47. My first ♥️

68 51 44
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


🐝🐝🐝

"Ceritain Fan!" Pinta Rara dengan wajah penuh ingin tahu.

"Apaan? Insiden rambut nenek? Atau Adam cs?"

"Dua-duanya," ucap Rara serakah.

"Euuu.. nanti deh gue lupa lagian, lagian ceritanya juga dah lama banget hehe," ucap Irfan tersenyum nyinyir.

"Makanya dari awal gak usah dibahas," timpal Rara dengan wajah ditekuk.

Keheningan berangsur-angsur menghampiri seiring dengan angan mereka yang pergi ke masa itu.

Disisi lain, anak-anak sd tampak sangat berisik. Suara gelak tawa mereka memenuhi seluruh gendang telinga. Tak ada beban yang terpancar, semuanya terlihat bahagia.

"Sejujurnya gue pengen balik lagi ke masa kanak-kanak," ucapan Irfan membuat Rara menengok ke arahnya. Ia tidak tahu kata-kata seperti ini akan keluar dari mulut remaja ceria seperti Irfan.

"Setelah abah meninggal gue dituntut cepat dewasa, wajar sih namanya juga anak pertama. Tapi gue pengen kayak anak lain, main sepuasnya tanpa mikirin besok makan atau kagak"

"Kalau bisa balikin waktu gue pengen balik ke masa dimana ada abah" kini Irfan membalas tatapan Rara. Wajah sendunya menghilang seiring dengan datangnya senyuman dan lesung pipi indahnya.

"Kalo lo? Kalau lo punya mesin waktu apa bakal balik ke masa dimana ada mamah lo?" Tanya Irfan tiba-tiba.

Mungkin sebelum membaca diari mamahnya Rara akan langsung mengiyakan. Tapi bukankah kini ia enggan mengingat masa itu?

"Gue takut, tapi kalau diberi kesempatan gue bakal balik karena gue perlu tau kebenarannya," ucap Rara yakin.

Keduanya tampak menghela napas bersamaan, hal itu mengenyahkan topik serius tadi. Kini tawa keduanya tampak berbaur dengan anak-anak yang lain.

"Coba deh lo perhatiin, ada gak anak disini yang kelakuannya mirip gue?"

Pertanyaan Irfan menarik perhatian Rara. Ia terlihat berpikir seraya mengedarkan pandangannya ke segala penjuru.

"Dia!" Tunjuknya.

"Ih anjir item banget," ucap Irfan tak terima.

"Idih rasis, kata lo kan sifat bukan ciri fisik," ucap Rara menegaskan.

"Tapi gue emang item sih dulu hehe."

"Sadar diri ternyata."

"Udah-udah, back to laptop! kenapa lo milih dia?" Irfan tampak sangat penasaran.

Rara kembali menatap anak laki-laki yang sedang bermain sepak bola. Senyuman tak pernah hilang dari wajahnya.

"Sejak dulu sampai sekarang lo paling keren saat main bola di lapangan."

Hi Rarala [✓]Where stories live. Discover now