Sebuah Hadiah

626 52 4
                                    

Pengen lebay... Wkwkwkw 😆😆😆

Raizel sedang duduk sambil membaca buku di ruang tv. Suasana telah sunyi, karena menjelang dini hari. Zhielle tidak bisa tidur malam itu, apa lagi ketika makan malam usai, Frankenstein sudah berkata pada Tao untuk memantau situasi lebih jauh dan detail selama ia tak ada di sana bersama mereka, dan melaporkan semua informasi penting untuknya. Tapi, ketika ia ditanya kemana ia akan pergi, ia tak mengatakan apa-apa pada Tao, termasuk pada Zhielle. Raizel sendiri tak bertanya, karena telah mempercayai apa yang akan dilakukannya.

"Kau belum tidur?" tegur Zhielle, Raizel hanya melirik dan melanjutkan membaca buku tebal bersampul merah di tangannya "apa yang kau lakukan selama beberapa waktu belakangan ini? Kukira, di sini jauh lebih gembira dibandingkan saat aku melihatmu di Lukedonia" katanya sambil meletakkan tubuh pada kursi berbeda di sebelah Raizel. Pria pendiam itu tak menjawab, untuk sesaat hening menguasai tempat yang gelap tersebut.

"Aku bermain game, dan makan bersama Shinwuu dan anak-anak lain"

"Kau menyukainya, Rai?" ia membalas dengan mengangguk. Zhielle membuang nafasnya dengan gusar. Raizel memerhatikan wajahnya yang nampak tak bersemangat, tapi sama sekali ia tak mau bertanya dan menunggu Zhielle mengatakan apa yang dirasakan olehnya.

"Belakangan ini, aku merasa sering ketakutan" katanya membalas tatapan Raizel dengaan sayu. Pandangan matanya ditangkap laki-laki berambut hitam tersebut dalam diam "apa yang terjadi tempo hari, membuatku merasa takut kehilangan banyak hal. Aku kehilangan banyak dan merasa hidup lama itu sangat sia-sia, karena hanya akan meninggalkan lebih banyak luka. Tapi saat mengatakan ini padamu, aku tahu itu terdengar tidak adil. Apa kau tahu kenapa, kebahagiaan selalu datang dalam waktu singkat? Aku ingin tahu, tapi tidak pernah tahu kenapa"

"Apa ini karena Frankenstein? Apa kau memikirkan hal itu?"

"Iya" balas Zhielle berdecak "tapi Itu tidak baik, berpikir untuk mengubahnya. Suatu hari, aku tahu akan mendapat masalah karena hal ini" ia mengalihkan matanya ke arah pangkuan jemarinya

"Apa dia sangat penting untukmu?" Zhielle mengangguk dan menggumam

"Aku tahu, kita tidak memiliki jantung seperti mahluk lainnya, tapi saat bertemu dengannya. Aku rasa aku merasakan bagaimana memiliki jantung yang berdetak tiap hari. Bertemu dengannya, membuatku merasakan lebih banyak, bermimpi lebih banyak dan mengerti apa itu arti sebuah kebahagiaan. Dia membuatku memiliki mimpi sebagai seorang wanita, hal-hal yang tidak pernah aku pikirkan sejak aku hidup sangat lama di Lukedonia. Dia bertindak seperti ayah, kadang juga seperti ibu yang mengurus kita berdua. Aku jadi berpikir, mungkin seperti itu rasanya, saat kita memiliki orangtua"

"Apa Zhill ingin memiliki ayah dan ibu?"

"Seperti Rai. Aku tidak merasa begitu kesepian, karena ada Rai, tapi Rai hidup sendiri dan memilih selalu sendiri, karena memiliki hal yang terlalu berharga membuatmu takut melukainya. Benarkan?" Raizel tak menjawab. Matanya sayu dan memandang ke arah lain, memusatkan kesedihannya jauh dari Zhielle "Rai juga menyukai Frankenstein. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan ketika pertama bertemu dengannya, tapi saat dia merawatmu dengan baik, aku tahu kau mulai menganggap dia bukan hanya seseorang yang memiliki kontrak darah denganmu. Dia seperti kawan, saudara yang mengerti banyak mengenai dirimu tanpa kau mengatakan apa pun padanya. Aku merasa, menemukan seseorang yang bisa memahami kita tanpa perlu bicara, adalah sebuah keajaiban. Apakah kau berpikir seperti itu?"

"Kau juga, mengerti tentangku"

"Tidak, tidak sebanyak yang Frankenstein tahu tentangmu! Kadang, ada beberapa hal yang bisa diceritakan pada saudara, tapi ada hal yang terasa berbeda ketika membicarakannya dengan seorang kawan" Zhielle bangkit dari tempat ia duduk dan merangkul bahu Raizel, menyenderkan kepalanya pada rambut legamnya yang hitam "dia memiliki sisi lain, sisi yang jujur. Dia terkadang, seperti sisi kebalikan yang tidak bisa kau tunjukan. Karena itu, karena itu aku menyukainya"

Tanpa disadari oleh Zhielle, Frankenstein mendengarkan semua ucapannya dan diam-diam tersenyum sepintas dari balik sudut tembok.

**

Zhielle masih terlelap tidur ketika Frankenstein terbangun lebih dulu. Mata birunya menyelimuti wajah gadis itu. Jemarinya kemudian merogoh sesuatu dari dalam kantong jas hitamnya. Benda berkilau, berwarna putih dengan bentuk hati yang cantik, berbentuk kuncup lili yang mekar dan menyatu pada ujungnya. Di samping ranjang ia berlutut sebentar dan memasang kalung itu, sebelum kemudian beranjak pergi dan menghilang di balik pintu yang menutup. Zhielle terbangun dari nyenyak tidurnya dan melihat seluruh ruangan sudah sepi. Wajahnya sedikit panik, lalu membuka selimut dan bergegas ke kamar mandi. Ketika mendapati tempat itu telah kosong, dengan segera ia berlari ke ruang makan, sudah ada teh dan hidangan lain di sana, tapi ia tak menemukan Frankenstein. Perasaannya semakin gusar, ia berlari keluar pintu tanpa mengganti gaun tidur putihnya yang selutut. Ia terus berlari hingga keluar meninggalkan halaman, tak jauh dari muka gerbang, ia melihat punggung Frankenstein yang semakin menjauh.

"Frankenstein!" laki-laki itu berbalik, Zhielle berlari ke arahnya dan mendekap tubuhnya "syukurlah, belum terlambat" katanya lagi

"Tumben sekali, kau bisa bangun pagi-pagi"

"Aku ingin melihatmu pergi, karena aku akan sangat sedih tidak melihatmu saat aku terbangun" Zhielle melepaskan pelukannya dan memandang ke arah pria tinggi di depannya. Frankenstein diam saja, Zhielle merasa sedih, karena orang itu tak mengatakan apa pun padanya. Dia mengatupkan bibirnya rapat dan meletakan jemarinya pada lengan Franekstein. Tanpa bisa ia duga sejak awal, Frankenstein mengecup bibirnya. Kedua iris matanya membesar dan wajahnya memerah seketika, saat mendapati sentuhan lembut tersebut.

"Selamat pagi" katanya kemudian. Zhielle masih terpaku dan memandangi wajahnya "jaga baik-baik kalung itu, awas kalau sampai kau menghilangkannya" sepasang matanya yang berkilau kemudian mengarah ke lehernya. Sudah ada sebuah kalung di sana, berkilau dengan deretan permata bening. Ia terheran, sekaligus senang.

"Kau memberiku kalung? Tapi, kenapa?" Frankenstein menghelat nafasnya, karena harus menjelaskan hal tidak perlu seperti itu. Sejenak ia bergumam dengan bingung, lalu berdecak sebelum mampu menjelaskan dengan cara sederhana

"Anggap saja, itu seperti aku yang sedang berada dekat dengan jantungmu. Jadi, kau tidak perlu merasa sedih saat aku tidak ada" Zhielle kemudian tertawa, lalu sebutir air matanya jatuh

"Terimakasih... Terimakasih... Terimakasih!" katanya kemudian membungkuk hormat, membuat Frankenstein merasa tak nyaman, sekaligus senang, karena Zhielle menyukai hadiah darinya

"Sudah cukup! Kau membungkuk itu terlihat aneh"

"Aku hanya merasa senang" timpalnya dan menyeka air mata itu dengan lengan pucatnya. Frankenstein mengelusi puncak kepalanya sedangkan rambut cokelatnya masih berantakan

"Masuklah, kau bahkan keluar dengan mengenakan gaun tidur, ceroboh sekali!" Zhielle hanya tersenyum ke arahnya "aku pergi dulu!" punggung Frankenstein berbalik, Zhielle melambaikan tangannya tinggi-tinggi ke udara

"Hati-hati" katanya namun Frankenstein tak berkata apa-apa. Ia baru melambaikan tangannya, ketika sudah cukup jauh tanpa berbalik memandang Zhielle.

Fanfic Frankenstein Love Story season 3 (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang