DFTL [137] / Pembobolan

8 3 0
                                    

*****

Awan gelap yang berputar di atas sana dengan gugusan angin dingin yang serta merta menusuk telak kulit sampai ke tulang tampak sangat mengerikan. Titik-titik air yang tercipta pun menjadi semakin deras seiring waktu, menciptakan fenomena alam yang cukup mengkhawatirkan. Apalagi dengan kondisi di bawahnya, itu menjadikan situasi ini semakin terlihat amat kontras.

Dentingan senjata tajam terdengar saling sahut menyahut berikut letusan pistol tanpa peredam yang semakin memekakkan telinga. Gemuruh derai hujan bahkan tak dapat menyamarkan suara tapak-tapak kaki yang memenuhi atmosfer. Begitu riuh di atas genangan air yang perlahan berubah menjadi merah.

Aroma amis khas karat tembaga serta daging segar yang terbakar terus mempererat cengkraman di rongga hidung. Terbawa angin dan luruhan hujan yang terus menghujami sebagian sisi hutan ini. Sungguh penampakan yang memilukan dan amat mengenaskan.

Kini tak ada lagi udara segar yang datang melainkan aura kematian nyata di depan mata. Barier pelindung bahkan telah dapat dipatahkan menjadi berkeping-keping. Energi spiritual yang terkandung di dalamnya pun berakhir kacau balau. Dan mereka yang tadinya berada dalam satu suasana teratur seketika terjerembab di antara kehancuran.

Psyuu..

Duaarr!!

"Khakk!"

"Grkkk!"

Seakan terus saling serang menyerang sebuah benda sebentuk bola pingpong kembali meledak dengan liar di antara kumpulan makhluk berkaki empat yang terus menyerbu tak berkesudahan. Menyebabkan kembang api darah dan daging yang hangus menyebar ke segala penjuru berikut lolongan kesakitan yang menyertai, terdengar pilu nan ngeri. Amat sangat menjijikkan namun saat ini, hal itu bahkan jauh lebih baik daripada diri sendirilah yang mati mengenaskan dengan luka menganga di tubuh.

"Line, handgun!" seru seorang remaja laki-laki bertopeng kemudian sembari melempar berang pedang patah di tangan dengan kelereng keemasannya yang berkilat gelap.

"Incar otak dan jantungnya," tukas gadis kecil itu pula sesaat setelah berbagi senjata kepada sang rekan.

Dor!

Dor, dorr!!

"Akh! Binatang bangs*t ini mengapa regenerasinya cepat sekali?!" teriak yang lainnya sambil bersungut-sungut. "Bijih timah dan besi bahkan sama sekali tak mempan?" tangkasnya lagi yang telah dengan amat geram membuang asal selongsong peluru di genggaman.

"Bisa menarik busur? Handgun dengan peluru perakku terbatas." entah muncul darimana Line segera melempar busur beserta tas anak panah itu kepadanya.

"Tak masalah, selagi perak damage-nya menjadi lebih stabil." ungkap Gerry (=Ditya) dengan senyum aneh di wajah.

"Sepertinya aku harus mulai rutin menyuplai sajam berbahan pure silver ke inventory kita." tukas gadis bertopeng ukir merah yang telah melengos dengan cepat menyisakan angin tipis tersebut.

"Yeah, aku setuju." sahut Gerry singkat seraya mulai mengarahkan tujuan anak panah itu di antara makhluk dengan pakaian serba hitam yang terus bergerak cepat menuju ke tempat di mana ia kini berdiri menantang busur yang berkilat terkena rembesan air hujan. "Kembalilah ke Neraka, makhluk sial*n!"

Syutt,

Jleb!

"Ugh..!"

"Manusia lemah sepertimu ingin melawan makhluk abadi? Menggelikan!" kekehan yang tersuar dari sepasang bibir pucat itu terdengar amat mengerikan. Seringai lapar segera muncul kala tatapannya jatuh ke arah di mana genangan darah mulai tercipta di sebagian bawah pundak berlubang anak manusia yang malang di hadapan. "Matilah dengan tenang selagi diriku menikmati darah murnimu yang beraroma nikmat ini." desisnya kembali dengan tegukan ludah, terdengar ambigu.

Petualangan Defit-al  (NEW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang