33

30.9K 3.9K 117
                                    

Sabtu (22.03), 03 Agustus 2019

-------------------------

Rennie tersadar dengan kepala pening. Beberapa kali dia mengerjap untuk menjernihkan penglihatan.

Ruangan tempat Rennie berada sangat asing. Sempit dan nyaris tidak ada perabotan. Kursi kayu yang didudukinya terasa menyengat bokong, menunjukkan bahwa dia sudah cukup lama duduk di sana dengan kedua tangan terikat di belakang tubuh.

Astaga, terikat?!

Kesadaran itu membuat Rennie panik seketika. Dia merontak dan berniat teriak keras. Namun sesuatu yang terasa seperti lakban menutup mulutnya dengan kuat.

"Hmmphh...!"

Berkali-kali Rennie berseru tertahan seraya berusaha lepas dari kursi. Namun kedua tungkainya yang juga terikat di kaki kursi membuat gerakannya amat terbatas hingga yang bisa dilakukan Rennie hanya meronta-ronta panik.

BRAK!

Suara keras itu seiring dengan jatuhnya Rennie serta kursi yang didudukinya ke lantai. Dia mengerang dan kali ini air matanya mengalir membasahi pipi pucatnya.

Mungkin sekitar sepuluh menit Rennie menangis dalam posisi miring di lantai dengan tubuh terikat pada kursi kayu. Dia mulai lelah dengan tubuh terasa sakit. Tiba-tiba pintu yang berada sekitar lima meter di depannya terbuka, menampakkan sosok dua lelaki tegap bersetelan jas hitam.

"Apa kau sudah lebih tenang?"

Mata Rennie terbuka lebih lebar. Dia kembali meronta seraya berusaha berbicara. Namun yang terdengar hanya gumaman tertahan, "Hmmmpph!"

"Sepertinya dia butuh waktu lebih lama," sahut lelaki yang lain lalu dengan santainya menutup pintu kembali. Keduanya mengabaikan tangis tertahan Rennie, seolah tak ada sedikit pun rasa iba.

Rennie menangis semakin keras, masih dengan kondisi yang sama mengenaskannya. Otaknya mulai membayangkan perlakuan buruk apa yang kira-kira akan dialaminya di tangan para penculik itu. Dia bahkan membayangkan akan dijual menjadi pelacur atau dibunuh untuk dijual organ tubuhnya.

Beberapa menit berlalu, Rennie mulai tenang kembali. Kali ini dia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum dirinya berada di sini.

Kabar mengenai Ryno yang kecelakaan bersama Dennis tersebar cepat di kota kecil ini. Rennie mendengarnya saat sedang antri di kasir minimarket. Semua orang tengah membicarakan kecelakaan itu dan dugaan alur kejadiannya.

Usai membayar, Rennie buru-buru menghubungi Alfred untuk menanyakan kondisi Ryno. Penjelasan Alfred membuat Rennie amat khawatir sekaligus geram akan kelakuan orang asing yang dengan seenaknya menahan Ryno di klinik.

Sejujurnya, Rennie memang mencintai Ryno. Awalnya lelaki itu hanya pelampiasan kekecewaan Rennie terhadap James. Sementara Ryno juga menjadikan Rennie sebagai pelampiasan rasa kehilangannya atas istri dan anak yang begitu disayanginya.

Tapi lama-kelamaan, hati mereka mulai berubah. Mungkin karena kebersamaan mereka. Mungkin juga karena rasa pengertian satu sama lain. Rennie mulai mencintai Ryno dengan tulus dan begitu pula dengan Ryno yang selalu dengan gamblang mengungkapkan dan menunjukkan rasa cintanya.

Namun sebesar apapun cinta Rennie pada Ryno, dia tetap tidak bisa meninggalkan James. Jelas James akan kembali menggunakan ancamannya seperti biasa untuk menahan Rennie. Dan yang Rennie takutkan, jika mengetahu perselingkuhannya, bukan hanya ancaman yang dilontarkan James. Tapi lelaki itu akan benar-benar menyakiti keluarganya.

Tapi sejujurnya, bukan hanya itu yang menahan Rennie untuk tetap berada di samping James. Dia sudah mulai kecanduan akan kekayaan dan rasa hormat yang didapatnya sebagai istri James. Jika mengakui pengkhianatannya, maka jelas semua itu akan lenyap dari tangannya. Rennie tidak mau itu. Dan Ryno tampaknya juga mengerti meski memilih menutup mulut. Kadang hal ini yang membuat Rennie semakin cinta pada Ryno. Ryno mencintainya tanpa syarat dan tidak pernah banyak menuntut.

His Eyes (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang