31

28.6K 4K 262
                                    

Rabu (21.18), 24 Juli 2019

Udah berapa minggu gak up yah? ☺

--------------------------

"Ini bukan arah ke kantor polisi," gumam Ellen bingung sambil menatap jalanan di luar lalu menoleh ke arah Ellias.

Ellias mengabaikan Ellen. Pandangannya lurus ke depan dan malah menambah kecepatan.

"El, jawab aku!" seru Ellen marah. Mendadak jantungnya berdegup tak nyaman. Entah mengapa di sini, bersama sang adik, Ellen malah merasa terancam.

"Kita pergi dari sini. Kota ini sudah tidak aman lagi. Aku tidak mau mengambil resiko kau terluka," desis Ellias tanpa mengalihkan perhatian dari jalanan. Entah karena dia tidak ingin hilang konsentrasi atau sengaja menghindari tatapan Ellen.

"El, aku tidak bisa meninggalkan Dennis begitu saja!" Lagi-lagi Ellen berseru. "Dia menghadapi pembunuh demi melindungiku. Bahkan pernah dituding sebagai tersangka. Aku tidak bisa pergi begitu saja."

"Dennis! Dennis! Dennis!" bentak Ellias marah sambil memukul stir mobil. Sekilas dia menoleh ke arah Ellen untuk menunjukkan kilat amarah dalam matanya. "Apa perlu kubunuh dia juga agar kau berhenti memikirkannya?!"

DEG.

Ellen menatap Ellias dengan bibir terbuka. Sorot matanya menunjukkan rasa tidak percaya akan bayangan yang tiba-tiba melintas dalam benaknya.

"Juga? Apa maksudmu, El?" Kali ini suara Ellen bergetar menahan rasa takut dan berdoa dalam hati semoga dugaannya salah.

"Diam saja. Aku akan melindungimu. Aku janji." Rahang Ellias tampak berkedut dan dia mencengkeram kemudi mobil dengan kuat.

Tiba-tiba air mata Ellen menetes karena—entah bagaimana—dia yakin dugaannya benar. "Apa kau yang membunuh Ayah?" Ellen berbisik.

Ellias bungkam. Dan sikap diam Ellias membenarkan dugaan Ellen.

Air mata Ellen mengalir semakin deras. Dia menyenderkan punggung di jok mobil seraya menyusurkan tangan ke helai rambutnya yang acak-acakan di wajah. Sikap tubuhnya bagai pejuang yang kalah berperang. Lunglai.

"Kenapa kau melakukannya, El? Apa salah Ayah?" tanya Ellen dengan rasa sakit yang tergambar jelas dalam tiap kalimatnya.

Kau tidak pernah tahu bagaimana sosok James sebenarnya. Mungkin dia memang ayah yang baik bagimu. Tapi dia suami yang buruk. Sangat buruk.

Kenapa semua orang menilai ayahnya seperti itu? Apa ayahnya benar-benar hanya baik pada Ellen?

Lagi-lagi Ellias bungkam. Akhirnya kesabaran Ellen habis. Dia menegakkan tubuh lalu menatap Ellias marah meski lelaki itu masih memfokuskan pandangan pada jalanan.

"Katakan! Kenapa kau melakukannya?!" jerit Ellen, tak memedulikan telinganya sendiri akan sakit akibat jeritannya di dalam ruang sempit itu. "Apa karena warisan? Apa karena menurutmu Ayah pilih kasih, hanya menyayangiku? Oh, atau karena kau tahu masalah Ayah dan Ibu lalu kau benci pada Ayah karena terus-menerus menyakiti Ibu? Yang mana, El?!"

Ckiittt!

Mendadak Ellias menginjak rem. Saat mobil sudah berhenti, dia menoleh ke arah Ellen dengan sorot terluka dalam matanya. "Aku bukan anak kandung Ayah," katanya dengan nada pilu.

DEG.

Lagi-lagi Ellen dibuat terperangah dengan informasi yang baru didengarnya ini.

"Mungkin kau sudah tahu tentang segala perselingkuhan Ayah. Lalu Ibu membalasnya dengan turut berselingkuh hingga akhirnya hamil diriku. Ayah tidak pernah tahu. Tidak ada yang tahu kecuali Ibu dan lelaki itu." Mata Ellias berkaca-kaca saat menceritakan hal itu.

His Eyes (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang