Kesepakatan

599 48 4
                                    

      Zhielle meninggalkan kamarnya. Ia berjalan melintas koridor berlantai marmer berwarna putih dengan ukiran cantik keemasan yang menghias tiap sisinya. Ketika hendak menuruni anak tangga, ia berpapasan dengan Frankenstein. Mereka berdua saling bertatapan, tapi tak meluncur sepatah kata pun dari mulut keduanya. Frankenstein berjalan mendekat ke arah Zhielle.

"Senang melihatmu hari ini" ia membuka percakapan. Sepasang mata Zhielle mengedip, kaku.

"Senang bertemu denganmu"ia membalas perkataan itu dengan datar, lalu hendak meninggalkan tempat tersebut. Namun tangan Frankenstein seketika menahan lengannya.

"Ada yang ingin aku katakan padamu" Zhielle mendengarkan, wajahnya nampak serius. Mendadak dari lantai bawah ia melihat Gechutel melintas ke salah satu ruangan yang berada di dalam mansion Raizel. Tatapan Frankenstein pun turut melihat ke arah sorot mata Zhielle menuju. Gadis bergaun hitam itu tak bicara selama beberapa detik, sebelum kemudian dia mengatakan sesuatu.

"Aku harus pergi!" balasnya dengan tegas.

"Apa kau marah padaku?" sepasang mata Zhielle mantap mengarah pada Frankenstein, dengan tatapan dalam.

"Sekarang kau dan aku berada di tempat yang membuat kita harus menyadari posisi kita masing-masing. Di sini, di Lukedonia bahkan tembok juga memiliki telinga dan mata. Apa yang kau harapkan dengan ucapanmu?"

"Jika kau tahu tempat ini mempertegas perbedaan antara kita, kenapa kau kembali kemari?" Zhielle memegang jemari Frankenstein, lalu dengan sedikit memaksa ia mendorong jemari kokoh pria itu melepas tangannya.

"Karena aku tidak memiliki pilihan!" terangnya sambil tak putus menatap Frankenstein, lalu meninggalkannya seorang diri.

Ia berjalan meninggalkan tempat Frankenstein berdiri tanpa berbalik. Tak ada yang bisa dilakukan laki-laki berbadan tegap tersebut, selain menyaksikan punggung Zhielle menjauh lalu menghilang dari balik tembok, tanpa sedikitpun berbalik padanya.

Lascrea sedang berdiri di depan beranda mansionnya. Ia terpaku seorang diri sambil menikmati hembusan angin siang. Ketika begitu menikmati suasana sepi, zhielle datang menghampirinya. Berdiri di sampingnya sambil menatap ke arah hutan. Ke tempat yang sama dengan pandangan mata Lascrea tertuju.

"Apa hanya itu yang bisa kau lakukan kemarin?" tak begitu tertarik, Lascrea tak bergeming dan mengabaikan perkataan Zhielle.

"Mereka akan meninggalkan Lukedonia hari ini. aku yakin kau tidak tahu" wajah zhielle mengeras. Ia nampak sedang melamun sebentar.

"Raizel harus kembali, tempat ini memang tidak cocok baginya"

"Baguslah, kau sudah sadar lebih cepat" tukas Lascrea sambil lalu.

Zhielle mematung, bibirnya mengerut bimbang. Sedangkan tatapannya menerawang jauh. Beberapa kali ia menarik napas sedikit berat.

"Sudah beberapa hari kau berada di sini, tapi aku belum datang menemuimu" Zhielle berbalik, Gejhutel dengan sikap kaku dan langkah panjang berjalan ke arahnya.

"Aku tidak tahu kalau akan ada yang merindukan kehadiranku di tempat ini. Lukedonia semakin tua, tapi semakin asing secara perlahan" tangan keriput Gejutel meraih batu geranit, yang menjadi batas beranda. Tempat mereka berdiri menatap ke arah hutan.

"Aku juga tidak tahu kalau Frankenstein akan membiarkanmu kembali ke mari?" Zhielle tersenyum, sedikit menyembunyikan raut wajahnya.

"Tidak, dia tidak akan membiarkan aku pergi. Karena itu aku memaksanya melepaskan aku. Tidak ada cara terbaik, selain melukai tangannya yang memegang tanganku " terangnya sambil mengangkat bahunya. Gechutel, pria tua dengan begitu banyak pengalaman hidup, bisa membaca raut muka Zhielle yang memaksa untuk nampak baik, meski terlihat jelas kesedihan mendalam dari nada bicaranya.

Fanfic Frankenstein Love Story season 3 (Selesai)Место, где живут истории. Откройте их для себя