Perjalanan Ke Sebuah Makam

624 45 16
                                    

       Frankenstein beranjak menuju kamar Razel. Anak lelakinya itu masih terbaring dengan selimut yang membalut tubuh mungilnya. Ia beranjak membuka jendela di belakang puteranya dan membiarkan sinar keemasan dari pagi yang bening menyelinap dari tirai jendela, melewati kaca dan berpendar di lantai. Frankenstein mengecup kening Razel, hal yang jarang sekali ia lakukan selama enam tahun belakangan.

Mendapati sensasi tak biasa itu membuat kelopak mata Razel mengerjap resah. Ia membuka mata setengah kantuk dengan sambutan dari senyum Frankenstein. Sesaat ia kaku saja, sampai terbangun, duduk di atas tempat tidur mengawasi tingkah ayahnya.

"Ayah, apa yang kau lakukan di kamarku?" tangan Frankenstein menyapu rambut keemasan Razel yang terbalut piama putih bergambar.

"Aku sedang dalam program menjadi ayah yang baik" katanya dengan nada ramah.

"Tingkah Ayah membuatku takut" tukas anak itu dengan sikap dingin, hingga Frankenstein menyungging tawa hambar padanya. hal itu tak sesuai dengan perkiraannya.

"Be-gitukah?" Razel menimpali dengan santainya, "baiklah kalau begitu, apa kau mau ikut denganku hari ini?" sambung Frankenstein. Razel beranjak dari tempar tidur, membereskan selimutnya dengan cekatan dan menuju kamar mandi untuk cuci muka. Setelah beberapa saat membiarkan Frankenstein menunggu di meja belajarnya, anak itu muncul dengan muka segar.

"Ikut kemana Ayah?"

"Ikut saja!" kata pria itu kemudian meninggalkan kamarnya menuju ke ruang makan.

Di meja makan itu telah duduk Raizel dengan sikap tenang, bersama beberapa menu makanan tersaji di meja. Ia menghirup teh hangat di gelasnya perlahan-lahan dengan sikap begitu bersahaja.

"Selamat pagi Tuan" sapa ia mula-mula, yang ditimpali anggukan oleh lelaki berambut gelap tersebut.

Tak berapa lama muncul pula Razel dengan mengenakan baju kaos hitam lengan panjang berpadu celana jeans. Ia menunduk sopan pada Raizel sebelum kemudian menarik kursi untuk duduk di dekatnya.

"Selamat pagi Paman," Raizel melirik dan berulang membalas dengan anggukan, "Paman apa paman mau ikut bermain game lagi denganku? Akhir-akhir ini paman sibuk, jadi tidak sempat bermain lagi 'kan? Tenanglah aku akan membuatmu menjadi gamer pro, percayalah padaku!" Razel mengangkat tangannya ke udara, sambut Raizel yang membalas dengan tepukan kompak. High five mereka membuka pagi cerah di ruang makan yang terpisah dari ruang makan satunya, tempat di mana anggota keluarga lainnya berkumpul dalam keramaian.

Sudah lama Frankenstein membangun beberapa bangunan bersebelahan bangunan lama yang ia hindari. Tempat seperti laboratrium, maupun kamar tidur baru telah ia pindahkan untuknya, untuk Razel dan Tuannya. Meski sesekali ia masih sempat menginjakkan kaki ke sana untuk bertemu Tao, Takio, M21, Seira dan Regis.

Hari itu setelah meminta izin Raizel, Frankenstein melarikan mobilnya menuju jalur timur Seoul memasuki Gangneung, melewati pantai biru Gyeongpo yang indah bersama semilir angin siang yang membuai lewat jendela mobil. Mata bulat Razel berpaling, ia menurunkan kaca mobil sambil melihat penuh kekaguman pada ombak yang bergulung menuju bulir pasir yang penuh bekas jejak kaki orang-orang lalu lalang.

"Kau suka pantai? Ibumu juga suka pantai" ucap Frankenstein ketika melihat tingkah Razel yang tiba saja bersemangat.

"Apa Ayah mau menemaniku ke pantai?"

Frankenstein tersenyum, "Tentu setelah kita pulang nanti"

"Memangnya kita akan ke mana?"

"Menemui kakakmu" kening anak itu berlipat mendengar ucapan Frankenstein. Ia nampak berpikir beberapa detik, sebelum mengatakan sesuatu yang mengejutkan bersama wajah tenang yang ia tunjukan.

Fanfic Frankenstein Love Story season 3 (Selesai)Where stories live. Discover now