6

31.2K 3.7K 59
                                    

Kamis (14.53), 28 Maret 2019

Yang lupa siapa Bang Dennis, dia juga ada di cerita In His Arm ^_^

----------------------

Peringatan tegas ibunya tak lantas membuat Ellen menyerah. Diam-diam dia kembali mendatangi rumah Dennis, kali ini dengan alasan hendak menemui salah satu temannya yang sudah menikah dan baru saja melahirkan. Itu tidak sepenuhnya bohong. Ellen memang berencana ke rumah Sunny setelah pulang dari rumah Dennis. Padahal kemarin-kemarinnya Ellen tidak harus memberi alasan hendak ke mana.

Saat berbelok di tikungan menuju halaman rumah Dennis, Ellen melihat lelaki itu tengah membelah kayu di depan rumahnya. Usai memarkir mobil, sekilas Ellen melirik penampilannya melalui kaca spion, merapikan rambutnya yang agak berantakan karena tertiup angin dari jendela mobil yang ia biarkan terbuka, lalu keluar.

KRAAK!

Suara kayu yang tengah dikapak terdengar meramaikan suasana yang terbilang sepi. Ellen tahu Dennis menyadari kedatangannya namun lelaki itu tak menghentikan kegiatan dan terus membelah kayu.

Sikap cuek Dennis tak membuat Ellen gentar. Sepertinya dia mulai terbiasa dengan hawa dingin yang biasa ditebarkan lelaki itu untuk membuat orang yang mendekatinya memilih mundur menjauh.

"Hai," sapa Ellen dengan nada riang begitu dirinya berdiri sekitar tiga meter dari tempat Dennis tengah membelah kayu.

Dennis tak menyahut. Mengabaikan Ellen seolah tidak ada orang di dekatnya.

"Hmm, mungkin kau merasa terganggu dengan kedatanganku. Tapi aku hanya berniat mencari antingku. Sepertinya terjatuh saat aku ke sini kemarin."

KRAAK!

Satu batang kayu cukup besar selesai Dennis belah. Ototnya tampak berkedut saat lelaki itu bergerak. Terlihat jelas karena Dennis hanya mengenakan kaus tanpa lengan. Dan kini kaus itu basah karena keringat, membuat garis-garis dada dan perutnya tercetak jelas.

Ellen memperhatikan semua itu dengan kekaguman yang tampak jelas di matanya. Dia tidak pernah melihat lelaki segagah, setampah, dan seseksi Dennis Anthony. Semua tentang lelaki itu di mata Ellen sangat menggiurkan. Bahkan sikap dinginnya menjadi daya tarik tersendiri.

Sial!

Kenapa dirinya jadi seperti ini? Menggambarkan Dennis seperti menggambarkan makanan lezat. Tapi memang begitulah lelaki itu. Sangat lezat—

"Untuk apa lagi kau datang ke sini? Bukankah kemarin aku sudah menegaskan agar kau tidak datang lagi?"

Ellen tersenyum dengan raut menyesal. "Seperti yang kukatakan tadi, aku berniat mencari antingku."

"Kenapa mencarinya ke sini?" tanya Dennis dengan nada menantang.

"Kemarin kan aku ke sini." Ellen mulai gugup, khawatir Dennis menebak bahwa dirinya sengaja. "Aku juga sudah mencari ke tempat-tempat lain yang kudatangi. Tinggal tempat ini yang belum."

Dennis menatap Ellen tajam. Tangan kanannya bertumpu pada gagang kapak yang ujung mata kapaknya menjejak tanah. Dia tampak amat berbahaya. Namun Ellen menguatkan hati untuk membalas tatapannya yang seolah membekukan.

Setelah beberapa detik saling pandang yang terasa seperti berabad-abad, Dennis akhirnya memalingkan wajah. Dia memilah kayu lain yang hendak dibelah seraya berkata, "Kalau begitu, cari saja," katanya tak acuh seraya kembali mengayunkan kapaknya.

KRAAKK!

Ellen berusaha menahan senyumnya. Meski Dennis masih bersikap dingin, yang penting dia tidak langsung mengusir Ellen pergi.

His Eyes (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang