5

34K 3.7K 84
                                    

Rabu (17.39), 27 Maret 2019

------------------------

Dennis masih menguap saat turun dari ranjang lalu menuju kamar mandi. Jendela kaca kecil di bagian atas kamar mandi membuat cahaya matahari pagi berhasil menerobos masuk.

Sejenak Dennis mencuci wajah untuk menyegarkan penglihatannya. Setelah kantuknya perlahan hilang, dia menegakkan tubuh dan berniat menggosok gigi sebelum memulai mandi paginya. Namun kening Dennis berkerut melihat sesuatu yang berkilauan tertimpa cahaya matahari di tempat sabun.

Penasaran, dia mengambil benda itu lalu mengamatinya dengan seksama. Itu tampak seperti anting wanita. Terbuat dari emas dan hiasan batu permata kecil di tengahnya.

Tanpa bisa dicegah, senyum sinis Dennis muncul. Jenis senyum meremehkan begitu menyadari itu anting milik siapa dan mengapa bisa terdampar di kamar mandinya. Jelas ini disengaja dan satu-satunya orang yang mungkin pelakunya adalah si cantik Ellen.

Ada kilat kejam di mata Dennis saat meletakkan anting itu di telapak tangan kirinya lalu menggenggamnya erat. Dia tidak suka cara Ellen menatapnya. Dia tidak suka cara Ellen mendekatinya. Terlebih dia tidak suka sikap pantang menyerah Ellen.

Padahal baru dua hari berlalu sejak pertama kali mereka bertemu di supermarket. Tapi kehadiran wanita itu sudah sangat mengganggu ketenangan Dennis lebih daripada yang bisa dia toleransi.

Lihat saja! Akan Dennis pastikan setelah ini Ellen tak lagi jadi pengganggu. Wanita itu harus enyah dari kehidupannya. Atau dia akan menyesal sudah mengenal Dennis karena Dennis tidak takut berbuat kejam.

***

Dennis baru saja selesai menaikkan kayu-kayu ke bak pick-upnya saat mobil Henry berhenti di halaman bagian bawah rumah Dennis. Tak lama kemudian, tampak mantan polisi itu menaiki undakan dari tanah dan batu menuju tempat Dennis.

"Kau datang terlalu pagi dan aku menolak jika tujuanmu mengajak memancing. Aku harus menjual kayu-kayu ini."

Henry tersenyum geli menyadari dirinya dusir. "Kau bahkan tidak menawariku duduk. Apa karena ada seseorang di dalam rumahmu?"

Gerakan Dennis yang sedang membuka tutup botol air dingin terhenti sejenak lalu kembali meneruskan. Dia minum beberapa teguk sebelum bertanya, "Dan siapa orang yang kau maksud? Padahal kau tahu sendiri aku tidak pernah membawa siapapun ke rumahku."

"Ellen, mungkin." Kedua alis Henry turun naik dengan gaya menggoda.

Dennis meletakkan botol minumannya di dashboard mobil lalu berkacak pinggang saat menatap Henry. "Kenapa kau bisa berpikir wanita populer itu ada di rumahku?"

"Oh, ayolah." Henry menyeringai. "Sejak kapan kau jadi suka main rahasia-rahasiaan dariku? Gosipnya sudah menyebar di seluruh kota bahwa kemarin kau sarapan bersama Ellen Alodie. Kalian tampak akrab."

"Wow!" seru Dennis takjub. "Sejak pertama kali tinggal di sini aku sudah tahu bahwa penduduk kota ini suka sekali bergosip. Tapi baru sekarang aku menyadari betapa parahnya kegemaran kalian itu. Sampai-sampai aku yang sarapan bersama Ellen Alodie tidak sampai lima menit juga menjadi bahan gosip."

"Itu wajar. Sebelumnya aku sudah bilang Ellen memang sudah menjadi bahan pembicaraan dan rebutan para lelaki lajang di sini. Lalu tiba-tiba dia sarapan dengan seorang lelaki yang terkenal dingin dan penyendiri. Semua orang pasti akan memperhatikan dan bertanya-tanya ada hubungan apa di antara mereka."

"Sayang sekali kami tidak bisa memberikan bahan gosip lain," kata Dennis malas lalu naik ke mobilnya. Langit mulai mendung. Dia harus bergegas atau kayu-kayunya tak bisa dijual karena basah diguyur hujan. "Maaf tidak bisa meladenimu lebih lama. Aku harus pergi."

His Eyes (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang