3

35.5K 4.1K 128
                                    

Sabtu (14.27), 16 Maret 2019

Selamat membaca!! 😚😚

--------------------

Setelah semua orang menikmati makan siang, Ellen kembali berkutat di dapur. Dia masih punya banyak bahan membuat cheese cake. Semoga Dennis menyukai keju. Jika tidak, kue buatannya akan terbuang percuma.

"Ellen, sedang apa lagi di sini? Biar Bibi yang membereskan sisanya." Bibi Missy bertanya setelah pulang dari acara liburannya bersama pelayan lain.

Ellen mengerutkan kening melihat Bibi Missy. "Ini bahkan belum pukul dua. Kenapa Bibi sudah pulang?"

Bibi Missy mengibaskan tangan. "Bibi sudah terlalu tua untuk liburan dan semacamnya. Lebih baik mengerjakan hal berguna di rumah."

Ellen tersenyum kecil, tahu dirinya tidak mungkin bisa memaksa Bibi Missy.

Ya, memang. Usia Bibi Missy sudah hampir mencapai tujuh puluh tahun. Tapi untuk urusan dapur, dia masih sangat cekatan dan gesit. Dulu sebelum kedua putrinya menikah dan suaminya masih hidup, Bibi Missy hanya bekerja di rumah orang tua Ellen hingga pukul tiga sore lalu pulang ke rumahnya sendiri.

Tapi kini, Bibi Missy sepenuhnya tinggal di rumah orang tua Ellen setelah rumahnya sendiri ia jual. Suaminya meninggal karena serangan jantung dan kedua putrinya ikut suami tinggal di luar kota. Tapi biasanya beberapa kali dalam setahun kedua putri Bibi Missy beserta suami dan anak mereka datang berkunjung. Orang tua Ellen tidak keberatan menjamu mereka di rumah ini dan mengizinkan menginap. Tapi biasanya mereka merasa sungkan dan memilih tinggal di penginapan.

"Semakin tua semakin menjadi alasan kuat agar Bibi lebih banyak istirahat." Ellen masih mendebat ucapan Bibi Missy sebelumnya.

"Bibi bukan orang tua penyakitan yang tidak berguna."

Ellen terkekeh geli mendengar nada tersinggung dalam suara Bibi Missy. "Baiklah, Bibi. Aku tidak akan memaksa lagi. Tapi istirahatlah jika kau lelah. Dan cake ini biar aku yang urus."

Kening Bibi Missy berkerut. "Sepertinya cheese cake yang tadi masih banyak."

"Itu untuk Ellias dan ayah. Kalau yang ini akan kuberikan untuk teman. Besok aku akan buat cake kesukaan ibu."

"Oh, baiklah. Biar Bibi yang mencuci semua peralatan bekas masaknya."

"Ya, terima kasih." Ellen tersenyum lembut yang dibalas Bibi Missy dengan senyum hangat.

***

Baru pukul lima petang tapi udara sudah semakin dingin. Ellen merapatkan jaket dan syalnya begitu tiba di halaman berbatu depan rumah Dennis lalu keluar mobil sambil menenteng wadah kue yang diikat saputangan lebar.

Halaman rumah Dennis terbagi menjadi dua bagian. Di tempat Ellen memarkir mobil adalah bagian bawah sementara bagian atas harus Ellen lalui dengan mendaki undakan setinggi satu meter dari tanah yang dicangkul lalu dilapisi batu hingga menyerupai tangga menuju teras yang seolah dibuat oleh alam.

Di halaman rumah Dennis bagian atas tidak ada pohon atau tanaman bunga. Tempat itu dibiarkan kosong. Hanya terdapat tempat membelah kayu dan area beratap tanpa dinding untuk menyimpan kayu-kayu yang sudah dibelah.

Menelan ludah, Ellen memberanikan diri melangkah lebih jauh menuju rumah Dennis. Telapak tangannya berkeringat gugup. Bukan karena takut karena reputasi lelaki itu, melainkan perasaan gugup seperti seorang gadis yang hendak memberikan cokelat valentine pada anak lelaki yang disukainya.

"Berikan kue ini lalu pulang," gumam Ellen pada dirinya sendiri.

Tiba di teras rumah kayu berpelitur itu, sejenak Ellen mengusap telapak tangannya yang basah ke celana jins lalu mulai mengetuk. Butuh beberapa kali ketukan hingga terdengar suara samar langkah mendekat lalu kunci diputar.

His Eyes (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang