41. The Flatterer

52 33 33
                                    

🐝🐝🐝

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🐝🐝🐝

Orang menganggap pertemuan adalah takdir, namun adakalanya takdir itu bukanlah sebuah kebetulan semata. Ada saja orang yang merencanakan dengan matang pertemuan itu hingga tampak seperti kebetulan dan dianggap takdir oleh semuanya.

Alvan menatap laki-laki mata sendu itu dengan pandangan kagum, ia tak menyangka Bahy bisa membawanya keluar dari neraka ayahnya.

"Gua suka mata lu!"

Mendengar ucapan Alvan membuat Bahy berbalik. Padahal ia sudah berjalan cukup jauh, ia melihat Alvan yang masih berdiri di depan mini market.

"Tuan muda! Gue udah bilang jangan sampai suka sama gue," katanya diakhiri sudut bibirnya yang terangkat. Ia pun berlalu meninggalkan Alvan yang masih belum beranjak jua.

"Sadly, carefully, frustation, ambition that draw in your eyes. This is first time, i think i found my friend," gumam Alvan yang tentu tak akan Bahy dengar.

Lelaki mata sendu itu tersenyum dengan pikiran yang berkelana entah kemana. Mungkin ia senang karena rencananya berjalan dengan sukses.

"Setelah ini, gue yakin Alvan bakal hubungi gue. Kalau rencana gue berhasil dia bakal jadi mesin atm gue", ambisi Bahy.

Sementara itu, di restoran mewah tempat mereka makan beberapa menit yang lalu tampak kedua pria tua itu masih sibuk dengan obrolan bisnis mereka.

"Tapi, saya sangat penasaran anak siapa dia? Saya bisa melihat ambisi besar di matanya," ucap presdir miyazaki grup itu.

Pak Edwin tampak menyingkirkan sisa makanan yang menyangkut di giginya sebelum ia menjawab pertanyaan ayah Alvan.

"Dia bukan siapa-siapa, bapaknya hanya satpam dan ibunya beberapa waktu lalu bekerja di rumah kami," tuturnya. Ia lantas membersihkan area bibirnya dengan tisu dan melihat reaksi presdir itu tampak syok.

"Saya salah menilai orang, ternyata dia tidak sepadan dengan anak saya. Tapi mengapa kamu membiarkan anakmu punya teman seperti dia?"

Sebelum kembali menjawab pertanyaan tambang emasnya, pak Edwin tersenyum menyebalkan.

"Orang seperti dia ibarat santapan lezat, kita bisa memanfaatkannya untuk mengenyangkan hasrat kita. Tapi dia juga bisa menjadi ancaman yang akan menghambat rencana kita.." Pak Edwin melepaskan tusuk gigi yang di genggamnya dan beralih pada segelas air putih.

".. namun bukan berarti dia tidak bisa di kendalikan hanya dengan sedikit uang dia akan patuh pada kita, anakku berkata seperti itu hahaha," jelas Pak Edwin.

"Rayi ternyata lebih baik dari ayahnya hahahahaha," jawab presdir dengan rambut beruban. Keduanya pun bersulang dan meminum air berwarna merah yang lebih menggiurkan.

Mereka seenaknya menilai seseorang dari kekayaan. Membandingkan kekayaan mereka dengan orang lain bukankah itu hal yang buruk, apalagi mereka merupakan tokoh masyarakat.

Hi Rarala [✓]Where stories live. Discover now