45. Her Voice

54 38 53
                                    

🐝🐝🐝

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🐝🐝🐝

Segerombolan siswa tampak berjalan mengendap-endap, saat tiba di depan dinding yang menjulang tinggi mereka pun berhenti serentak.

"Meja di sini pada kemana?," Ucap salah seorang diantaranya.

"Ishhh pasti ulah anjing-anjing sok berkuasa,"

"Osis sialan!"

"Awas woy! Minggir," ucap seorang anak yang paling tinggi, ia berusaha melompat untuk melewati dinding tinggi itu. Beberapa kali ia melompat namun tak ada hasil apapun.

"Gimana dong?"

"Buruan naik!"

"Awas jangan ngeluh sakit yah njing! Haha."

Siswa terkecil diantara mereka kini berada diatas pundak siswa tertinggi itu, tanpa kenal takut ia berdiri diatas sana namun tangannya masih belum bisa meraih puncak tembok.

Seseorang melempar tas ke arahnya, ia pun tersenyum. Kini yang perlu dia lakukan hanya mengaitkan ranselnya pada ujung besi di puncak sana, tentu bukan hal mudah pula.

Keringat mengucur mengaliri kening dan pelipis keduanya. Kaki siswa tinggi itu tampak bergetar dan membuat cemas teman yang lain.

"Wowoyy bantu bantu!"

Semuanya tampak membantu menurunkan siswa kecil itu, kini mereka menyusun kembali rencana dari awal.

Mereka saling mengaitkan ransel seperti ramtai, siswa tertinggi harus kembali menahan bobot temannya, namun yang berbeda kini dua orang lagi tampak melakukan hal yang sama.

Ya, ini metode yang biasa kita lihat dalam panjat pinang saat perayaan hari kemerdekaan. Kini dua orang berada diatas pundak siswa tertinggi. Seluruh mukanya merah dan keringat mengucur tak tentu arah.

Orang kedua berusaha berdiri seraya menahan beban dipundaknya. Aksi ini cukup berbahaya, bayangkan jika mereka kehilangan keseimbangan atau orang paling bawah sudah tak kuat.

"Woahh!!" Beberapa tampak bersorak kegirangan melihat temannya berhasil sampai ke puncak.

"Shuutttt! Jangan berisik anjing!"

Ransel rakitan itu melayang pada siswa di puncak sana dan mengaitkan pada besi sesuai rencana awal.

Kini satu persatu dari mereka memanjat tembok itu menggunakan tali ransel, akan tetapi saat tiba giliran siswa yang tertinggi siswa di puncak melihat bahaya mendekat.

"Woyy! Siapa itu?"

"Maaf sob!" Ucap siswa di puncak seraya membawa ransel-ransel meluncur ke sembarang sana. Sementara itu, siswa tertinggi yang telah bersiap hendak memanjat pun harus menerima nasib tragisnya.

"Anjing lu, tunggu pembalas gue liam!"

"Naufal!" Teriak pak Engkos. Sementara si empunya nama refleks berlari menyelamatkan dirinya yang malang.

Hi Rarala [✓]Where stories live. Discover now