Part 2

516 45 51
                                    

      Frankenstein menemui Raizel sejenak. Pria berambut hitam itu sedang berdiri menatap ke jendela seperti biasa. Keberadaa Frankenstein yang seolah sedang mengamatinya, membuat ia menengok ingin tahu, alasan pelayan setianya itu berada di sana sepagi itu.

Tak ingin membuang waktu sama sekali, Frankenstein lantas berlutut hormat di depan kaki tuannya. Hal yang tak biasanya ia lakukan sama sekali, selain jika ia sedang melakukan sebuah kesalahan besar.

Seketika tatapan Raizel memincing, seolah ia mengerti ada hal begitu penting yang harus Frankenstein katakan padanya.

Pertemuan singkat itu berakhir, Frankenstein meniggalkan kamar Raizel dengan wajah sedih yang sulit disembunyikan. Ia berdiri sejenak di depan pintu dengan wajah berbalut keraguan. Ia menengok kembali ke pintu dengan jemari tangan bergetar tanpa henti. Beberapa lama setelah ia berhasil mengumpulkan ketabahan dan keyakinan dalam hatinya, ia kemudian meninggalkan tempat itu, sambil memikirkan ucapannya yang ia lontarkan pada Raizel dengan penuh penyesalan, di sepanjang langkahnya yang ragu.

"Tuan, ada yang harus saya sampaikan pada Anda... Saya sudah memikirkannya begitu keras, tapi tetap saja tidak menemukan jalan terbaik untuk diri saya sendiri. Apa pun yang terjadi pada saya, saya akan selalu setia melayani Anda selama saya hidup. Karena anda adalah satu-satunya tuan saya! Hanya satu hal yang saya tidak bisa lakukan, hidup tanpa seseorang yang saya cintai, jiwa saya selama saya hidup. Saya sudah memutuskannya... Untuk menjadi seorang vampir agar bisa hidup bersamanya, hanya itu cara yang saya ketahui. Tolong maafkan saya, yang telah mengambil langkah egois! Maafkan saya tuan!" Raizel diam, ia hanya menunjukkan tatapan mata dingin yang dangkal. Setelahnya ia lantas berbalik menatap ke jendela luas di depannya, sambil meletakkan jemarinya di antara daun jendela.

"Kau yakin dengan keputusanmu?" Frankenstein berdecak, lalu mengumpulkan napasnya dengan dalam.

"Saya yakin!" Raizel hanya mengangguk, memberi izin baginya untuk pergi.

Semua kepala keluarga sedang berkumpul ketika Frankenstein masuk ke sana tanpa pemberitahuan siapa-siapa. Kedatangannya pagi itu menyita perhatian semua orang dalam ruangan Lord, yang heran dan bertanya-tanya maksud dari kedatangan tak biasa pria acuh tersebut.

Mereka semua nampak menunggu, hingga suasana sempat hening sebentar, dengan seluruh sorot mata tertuju padanya seorang.

"Saya Frankenstein memberi hormat pada Anda!"

"Berdirilah!" kata Lascrea, tenang tak mencaritahu apa pun.

"Saya datang kesini setelah saya mendapatkan izin dari tuan saya, yang telah saya layani selama saya hidup"

"Apa yang kau inginkan Frankenstein, sampai kau datang dengan cara sesopan ini?" timpal lascrea ingin tahu, meski tampak acuh.

"Saya ingin menyerahkan hidup saya dan menjadi seorang vampir. Saya harap keinginan saya bisa dikabulkan. Anda juga tahu, kalau keinginan saya ini tidak mendapat persetujuan dari tuan saya, jadi secara langsung, saya memintanya pada Anda!" semua orang terdiam, menarik napas dalam setelah mendengar jawaban mengejutkan dari pria bermata biru di depan mereka.

Keterkejutan juga tergambar jelas, terutama bagi Gechutel yang tak menyangka. Ia bermaksud untuk berbicara, namun perkataannya didahului Lascrea.

"Apa yang membuatmu ingin menjadi seorang vampir mutan Frankenstein? Kau tahu, jika kau menjadi seorang vampir maka kontrak darah yang mengikatmu dengan Raizel juga akan berakhir. Kenapa, kenapa kau mengkhianati tuanmu dan meninggalkannya sendirian?" Frankenstein dengan wajah tertunduk menatap sayu ke lantai. Ia tahu betul hal demikian akan terjadi, dan tanpa henti ia selalu membayangkan wajah Raizel dalam penyesalannya "Hal paling buruk yang bisa terjadi, bahkan kau bisa kehilangan seluruh ingatanmu setelahnya, dan malah berakhir menjadi vampir gila yang akan menghisap darah manusia secara percuma. Jika hal itu terjadi, maka mau tidak mau, kau harus mati!" Frankenstein masih membatu, kehilangan kata-kata dalam kesedihannya.

Fanfic Frankenstein Love Story season 3 (Selesai)Where stories live. Discover now