Part B

529 50 16
                                    

      Frankenstein

      Setelah pagi di mana aku menggunting baju itu, kelihatannya dia benar-benar marah besar dan tidak mau bicara sama sekali padaku. Aku heran dengannya, padahal itu hanya pakaian dan aku bisa membelinya lebih banyak lagi, tapi kenapa dia harus diam seperti patung yang kehabisan nyawa di depanku.

Sebelum makan siang, aku sempat datang menemuinya. Zhielle tidak begitu menggubris dan lebih sibuk dengan pekerjaannya, biasanya saat aku datang dia lebih semangat menyambutku, seperti pahlawan yang disambut dari perang.

"Aku ingin memeriksa semua berkas selama aku pergi" dia menengok tumpukan map, lalu menatanya di depan meja. Wajahnya sangat suram, dia bahkan tidak mau tersenyum dan melihat ke arahku. Aku jadi teringat, kapan terakhir kali dia sangat marah seperti itu? setahuku dia memang memiliki keahlian mengabaikan orang yang tidak dia sukai dengan baik. Seharusnya kalau dia marah dia bisa mengatakan sesuatu, diam saja seperti itu jauh lebih menjengkelkan.

"Apa hanya ini?"

Dia mengangkat wajahnya, dan melihatku serius. Aku merasa dia melihatku sebagai orang asing yang dikucilkan.

"Kau biasanya mengeluh dengan sepuluh tumpukan berkas seperti itu. Apa yang membuatmu begitu rajin?"

"Itu bukan urusanmu kan?"

"Seharusnya aku memang tidak bertanya" balasnya, lalu melanjutkan kembali pekerjaannya di depan komputer. Beberapa detik kemudian aku baru menyadari kalau ucapanku membuat masalah baru.

"Aku tidak tahu apa pentingnya sebuah pakaian, kau bisa membelinya di mana saja kau mau, atau menggantinya dengan yang lain. Apa yang istimewa dengan sebuah pakaian seperti itu?"

"Apa kau senang menggampangkan sesuatu?"

"Apa kau harus mempersulitnya?"

"Aku tidak membeli sesuatu karena harga atau nilainya. Aku memilih karena menyukainya. Pakaian adalah bentuk sebuah penghargaan, bagaimana bisa kau meggampangkannya seperti itu?"

"Apa aku harus mendengarnya dari seseorang yang tidak bisa merawat barang miliknya sendiri?" sekali lagi aku mengatakan hal yang menggangu, dan baru menyadarinya setelah mengucapkannya.

Zhielle berdiri dari kursinya, melangkah ke depanku, lalu duduk di atas meja. Dia tersenyum, tapi senyuman itu begitu dingin.

"Kau pasti sudah menyimpan banyak keluhan tentangku, benarkan?" katanya dengan datar.

"Iya, aku kira memiliki beberapa keluhan"

"Benarkah, pada akhirnya kau bicara juga"

"Aku juga membenci sikapmu yang seperti ini"

"Benar, aku juga tidak terkejut. Lalu bagaimana kau menilaiku?"

"Apa?"

"Aku hanya ingin mendengaarnya langsung. Sebaiknya kau memang mengatakan hal yang tidak kau sukai di depan orang itu, melukainya dengan berpura-pura tidak ada masalah itu mengerikan" aku paling membenci pertanyaan mengenai menilai pribadi sseorang seperti itu. saat seorang pria mengatakan kejujuran, mereka akan dianggap sebagai musuh, lalu saat pria mengatakan sebaliknya, mereka dinilai pembohong. Posisiku dalam sebuah pertengkaran akan selalu tidak aman. Ini berbeda dengan saat aku berada dalam perkelahian.

Ketika aku berhadapan dengan lawan, aku bisa memukulnya di mana saja dan kemenangan adalah hal yang menyenangkan. Tapi pernikahan dan wanita yang kucintai meski terasa sama dengan pertarungan, tapi perlakuannya akan sangat berbeda. Aku diletakkan dalam sebuah situasi di mana aku harus memenangkan pertarungan tanpa melukai lawanku. Satu-satunya cara adalah dengan melakukan negosiasi, tapi sejak tadi aku terlalu sering melakukan konfrontasi. Satu-satunya kebaikan yang bisa aku ambil dan merupakan cara klasik adalah tidak menjawab dengan mencari alasan lain.

Fanfic Frankenstein Love Story season 3 (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang