25

30.3K 3.7K 254
                                    

Kamis (22.18), 23 Mei 2019

----------------------------

Dennis mondar-mandir di dalam ruang tahanannya. Dia memikirkan segala situasi, dan entah mengapa merasa khawatir. Bukan hanya mengenai fakta bahwa dalam sidang perdana kemarin dirinya kalah dan bisa dibilang terpojok, tapi juga memikirkan situasi Ellen yang seolah tengah berdiri di tali tipis. Sedikit saja salah langkah, maka wanita itu yang akan tergelincir jatuh ke dalam jurang kehancuran.

Seharusnya Ellen tidak perlu berbohong. Seharusnya wanita itu memilih mundur dan tidak terlibat. Kebohongan ini hanya seperti memperpanjang waktu dijebloskannya Dennis ke dalam penjara yang sebenarnya. Dan bisa saja menjadi bom waktu bagi Ellen sendiri jika ternyata ada cacat.

Langkah Dennis terhenti saat dia mendengar seseorang mendekat. Dia berbalik menghadap jeruji besi dan menunggu. Rupanya Ryno yang kemudian berdiri di balik jeruji besi dengan seringai puas di bibirnya.

"Sepertinya kau gelisah. Butuh teman untuk bercerita?" Ada nada mengejek dalam suara Ryno.

Dennis berjalan mendekati jeruji besi, membuat jaraknya dengan Ryno tak sampai satu meter. Sikap tubuhnya tampak santai. Raut wajahnya masih tampak dingin seperti biasa.

"Sebaliknya, kau terlihat senang. Seperti seorang bocah yang bangga kenakalannya tidak diketahui."

Ryno tergelak. "Masih berusaha melempar kesalahan padaku, rupanya. Padahal sekarang semua fakta sudah terungkap. Ellen hanya berusaha melindungimu dengan mengarang cerita palsu. Biar kutebak, pasti Henry si mantan polisi itu yang mengarahkan gerak-gerik dan perkataan Ellen demi melindungimu. Tapi sayang sekali, semua itu akan segera berakhir. Akan kupastikan kalian bertiga mendekam lama di penjara."

Dennis tak terpengaruh gertakan Ryno. Dia malah tersenyum licik, senyum yang sudah lama tidak Dennis tampakkan di bibirnya. Senyum seorang yang berkuasa.

"Aku prihatin karena sepertinya perjuanganmu untuk menghancurkan semua bukti akan berakhir sia-sia. Aku tahu kenapa kau begitu percaya diri bisa menjadikanku sebagai tersangka hanya dengan sedikit tindakan. Kau pikir aku hanya orang miskin yang tidak memiliki dukungan selain dari pensiunan polisi dan seorang wanita yang tengah berduka." Dennis terkekeh. "Tapi kau salah. Sepertinya sudah waktunya aku memanfaatkan kekuasaanku untuk membalik keadaan, sama sepertimu yang memanfaatkan kekuasaan demi bisa membuatku berakhir di sini."

Ryno mengerutkan kening, antara berpikir Dennis hanya membual dan sedikit waswas jika ternyata ada yang dirinya lewatkan dari seorang Dennis Anthony.

Tapi dia buru-buru mengubah ekspresi wajahnya, kembali tersenyum penuh kemenangan. "Silakan bermimpi sepuasmu. Bahkan meski benar kau memiliki kekuasaan seperti yang kau katakan, kau tetap tidak akan bisa menyelamatkan dirimu sendiri serta Ellen dan Henry. Oh, apa aku sudah bilang bahwa aku menemukan seseorang yang mengaku melihat James datang ke rumahmu untuk menjemput Ellen sore itu dan menghadiahkan sebuah pukulan keras yang menggores pipimu?" Ryno terbahak. "Sungguh, kalian adalah pemain drama yang sempurna. Sayang sekali tidak ada sutradara atau produser yang mengabadikan akting kalian."

Ketakutan Dennis menjadi nyata. Tapi lagi-lagi dengan lihai dia menyembunyikan dibalik raut dinginnya. "Benarkah? Kuharap kau memastikan dulu kebenaran cerita orang itu. Bisa-bisa bukannya membantumu, dia malah membuatmu yang dituduh mengarang cerita palsu."

Ryno tampak geli, "Terima kasih sarannya. Tapi jangan khawatir, aku sudah memastikan dengan teliti. Kalau begitu sampai jumpa lagi di sidang berikutnya dan akan kupastikan itu menjadi sidang terakhirmu sebelum dikirim ke rumah tahanan."

***

Malam sudah larut saat Henry dan David menelusuri tempat kejadian perkara, bergantung pada keberuntungan mungkin saja ada bukti yang tertinggal dan menunggu ditemukan. Sengaja mereka memilih waktu malam hari—meski mempersulit usaha mereka—untuk menghindari ada yang berusaha mencegah mereka atau mendahului menghancurkan bukti.

His Eyes (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang