DFTL [103] / Mantan Polisi dan Rahasianya (3)

61 7 2
                                    

Sorry...

_____________

"Siapa yang sangka Om Ronan malah bikin kunci pake acara scan sidik jari segala!" Lina berseru dengan nada frustasi di hadapan sebuah layar hologram berteknologi canggih lainnya yang entah sejak kapan berhasil ia aktifkan.

Mendengar apa yang diucapkan anak itu serta merta membuat mereka yang tadinya dipenuhi bunga-bunga seketika melotot sempurna. Melayu bagai tanaman yang dibiarkan mengering dalam pot. Sungguh tak percaya akan apa yang kini didapati. Pada akhirnya walau sampai sejauh ini pun semuanya masih saja sangat sia-sia. Itu membuat mereka mengerang frustasi dengan pekikan tak terima.

Ririn masih setia dengan pelototan tajamnya, bahkan ia tanpa sadar berseru garang. "Apa?" pekiknya.

"What??!" hampir bersamaan Dayu menimpali dengan kekagetan yang sama, atau mungkin jauh lebih ganas.

"Ewh... Om.. Ronan??!!!" Elisha bahkan telah menjatuhkan rahangnya beberapa centimeter dengan penuh ketidakpercayaan, begitu tak habis pikir dengan otak pintar sang paman.

"Lahh, gimana cerita?!" bukan teriakan melainkan gumaman frustasi Lani luapkan begitu saja, mengabaikan fakta bahwa si biang kerok adalah Om pintarnya sendiri.

Tak ada tanggapan yang berarti pada ekspresi Krishtian. Pria itu hanya bergeming di samping sang Nona. Menegaskan bahwa ia tak ingin berkomentar sama sekali. Ia seakan kehilangan kata-kata sesaat setelah gadis mungilnya berseru frustasi beberapa waktu lalu. Bahkan kini ia mulai berpikir pantas saja orang ini mendapat peringkat teratas dalam biro, otak cerdasnya saja telah mengakar menjadi licik. Orang ini jika masih hidup lebih lama, apa dunia juga akan berada ditangannya?

"Pamaan Tiann..!!" rengekan khas anak kecil itu segera menyentaknya dari lamunan sesaat.

Krishtian menoleh dan mendapati anak kecilnya telah menatap gemas padanya. Mata bulatnya yang lebar melayu dengan warna yang gelap. Pipi chubby-nya bahkan telah digembungkan pertanda kesal. Jemarinya terkepal di atas layar tembus pandang. Tampak sangat tak berdaya membuat Krishtian meringis tanpa sadar.

"Nona... apa itu tak bisa dibobol?" tanyanya pelan penuh kehati-hatian dan ragu.

Lina menggeleng beberapa kali. Kelerengnya masih memandangi Krishtian dengan nanar. Jelas tak berdaya sama sekali. Seakan seorang yang kehilangan harapan.

Pria itu rasanya ingin menangis. Tak pernah sekalipun ia melihat sang Nona Muda amat frustasi dan lelah. Benar-benar tak ada binar harapan dimatanya. Hanya ada kegelapan dengan aura putus asa. Itu membuatnya gelagapan namun tak tahu apa yang harus dilakukan.

Tanpa kunci yang sesuai pintu tak akan terbuka. Begitu pula dengan pintu besi itu. Jika tak ada sidik jari yang terprogram, pintu tak dapat terbuka begitu saja. Mencoba membobol pun percuma, dinding ini adalah logam tebal yang sulit untuk ditembus. Hanya ada satu kunci, dan itu adalah scan di sana.

"Nona.. Masih ada sesuatu yang bisa direnungkan. Mungkin yang terprogram bukan hanya milik Tuan Ronan." gumam Krishtian kemudian dengan setiap praduga-praduga lain dalam kepala pintarnya.

Lina mendengarkan itu dengan baik, kini ia kembali menatap layar itu dengan pikiran melanglang buana entah apa itu. Begitupun dengan gadis lainnya yang mulai kembali mengandalkan otak cerdas tak tercela milik masing-masing. Ahh, mengapa ia bisa dengan begitu cepat putus asa?

Mungkin sebab terlalu lama berjelajah dengan tanpa hasil tadi. Bahkan ini sudah semakin sore. Merepotkan!

"Sejak awal Om Ronan tau dia bakal diburu makanya persiapin ini semua dengan amat baik dan sempurna." ujar Dayu kemudian.

Petualangan Defit-al  (NEW)Where stories live. Discover now