39. Debt Collector

49 33 22
                                    

🐝🐝🐝

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🐝🐝🐝

Hari terus berganti namun Rara tetap berpegang teguh pada prinsipnya, hanya tersisa satu hari untuk berlatih. Mampukah Rara merealisasikan hasratnya itu?

"Lagi!"

"Ulang lagi!"

"Tambah seratus kali lagi!"

"Smash lebih keras!"

Ucapan Irfan terus mengiang di benaknya padahal saat ini Rara sedang tertidur. Tidak! Ia tidak bisa tidur, apakah insomnia nya kambuh?

Ia melakukan sit up dengan suara mengisi ruangan tertutup itu, tentu saja ia membangunkan singa yang tertidur. Kini Shopia menendang gulingnya hingga membuat Rara takut.

"Udah malem, gue pengen tidur," gerutunya.

Rara pun mengecilkan volume suaranya, namun tetap saja singa garang itu semakin murka.

Sebelum menambah rumit Rara segera pergi dari kamarnya. Ia berjalan menuju ruang kerja papahnya. Karena ini larut malam keadaan tentu aman terkendali.

Ia memasuki ruangan yang tidak terlalu besar itu, di dalam sana tampak meja kerja yang unik karena ukuran meja ini hampir sama dengan meja biliar.

Bukan berkas-berkas yang ada di atasnya, melainkan sebuah replika gedung-gedung pencakar langit yang indah. Kita bisa melihat sebuah kota modern versi mini yang sangat detail. Apakah papahnya sedang mengerjakan proyek ini?

Di sampingnya terdapat lemari besar dengan box file yang tersusun rapi. Namun ada satu hal yang membuat Rara tersenyum. Itu adalah boneka maket yang terbuat dari kertas.

"Apa ini? Gue baru liat tapi lucu," ucapnya tak mengenali benda asing itu. Rara pun kembali ke tujuan awalnya pergi ke sana. Ia berjalan menuju tangga di samping lemari. Tangga itu membawanya pada sebuah pintu kecil.

Pintu yang hanya bisa dilewati dengan merangkak. Ya, inilah ruangan rahasia di rumah Rara. Ruangan yang sekarang bak gudang ini pasti menyimpan banyak kenangan dari masa lalu.

Flashback on

16 Februari 2006

"Ra jangan lari! Papah pasti akan menangkap Rara hahaha,"

"Ahhhhhhh,"

Gadis kecil itu berteriak seraya berlari menuju ruang kerja papahnya, dengan kaki kecilnya ia berlari menaiki anak tangga. Pintu kecil itu tampak luas di tubuhnya.

Ia masih berlari dengan tawa yang tak henti saat memasuki ruangan dengan lantai kayu. Terasa hangat di kakinya yang mungil, ia lantas pergi ke sudut ruangan namun tak menemukan tempat untuk tubuh kecilnya bersembunyi.

"Astaga Rara, kenapa kamu lari kesini? Sekarang dimana kita bisa sembunyi dari papah?" Gumamnya pada diri sendiri.

"Ah aku punya ide, Rala bagaimana kalau kita sembunyi disana?"

Hi Rarala [✓]Where stories live. Discover now