9

32.7K 4K 155
                                    

Selasa (12.02), 02 April 2019

Jangan lupa taburan bintangnya sebelum baca.

Happy reading 😘😘

--------------------------

Setelah berhasil menarik Ellen ke atas, Dennis memapah Ellen yang berjalan tertatih dengan satu kaki pincang menjauhi bibir jurang. Tas Ellen ia sandang di sebelah bahu.

"Aduh," lagi-lagi Ellen meringis.

"Kita berhenti di sini saja." Dennis menjatuhkan tas Ellen ke tanah lalu membantu wanita itu duduk. Setelahnya dia membantu melepas sepatu Ellen untuk memeriksa kondisi kakinya yang terkilir.

Ellen kembali meringis saat Dennis mencoba menekan pergelangan kakinya. Sakitnya semakin terasa. Mungkin karena tadi Ellen memaksa kakinya untuk melangkah meski dengan tertatih.

"Aku hanya tahu obat untuk luka luar yang ringan. Jadi sama sekali tidak mengerti ini. Sebaiknya kau segera pulang dan meminta seseorang mengantar ke dokter atau tukang pijat."

"Aku harus menghubungi Ellias agar menjemputku. Tapi di sini tidak ada sinyal." Ellen menggigit bibir menahan sakit saat Dennis kembali memakaikan sepatunya.

"Kau tidak bawa mobil?"

Ellen menggeleng.

Dennis mendesah, tahu dirinya tidak akan tega meninggalkan Ellen dalam kondisi seperti ini meski sangat ingin. "Aku akan mengantarmu." Lalu dia mendongak menatap langit yang mulai mendung dan gemuruh guntur terdengar semakin dekat. "Tapi sepertinya tidak akan sempat. Sebentar lagi akan ada badai."

"Benarkah?" Ellen turut mendongak. "Kupikir hanya akan hujan biasa."

Dennis kembali menatap Ellen dengan sorot kesal. "Sudah tahu akan hujan tapi masih nekat masuk ke hutan. Ingin bunuh diri?"

"Tadi cuaca sangat terang." Ellen membela diri.

"Terserahlah. Ayo cepat berdiri!" Dennis kembali menyandang tas Ellen di sebelah bahu lalu membantu Ellen berdiri. Tapi melihat kakinya dan raut kesakitan wanita itu, sepertinya akan semakin parah kalau dia memaksa diri berjalan tertatih menyusuri hutan.

Mendesah kesal, Dennis memindah tas Ellen ke depan tubuhnya lalu jongkok di depan wanita itu, "Naiklah!" perintahnya tegas.

Ellen yang sudah dalam posisi berdiri dengan bertumpu pada satu kaki, menatap punggung Dennis dengan raut tak percaya. "Kau tidak keberatan menggendongku keluar hutan?"

"Cepat sebelum aku berubah pikiran," geram Dennis.

Ellen menahan senyum lebar lalu segera melingkarkan lengan di seputar leher Dennis dari belakang. Tanpa kesulitan Dennis berdiri dan refleks paha Ellen menjepit pinggang Dennis. Sejenak Dennis membetulkan pegangannya agar Ellen tidak jatuh lalu mulai melangkah dengan lincah.

"Terima kasih," bisik Ellen. Ucapan itu tulus dari lubuk hatinya.

"Aku melakukan ini bukan untukmu, tapi untuk diriku sendiri. Aku tidak mau dihantui rasa bersalah meninggalkanmu mati dalam hutan dan kita akan terjebak badai jika aku membiarkanmu jalan dengan kaki pincang begitu."

Lagi-lagi senyum Ellen terbit. Ternyata Dennis tidak sekejam yang dibicarakan orang-orang. Jika benar Dennis memang pembunuh keji, pasti bukan masalah besar meninggalkan Ellen mati di hutan. Tapi kenyataannya, dia tetap memilih menolong Ellen.

"Kau tadi pasti sedang mencari kayu, kan? Kayu-kayu yang kau kumpulkan pasti akan terguyur hujan jika ditinggal."

"Jadi kau lebih suka aku meninggalkanmu di sini—"

His Eyes (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang