itu. Apa salahnya ingin tahu sedikit?

"Sebenarnya.. biasa saja." sahut Aldo yang tadi terdiam cukup lama. Menimang apakah pertanyaan itu wajib diberi jawaban atau tidak.

"Mengapa kamu begitu yakin kami dapat membantu? Bukankah kami hanya sekumpulan bocah kurang kerjaan?" kekehnya kemudian.

"Potensimu terlalu besar jika hanya sebatas bocah." ucap Erwin dengan jujur.

"Memangnya apa yang kalian inginkan?"

"Adik Saya dijadikan sandera Raider Sebelas." lirih Aldo membuat atmosfer kembali menegang.

"Dan upaya untuk menyelamatkannya adalah dengan cara kami menjadi alat mereka." sambung Erwin.

"Hm, jadi hal itulah yang membenarkan mengapa kerja kalian begitu payah!" jengah Ayi membuat kedua pria itu tersenyum kikuk. "Tetapi aku cukup terkesan dengan bakatmu. Bagaimana caramu melakukan hal itu?" ucapnya lagi membuat mereka kini menampilkan ekspresi aneh.

"Melakukan... apa?"

"Membuka kunci itu? Tidak mungkin jika kamu menggunakan kunci duplikat bukan?"

"Ehh.... itu...itu..."

"Jadi itu alasan mengapa mereka menjadikan kalian alat? Jujur saja aku juga cukup mengapresiasinya. Tetapi walau bagaimanapun sepertinya profesi itu memang tidak cocok untuk kalian." sahut Line.

Petualangan Defit-al  (NEW)Where stories live. Discover now