28

30.2K 4K 239
                                    

Rabu (21.06), 12 Juni 2019

Akhirnya ketemu lagi ^_^

------------------------------

Ellen setengah berlari saat melintasi halaman rumah keluarga Morris. Satu tangan mencengkeram tali tas sementara tangan yang lain menangkup mulut, menahan isak tangisnya yang memaksa keluar.

Tiba di luar gerbang, Ellen masih setengah berlari beberapa meter menuju mobil Henry yang tengah menanti. Tampak di sana Dennis sedang bersandar di badan mobil dengan kedua tangan terlipat di depan dada dan kepala tertunduk. Ujung sepatunya mengetuk-ngetuk aspal dengan tak sabar.

Mendengar langkah Ellen, buru-buru Dennis menegakkan tubuh. Keningnya berkerut saat pandangannya menyusuri wajah Ellen yang tampak jelas tengah menahan tangis.

"Hei, kenapa?" tanya Dennis khawatir begitu Ellen cukup dekat dengannya.

Tapi bukannya menjawab, tiba-tiba Ellen menjatuhkan tasnya ke aspal lalu tanpa diduga langsung mengalungkan lengannya di leher Dennis. Wajah wanita itu terbenam di sisi leher Dennis saat ia menumpahkan tangisnya hingga tubuhnya gemetar. Refleks Dennis membalas pelukan dengan kekhawatiran yang kian meningkat.

"Apa kau terluka?"

Ellen menggeleng, namun belum berhenti menangis. Dennis mulai lega tapi malah muncul semakin banyak dugaan dalam benaknya mengenai alasan tangis Ellen.

Henry yang melihat Dennis dan Ellen dari spion mobil buru-buru keluar. "Kenapa?"

Dennis menatap Henry lalu menggeleng, mengisyaratkan bahwa dirinya juga tidak tahu.

"Sebaiknya segera masuk ke mobil. Jangan sampai kita jadi bahan perhatian dan gosip," saran Henry sebelum kembali masuk ke dalam mobil lalu menyalakan mesin.

Dengan hati-hati Dennis melepaskan pelukan lalu menangkup pipi Ellen, menatap wajah wanita itu yang penuh air mata. "Kita bicara di dalam mobil."

Ellen mengangguk, membiarkan Dennis membawakan tasnya sekaligus merangkul pinggangnya ke dalam mobil.

Tak lama kemudian, mobil yang mereka tumpangi sudah melaju di jalanan. Tapi selama itu Ellen masih bungkam, memilih menyandarkan kepala di jendela mobil dengan pandangan mengarah ke luar.

Dennis yang duduk di sebelahnya sesekali mengawasi namun sama sekali tak mendesak Ellen untuk bercerita. Dia menunggu, memberi kesempatan Ellen menenangkan diri.

Kesunyian terus mengiringi perjalanan mereka sampai tiba di rumah Dennis. Setelah mobil berhenti di halaman bawah, Dennis membiarkan Ellen turun lebih dulu lalu menuju rumahnya. Sementara dirinya mengeluarkan tas Ellen dan menawarkan Henry untuk mampir.

"Aku langsung pulang saja. Aku sudah berjanji menemani Shirley berbelanja. Lagipula, kurasa Ellen ingin bercerita mengenai apa yang mengganggunya hanya padamu."

Dennis mengangguk lalu menyingkir membiarkan mobil Henry keluar halamannya. Begitu mobil itu jauh dari pandangan, barulah dia menapaki satu per satu tangga menuju halaman atas.

Tiba di beranda, tampak Ellen duduk di kursi kayu di sana. Sikunya bertumpu di atas lutut sementara wajahnya terbenam di telapak tangannya. Dia tampak begitu rapuh dan terluka sangat dalam.

Dennis mengerutkan kening, tak mengerti mengapa dadanya terasa sakit saat melihat Ellen seperti itu. Ini rasa sakit yang sama seperti yang dirasakannya saat melihat Aira bekerja keras di restoran atau di manapun dia mendapat pekerjaan. Saat itu Dennis selalu merasa sakit, sesak, dan ingin sekali merengkuh Aira ke dalam pelukan, menjanjikannya rasa aman. Tapi dirinya terlalu pengecut untuk menampakkan diri, malah hanya menunggu Aira mengenalinya duluan hingga akhirnya bocah sialan itu merebut perhatian Aira tanpa dirinya tahu.

His Eyes (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang