DFTL [89] / The Copi

74 7 1
                                    


____________

*****

Gadis itu lebih memilih untuk melarikan diri ketimbang harus meladeni sikap absurd sang ketua Osis beserta wakilnya tersebut. Terlalu dini menurutnya untuk kembali meluncurkan berbagai argumen berharga miliknya. Mengingat ini merupakan hari pertama sekolah bahkan kelas baru pun belum diumumkan secara resmi, ia tak mau membuang tenaga begitu saja. Dan cara terbaik untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, ia melarikan diri membawa dua teman lain yang kebetulan berada di samping tubuhnya. Tak peduli siapapun yang telah ia seret secara brutal yang jelas salah satunya adalah Lina, itu sudah amat sangat cukup untuknya.

Agak jauh ia membawa lari dua anak orang bak kesetanan kini ia dapat menghembuskan napas lega. Berharap agar kedua setan jadi-jadian itu tidak dengan cepat menemukannya.

Mungkin kalian bingung mengapa Ririn yang tampak lebih panik akan tingkah keduanya. Itu jelas disebabkan oleh dirinya yang selalu adu bacot jika bertemu. Sedangkan Lina mungkin hanya akan menambahkan sedikit kata yang diperlukan dan sisanya adalah urusan Ririn secara pribadi. Entah itu adu bacot maupun adu jotos, Lina tak peduli selagi Ririn masih tampak baik-baik saja. Bahkan beberapa kali Ririn akan diseret Yuda dan Ethan ke arah belakang sekolah dan mulai berduel. Berkelahi satu lawan satu dan sisanya mungkin akan bertindak bak wasit atau apalah atau pula keduanya akan menyerang Ririn yang notabene seorang gadis kecil. Tak ayal pula ketiganya akan mengadakan lomba dadakan sampai taruhan. Terlepas dari siapa yang sering menang mereka akan terus melakukannya selang beberapa hari dan minggu. Dan hingga saat ini ketiganya masih melakukan perang(?).

Lina? Sudah ia katakan, anak itu tak terlalu mengurusi ketiganya walaupun ia lebih sering menjadi pemantau dan wasit dadakan pula. Melerai mereka dan mengingatkan jika bell telah berbunyi. Selagi Ririn senang dan cukup terhibur melakukannya maka ia hanya akan diam dan memperhatikan.

"Udah puas nyeret aku macam bocah bandel dipaksa mandi?!" akhirnya sosok yang tak diketahui itu membuka suaranya.

Suara bass yang terdengar penuh kekesalan itu seketika menyeruak memenuhi gendang telinga membuat sang pelaku meringis pelan. Baru menyadari siapa yang tadi ia tarik pergi begitu saja. Tak peduli apa, kekesalan seorang ini juga cukup sulit untuk diatasi.

Diliriknya perlahan sosok yang menjulang di samping. Saat itulah didapatinya seorang remaja laki-laki bersurai cokelat gelap dengan netra kuning keemasan yang tampak berkilat berang. Bahkan akibat tarikan ganasnya sebagian baju yang dikenakan remaja itupun tampak berantakan. Dasi birunya juga tak lagi rapi di tempat.

Mengabaikan setiap pasang mata yang memandang penuh keingintahuan. Ririn lebih peduli pada kekesalan kakak laki-lakinya ini.

Bahkan sedari tadi genggamannya pun tak lepas barang sedetik. Membalas kekesalan itu dengan senyum manis yang jarang ia perlihatkan pada khalayak ramai. Perlahan ia mulai beranjak membawa keduanya kembali dengan lebih berperasaan dan senyum yang tak juga luntur.

"Ayolah, Vin. Maaf, oke? Sekarang aku yang traktir deh." ujar Ririn memberikan kompensasi yang rupanya dapat diterima dengan baik oleh Vino.

Vino hanya bergeming, walau tidak mengiyakan secara langsung namun ia juga tak menolaknya. Mengikuti saja dan tak lagi memprotes Ririn yang kembali menariknya walau tak sebar-bar tadi. Namun belum ada beberapa langkah ia kembali berhenti membuat kedua temannya itu menyergit dalam diam.

Ririn memicingkan matanya tak senang. Wajah putih pucatnya pun tampak semakin pucat dan dingin. Mendengus keras memandang suatu fenomena di hadapan.

Tampak sekelompok remaja yang sama sekali tak dikenalnya tengah menghakimi seorang 'teman' dalam artian sosok yang cukup diketahui keberaannya. Apa itu adik kelas baru atau murid baru yang hampir sebagian kenalannya yang lain bicarakan sejak tadi? Ah jikapun itu adalah adik kelas, rasanya tidak mungkin juga.

Petualangan Defit-al  (NEW)Where stories live. Discover now