Aku mencintaimu

978 66 5
                                    

Zhielle terbangun dengan sedikit kepayahan. Ia nampak menguap beberapa kali saat berpakaian. Setelahnya, ia lalu beranjak keluar ke arah balkon. Gaun tidurnya yang berwarna putih polos terutup jubah berwarna serupa lengan panjang, bermotiv corak bunga merah muda menjuntai lembut ke lantai marmer berwarna merah. Angin semilir membelai tubuh dan pakaiannya. Bayangan sinar matahari tak menimpa tubuhnya yang bersembunyi di balik bayangan hitam pepohonan.

Ia nampak nyaman saat menghirup udara pagi, sambil mendengar bunyi burung bersiulan yang bertengger di pohon-pohon tak jauh dari arah mansion. Ia tersenyum tipis-tipis dan meregangkan otot-ototnya dengan wajah lelah, lalu terdiam sambil menatap langit biru yang cerah. Pandangannya sangat fokus ke sana, ke tumpukan langit, sampai ia tak menyadari keberadaan Frankenstein yang sudah membuka pintu kamarnya sambil membawa sebuah nampan berisi makanan.

Saat melihat kamar yang kosong dan nampak berantakan, pria itu hanya membuang nafas berat tanpa berkomentar. Yah, dia sudah paham seberapa payah Zhielle dalam hal ini. Ia lalu meletakkan makanan itu di atas meja, kemudian beranjak dan mengintip sejenak dari arah sikut pintu. Orang yang dicarinya ternyata sedang berdiri dengan tatapan hampa dan wajah bingung. Merasa penasaran, ia mendekatinya.

"Kau terbangun lebih lambat tapi tidak membereskan tempat tidurmu sendiri" komentarnya mencoba merebut perhatian Zhielle. Gadis itu tak meliriknya sama sekali, tak ada antusias di wajahnya sedikit pun, saat mendengar ucapan Frankenstein, tak seperti biasanya.

Zhielle perlahan membangunkan diri dari lamunannya, ia membalik tubuhnya tapi tak menatap Frankenstein.

"Aku akan membereskannya!" tukasnya singkat sambil berlalu. Diikuti bola mata Frankenstein menyiratkan keraguan.

Seperti yang dikatakan pria itu padanya, ia mulai membereskan tempat tidur yang tertutup seprai violet dengan cekatan. Untuk beberapa detik Frankenstein tercengang tak percaya saat melihat bahwa Zhielle benar-benar mengerjakan apa yang dikatakannya.

"Apa sesuatu membentur kepalamu, atau kau mendapat sejenis kepintaran baru saat sedang tertidur?" Zhielle masih mendiamkannya dan tak meliriknya sama sekali hingga bebrapa lama. Ia lebih peduli pada tumpukan bantal di depannya dan memperbaiki seprainya yang terlipat, terbuka dan berantakan. Cukup lama ia bersikap tak peduli, hingga Frankenstein sendiri yang merasa jengkel karena tak diacuhkan. Pria bertubuh tegap itu, kemudian duduk di atas tempat tidur menghadap ke arah Zhielle yang masih mengabaikannya tanpa ia mengerti alasannya.

Dengan sedikit canggung, ia meraih anak jemarinya yang sibuk dengan bantal-bantal yang diletakkannya berjejer rapi di belakang tubuh Frankenstein.

"Apa kau marah atas apa yang aku katakan?" Zhielle mulai menyorotinya saat itu. Namun dengan sikap acuh tak acuh

"Tidak, aku mengerjakannya karena aku memang harus melakukannya" timpalnya dengan nada datar

"Aku rasa kau memang sedang marah. Kenapa kau tidak bilang saja jika sesuatu membuatmu tidak suka" Zhielle melepaskan tatapannya ke arah lain, tak melirik ke arah Frankenstein yang serius memandanginya dari celah kedua iris matanya yang biru.

"Aku akan kemabali hari ini ke temapat manusia, maksudku ke Seoul. Lascrea memintaku pergi" Frankenstein masih memegangi kedua tangan Zhielle. Ia memandangnya tanpa bergeming sama sekali.

"Apa kau masih belum memberitahu Lord tentang apa yang terjadi sebenarnya?" tanya balik Frankenstein dengan cemas. Zhielle melepaskan kedua tangan Frankenstein dan memilih melanjutkan merapikan tempat tidur.

"Tidak ada yang harus dikatakan sama sekali. Semuanya sudah pasti, aku tidak perlu menjelaskan apa-apa pada semua orang" tegasnya tak acuh

"Jika begitu, kau tidak akan bisa mendapatkan kembali nama dan gelarmu. Hidup sebagai pengkhianat bukanlah hal yang baik" terang Frankenstein mencoba memberi pengertian pada Zhielle.

Fanfic Frankenstein Love Story season 3 (Selesai)Where stories live. Discover now