Kembali

632 53 15
                                    


       Dalam perjalanan pulang, mobil yang dinaiki Frankenstein berhenti di pinggir jalan. Ia membuka kaca mobil dan melihat langit sore berwarna orange dengan pantulan cahaya jingga di antara sisa mendung yang mulai memudar. Kilau keemasan matahari yang teduh beriringan di bawah permukaan air laut bergelombang. Ia diam sesaat, menikmati hembus angin yang membelai lembut kulit wajahnya. Ia turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Razel. Anak laki-laki itu hanya melirik sekilas wajah ayahnya, tanpa berkata apa-apa.

"Kau mau main 'kan?" ucapnya. Razel mengangguk kemudian mereka berjalan saling menggandeng jari.

Mereka melintasi alang-alang yang tumbuh setinggi lutut di pinggiran jalan, kemudian melepas sepatu untuk menuruni butir pasir putih yang kasar di permukaan telapak kaki. Frankenstein berlari sambil menggandeng tangan Razel menuju hampar ombak yang berlari menuju tepian. Mereka tertawa riang, bermain saling siram air dari permukaan jemari mereka masing-masing.

Setelah lelah bermain mereka duduk di atas pasir sambil menikmati pemandangan matahari yang akan tenggelam beberapa saat lagi. Razel yang duduk di atas pangkuan Frankenstein termenung menopang sepasang pipinya yang nampak penuh dengan helai rambut yang disapu angin beberapa kali.

"Tempat yang indah" ucapnya.

Frankenstein bergumam menimpali, "Ya, tempat yang sangat indah!"

"Apa kau pernah kemari Ayah?"

"Ya, mungkin sekitar delapan tahun yang lalu" ucap lelaki itu dengan tatapan lurus menuju ke arah senja.

"Dengan Ibu?"

"Ya, dengannya"

Razel berbalik, bias matahari memantulkan warna biru matanya yang dalam, "Seperti apa Ibu?"

Frankenstein menerawang jauh ingatannya, "Ibu, ya?" ujar ia sebelum diam beberapa detik, "Ibu itu sangat cantik"

"Hanya itu?" kata Razel memotong. Membuat Frankenstein melirik mata anak laki-lakinya itu.

"Memangnya apa yang mau kau dengar?"

"Apa saja, misalnya seperti apa dia, apa yang selalu dia lakukan, apa yang dia sukai dan kenapa kau suka padanya?"

"Apa ya?" kata Frankenstein bergumam agak panjang, "Ibu tidak bisa melakukan banyak hal, dia hanya suka makan, tidur, tidak bisa memasak, boros dan sangat pemalas"

Alis Razel bertaut dengan kecut, "Kenapa kau bisa suka wanita seperti itu?" tawa Frankenstein menyela ucapannya.

"Entahlah, tapi dia sebenarnya tidak seburuk seperti dugaanmu. Dia juga punya banyak sisi baik karena dia sangat sabar dan akan sangat menyayangimu. Nanti jika kau bertemu dengannya, aku yakin kau juga akan memahami maksud ucapanku"

"Apa aku bisa bertemu dengannya? Aku tidak pernah tahu di mana dia dan tidak tahu apakah dia masih hidup atau sudah mati. Rasanya hidup akan lebih mudah bagiku kalau aku tidak mengharapkannya"

Mendengar ucapan Razel membuat desahan panjang meluncur dari tenggorokan Frankenstein, "Aku juga tidak tahu apakah dia masih hidup atau sudah mati, aku hanya berharap tiap hari kalau dia masih ada di dunia ini"

"Memangnya apa yang sebenarnya terjadi padanya, Ayah tidak pernah cerita apa pun selama ini padaku?"

Frankenstein diam saja, ia menimbang ucapan Razel, apakah akan menjawab atau pun tidak, namun keraguan yang terbias jelas membuat ia memutuskan tak menjawab pertanyaan penuh harap dari putera kecilnya.

Fanfic Frankenstein Love Story season 3 (Selesai)Where stories live. Discover now