65. A+

51 24 31
                                    

🐝🐝🐝

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐝🐝🐝

Hembusan angin menerpa kelopak indah bunga kenikir yang masih berdiri kokoh dalam celah jalanan beraspal.

Matahari telah lama terbit, namun Rara belum beranjak dari tempatnya. Ia terus saja diam menatap bunga itu, padahal sudah setengah jam berlalu.

"Skizofrenia? Kenapa menakuti-nakutiku? Aku tidak punya waktu untuk bersedih ataupun frustasi. Aku harus segera mengakhirinya, bagaimana pun caranya kasta terkutuk sekolah itu akan ku hapuskan."

Mata Rara kembali fokus, tangannya memegang erat tas gendong yang entah apa isinya. Ia mulai bangkit dan berjalan dengan bunga-bunga liar yang setia mendukungnya.

Liburan telah berakhir, semester baru akan segera dimulai. Namun kejutan menanti mereka. Beberapa murid tampak percaya diri melangkahkan kaki dengan ringan.

Namun sebagian justru tertunduk lesu, kaki mereka sulit untuk bergerak memasuki gedung itu. Beberapa bahkan berniat kembali ke rumah.

'Glup!'

Rara menelan ludahnya sebelum menginjakan kaki di sekolah terkutuk ini. Keberanian masih masih turut menemaninya. Ia melenggang dengan anggun membelah lautan manusia.

Ia bukanlah Rara yang dulu, kini ia tak akan memikirkan apa yang orang lain katakan. Entah mereka menatapnya bagaimana, karena tujuannya hanya satu merobohkan sekolah terkutuk ini.

Seluruh warga Binaka berada di dalam aula, tampak layar besar di hadapan mereka. Apa yang akan ditunjukkan disana?

"Kita mau ngapain sih? Kenapa ngumpul gini?" Tanya Irfan heran.

"Nonton,"

"Hah?"

"Yang jelas seseorang akan dipermalukan."

Irfan langsung menengok orang yang berada tepat di sampingnya. Selina membalas tatapan penuh tanda tanya itu.

"Selamat datang! Inilah wajah Binaka sebenarnya," ucap Selina sebelum ia pergi dari sana.

Irfan tampak berpikir dalam, namun sedalam apapun itu jawabannya hanya satu.

"F? Kenapa?"

Pikiran terhenti seiring dengan dengkingan microphone yang menyala.

"Selamat pagi anak-anakku yang saya cintai dan saya banggakan. Apakah kalian tahu mengapa kita berkumpul disini seperti ini?"

Wanita yang berdiri di atas mimbar tampak memperhatikan semua anak didiknya dengan seksama. Beberapa tampak acuh tak acuh dan itu membuat matanya mendelik.

"Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat datang kepada para peserta didik baru. Mungkin kalian tak mengerti, namun sebentar kalian pasti akan langsung memahaminya."

Hi Rarala [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang