30b

33.5K 4.3K 428
                                    

Sabtu (21.53), 29 Juni 2019

----------------------------

Xavier dan Sintha bergegas menuju klinik begitu lelaki paruh baya bernama Henry menjemput mereka di rumah Dennis. Mereka sama sekali tidak menaruh curiga pada Henry karena tadi pagi Dennis sempat memperkenalkan Henry saat dia mampir ke rumah Dennis.

Rasanya jantung Sintha akan lepas dari rongganya begitu mendapat kabar Dennis kecelakaan. Sementara itu Xavier bertindak sigap dengan menghubungi anak buahnya dan kantor polisi setempat.

Tiba di klinik, Xavier dan Sintha langsung meminta agar Dennis segera dipindahkan ke rumah sakit terdekat setelah mendapat pertolongan pertama. Dokter langsung menyetujui karena memang peralatan medis di sana tidak memadai.

"Semoga Kak Dennis baik-baik saja." Sintha terus mengulang kalimat itu bagai doa.

Bukan hanya benturan di kepala dan luka tembak di lengan Dennis yang dikhawatirkan Sintha. Tapi juga fakta bahwa Dennis tidak bisa langsung mendapat perawatan terbaik mengingat kota ini jauh dari rumah sakit. Dia takut jika Denni terlambat mendapat pertolongan maka-

"Kak Dennis akan baik-baik saja, kan?" Sintha menangis tertahan. Xavier yang masih menelepon langsung menariknya ke dalam pelukan tanpa memutus sambungan telepon.

"Orang-orangmu sudah datang? Cepat sekali." Henry tampak takjub melihat tim keamanan Xavier sudah tiba di klinik.

"Mereka datang bersama kami ke kota ini. Beberapa menunggu di penginapan luar kota dan sisanya menginap di penginapan dekat sini."

Henry hanya bisa menggeleng-geleng takjub lalu turut mendengarkan serangkaian instruksi yang diberikan Xavier pada anak buahnya. Beberapa orang dia tugaskan membawa Sintha, Dennis dan dokter yang akan menjaga kondisi Dennis selama perjalanan. Rencana dokter untuk menunggu helikopter medis dari rumah sakit luar kota dirasa Xavier membuang banyak waktu.

Sementara itu Xavier dan tim keamanannya yang lain tetap di sana untuk menyelesaikan masalah yang menimpa Dennis sebelum kecelakaan terjadi. Keterangan saksi dan luka tembak di lengan Dennis sudah cukup memberinya gambaran bagaimana kira-kira yang terjadi. Itu membuatnya langsung bertindak sigap dengan membiarkan Ryno tetap di klinik dengan dijaga tim keamanannya.

Beberapa saat setelah Dennis dibawa ke rumah sakit dengan mobil SUV besar yang digunakan anak buah Xavier, aparat dari kepolisian setempat datang dengan ekspresi marah. Henry sudah menceritakan garis besar masalah yang dihadapi Dennis di kota kecil itu pada Xavier agar lelaki itu tahu apa yang harus dia lakukan.

"Apa-apaan ini?!" seru salah seorang polisi bernama Alfred. Sepertinya dia wakil Ryno atau semacamnya.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Xavier enteng.

"Siapa yang memberimu kuasa menahan Kepala Polisi kami?" Alfred tampak sangat murka. "Bahkan kondisi Mr. Kirton jauh lebih buruk dari Dennis tapi dengan seenaknya kau membiarkannya tertahan di sini sementara Dennis dilarikan ke rumah sakit."

"Oh, saya minta maaf untuk itu. Saya hanya melakukan apa yang semestinya dilakukan pada seorang pelaku kriminal."

"Atas dasar apa kau menyebut kepala polisi kami pelaku kriminal?"

"Atas keterangan saksi, bukti bahwa dia memegang pistol sementara Dennis mengalami luka tembak, dan fakta bahwa dia sangat berambisi membuat Dennis di penjara."

"Kau tidak bisa menuduh seseorang hanya karena dugaan."

"Oh, kenapa tidak? Kalian saja nyaris membuat kakak iparku dipenjara hanya karena dugaan." Xavier tersenyum kecil meremehkan.

Jemari Alfred mengepal. "Kau melangkahi wewenang aparat polisi. Kau bisa dituntut karena ini."

"Silakan lakukan saja."

"Ini tugas kami. Kau tidak bisa seenaknya menahan seseorang di sini, tanpa persetujuan kami."

"Saya bisa. Dan sudah saya lakukan. Jika Anda keberatan, silakan langkahi tim keamanan saya. Masih untung kepala polisi itu diberikan perawatan dan bukannya saya tembak di tempat."

Seperti yang Xavier duga, para polisi itu tidak berani bertindak lebih jauh. Selain kalah jumlah dengan tim keamanan Xavier, mereka juga pasti bisa melihat kekuasaan yang seolah melekat pada seorang Xavierous Abraham. Mereka pasti tidak akan berani melangkah maju tanpa mencari tahu siapa Xavier dan cara menghadapinya.

"Apa yang Anda lakukan termasuk melanggar hukum. Anda akan dipenjara karena hal ini."

Lagi-lagi Xavier tersenyum mengejek. "Anda sudah mengatakan itu tadi. Sebaiknya tidak perlu banyak bicara dan lakukan saja. Tapi jangan sampai Anda merasa malu dengan seragam yang Anda kenakan begitu fakta sebenarnya terungkap. Bahwa kepala polisi yang berusaha Anda lindungi memang seorang pelaku kriminal. Oh, itupun kalau Anda punya urat malu."

Wajah orang itu merah padam mendengar hinaan terang-terangan Xavier. Apalagi itu dilakukan di depan umum, tepatnya di depan klinik dengan banyak penduduk yang penasaran. Sejak kecelakaan terjadi hingga Dennis dipindahkan ke rumah sakit, klinik dipadati penduduk yang selalu haus berita. Bersaing mencari banyak informasi untuk disebar kemudian.

"Oh, satu lagi. Berharap juga semoga si Ryno Kirton ini tidak terlibat dengan segala pembunuhan yang terjadi di kota ini. Karena kalau iya, semoga Anda masih cukup tebal muka untuk berhadapan dengan para penduduk."

Seketika kasak-kusuk pun terdengar. Orang-orang saling berbisik, bertanya satu sama lain apa maksud pernyataan Xavier. Mereka mulai mengkait-kaitkan banyak hal dan mencoba menggali apa kira-kira yang menjadi motif Ryno jika yang dikatakan Xavier benar adanya.

Alfred sadar jika lebih lama di sini, dia akan semakin dipermalukan. Tapi dia tidak bisa pergi begitu saja tanpa mengetahui siapa lelaki di depannya.

"Sebenarnya kau siapa dan mengapa ikut campur masalah di kota kami?"

"Aku Xavierous Abraham." Sengaja Xavier menyebutkan nama lengkapnya. "Dennis adalah kakak iparku. Tadi dini hari aku dan istriku datang untuk menjenguknya. Sudah lama kami tidak bertemu Dennis sejak Dennis meninggalkan D&D Corp., perusahannya, dan memilih tinggal menyendiri di kota kecil ini."

Tentu bukan tanpa alasan dia menyebut perusahaan Dennis. Biar orang-orang itu mencari tahu siapa sebenarnya orang yang selama ini hanya mereka anggap tukang kayu rendahan.

Begitu para polisi itu pergi, Henry memuji Xavier. Tanpa Xavier, mungkin dirinya tidak akan berkutik untuk mengungkap kebenaran.

"Oh, ngomong-ngomong di mana Ellen?" tanya Henry beberapa saat kemudian.

Kening Xavier berkerut. "Iya, aku juga baru mengingatnya. Bukankah dia pergi ke bersama Dennis?

Seketika tubuh Henry menegang karena pikiran buruk yang melintas dalam benaknya. "Jangan bilang bahwa Ryno hanya pengalih perhatian untuk memisahkan Dennis dan Ellen."

Xavier pun tampak menegang. Seketika dia mengerti apa yang dipikirkan Ryno. "Aku akan menyuruh beberapa orang untuk mencari Ellen. Kau bisa mengantar mereka."

---------------------------

Goodbye 2019 and Welcome 2020
Happy new year buat semua pembaca. Semoga kita bisa terus terikat sebagai keluarga melalui karya-karyaku. Love you all 😚

~~>> Aya Emily <<~~

His Eyes (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang