21

29.2K 3.6K 116
                                    

Rabu (07.31), 01 Mei 2019

Selalu terima kasih buat segala dukungannya. Ay love you All ♥♥♥

-------------------------

Henry mondar-mandir dengan gelisah di ruang tamu rumahnya. Dia ingin keluar dan melihat situasi. Tapi jika Ryno melihatnya, Henry khawatir lelaki itu akan menyadari bahwa semua rekayasa ini akibat ulahnya.

Menghela napas, Henry menjatuhkan diri di salah satu kursi ruang tamu. Pikirannya melayang kembali ke kejadian tadi pagi saat dirinya mengunjungi rumah Dennis.

Tidak seperti biasa, ada segerombolan orang di tepi jalan sekitar 200 meter dari rumah Dennis. Itu bukan jalan beraspal. Hanya tanah berumput yang becek setelah hujan. Karena itu jarang dilalui, hingga gerombolan orang di sana jelas menarik perhatian. Apalagi saat ini masih sangat pagi.

Henry melewati orang-orang itu lalu menepi untuk memarkir mobil. Dia keluar menghampiri orang-orang itu dan menanyai seseorang yang dikenalnya.

Betapa terkejutnya Henry setelah mengetahui bahwa ada jasad yang ditemukan di sana. Dan lebih terkejut lagi begitu tahu bahwa jasad itu adalah James Morris, ayah Ellen.

"Apa sudah ada yang menghubungi polisi?" tanya Henry sambil memperhatikan mayat James lebih seksama.

"Sudah."

"Ada yang menuju rumah keluarganya juga."

"Kalau begitu tetap pastikan tidak ada yang menyentuh jasadnya dan jangan merusak TKP hingga polisi datang." Lalu Henry menunjuk sekitar jasad yang harusnya diberi garis kuning agar warga tidak merusak bukti atau petunjuk yang mungkin tertinggal.

Jiwa polisi Henry tergelitik untuk turun tangan menyelidiki kasus ini. Tapi jelas ini bukan wewenangnya. Dia tidak boleh lagi ikut campur urusan kepolisian. Akhirnya Henry memilih berdiri dan berniat melanjutkan jalan menuju rumah Dennis. Tapi baru beberapa langkah, obrolan warga di sana menghentikan Henry.

"Menurutmu apa Dennis Anthony pelakunya? Dia kan pembunuh."

"Mungkin saja. Apalagi ini sangat dekat dengan rumahnya."

"Hei, dia tidak mungkin sebodoh itu membuang mayat korbannya di dekat rumah."

"Bisa saja dia lupa atau tidak sempat mengubur mayat James karena takut ketahuan."

"Apa karena Ellen? Kudengar Ellen dan Dennis menjalin hubungan asmara. Bisa saja James tidak setuju lalu menyinggung perasaan Dennis."

"Ya, aku juga berpikir begitu. Sangat kebetulan, kan? Ellen menjalin hubungan dengan lelaki yang terkenal sebagai pembunuh lalu beberapa hari kemudian Ayah Ellen meninggal."

Tanpa sadar jemari Henry mengepal mendengar obrolan itu. Segera dia mempercepat langkah menuju mobilnya.

Tadinya pikiran itu sempat melintas di benak Henry. Dia khawatir reputasi Dennis sebagai pembunuh berdarah membuatnya menjadi orang pertama yang dituduh sebagai tersangka.

Tapi Henry tidak berpikir bahwa tuduhannya akan sedetail ini. Bahkan orang-orang mulai berasumsi mengenai motif pembunuhan seolah Dennis telah divonis sebagai tersangka.

Hal itu membuat Henry geram sekaligus khawatir. Dengan perasaan gusar dia memarkir mobil di halaman rumah Dennis. Bukan sekedar di halaman bawah, melainkan langsung menghentikan mobilnya di depan rumah Dennis. Otak Henry berpacu, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan polisi jika mereka juga berpikir seperti warga.

Keluar dari mobil, Henry langsung menggedor pintu rumah Dennis. Butuh hampir lima menit agar Dennis membuka pintu karena lelaki itu masih tidur.

"Astaga, ada apa?" kesal Dennis begitu pintu terbuka dan dia melihat siapa yang datang. "Ini bahkan masih terlalu pagi untuk bertamu."

His Eyes (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang