Satu

648 37 7
                                    

Bab I

          Matahari sudah setengah langit tingginya, tapi silaunya membuat semua orang memicingkan mata. Seorang anak perempuan sekitar 8 tahun menangis tersedu, "Ayah, Ayah jangan pergi. Ayah kerja di sini saja."

          Laki-laki yang dipanggil Ayah itu tersenyum sedih sambil menggendong anak perempuan lain yang berusia 1 tahun. Sang ayah memberikan anak di gendongannya pada seorang perempuan. Si anak tak mau melepaskan gendongan ayahnya, "Ikut Bunda dulu, ya!" kata sang ayah sambil memaksa anak dalam gendongannya agar mau melepaskan diri. Anak yang lebih besar menangis makin kencang saat sang ayah pergi sambil naik kendaraan kayu beroda tiga yang dikayuh oleh manusia di belakangnya. Makin lama tangis si anak yang lebih besar jadi makin kencang seiring menjauhnya sang ayah.

***

          Karin terbangun, degup jantungnya terdengar kencang bahkan tanpa alat bantu. Mimpi itu datang lagi. Setelah bertahun-tahun, dia mengalaminya lagi.

          - Joheun achim, Karina.

          Sebuah pesan teks tiba di ponsel pintar Karin. Dari Arjuna, kekasihnya.

          - Selamat pagi. Namaku Karin, bukan Karina.

          Tulis Karin menjawab pesan Arjuna, diakhiri emotikon senyuman.

          - Ibumu memanggilmu Karina.

          Arjuna menjawab protes. Karin terkekeh. Membayangkan jika Arjuna adalah orang Korea, maka panggilannya akan jadi "Juna-ya".

          - Rencana kita nanti malam, jadi, kan? Kamu menemani aku menjemput Mama di bandara?

          - Jadi. Jemput aku pukul tujuh sore, ya!

          - Oke.

          Arjuna adalah kekasih Karin, seorang mahasiswa doktoral di Seoul University, atau SeoulDae. Karin yang sudah lama tertarik dengan bahasa Indonesia menjadi seperti punya guru privat yang mengajarinya bahasa favoritnya itu.

          "Karin-a, bapmeogja!" - Karin, ayo makan! Suara Eomma menggelegar di seluruh penjuru rumah. Kali ini Karin tak dapat menahan diri untuk tidak terkikik. Panggilan khas orang Korea pada anaknya, panggilan ibunya padanya, panggilan Arjuna pada Karin, refleks membuat bibir merah muda Karin tersenyum.

          Eomma adalah ibu Karin, manajer rumah tangga dan koki terbaik. Walaupun bekerja di luar rumah, Eomma masih mampu mengasuh Karin tanpa suami. Kadang Halmeoni - nenek - datang ke Seoul dan membawa banyak lauk pauk, membantu Eomma sebelum akhirnya diusir pulang. Halmeoni masih punya restoran mi dingin yang buka dari pagi sampai petang. Datang ke Seoul membuat restoran itu harus tutup. Eomma tak mau disalahkan banyak orang yang kesulitan mencari makan siang karena restoran mi dingin Halmeoni tutup terlalu lama. Tapi Karin mengakui, ketika Halmeoni datang, Eomma lebih tenang dan lebih bahagia.

          "Karin-a, ayo turun!"

          "Ne, Eomma." - ya, Bu. Karin beranjak dari tempat tidur, mampir sebentar di meja riasnya untuk menyisir rambut dan sekadar membersihkan mata dari kotoran sisa mimpi semalam. Eomma cerewet tentang kebersihan. Menurut Eomma, perempuan harus bersih dan wangi. Karin tak setuju. Asalkan dia tak berbau busuk, itu sudah cukup menurutnya. Tak perlu keramas tiap hari, asalkan rambut tersisir rapi. Mandi? Ah, cukuplah mandi sebelum tidur. Terlu sering mandi membuat kulit jadi kering, apalagi dengan kelembapan Seoul yang sangat kurang, mandi hanya memperburuk kulit saja.

          "Aigoo, kamu tidak mandi lagi?" Eomma menggeleng-gelengkan kepala, tak paham apa yang ada di benak anak gadisnya ini.

          "Nanti malam saja," jawab Karin, "Oh iya, Eomma, nanti malam aku pulang terlambat."

          "We?" – kenapa, tanya Eomma.

          "Aku diajak Juna-ssi menjemput ibunya di Incheon," jawab Karin.

          "Kamu yakin mau bertemu ibunya Juna-ssi?" tanya Eomma lagi.

          "Gwaenchanhayo, Eomma." - Tidak apa-apa, Bu. Karin meyakinkan Eomma, mencoba mengurangi rasa khawatirnya.

          "Kamu yakin akan meneruskan hubunganmu dengan Juna-ssi? Menikah? Kamu yakin akan menikahinya? Kalian berbeda dalam segala hal. Budaya, adat, bahasa. Baik, kita keluarkan perbedaan bahasa. Kamu sudah mulai fasih berbahasa Indonesia, dan kalian bisa saja berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Tapi budaya? Adat kebiasaan? Kamu yakin, Karin?"

          Kalau Eomma sudah mulai memberi kuliah seperti ini, Karin akan diam dan mencoba fokus pada makanan di hadapannya. Menanggapi kalimat Eomma akan memperburuk suasana. Karin hanya tersenyum memandang Eomma seakan berucap, gwaen-chan-ha!

          "Eomma, aku ganti baju lalu berangkat ke kantor,ya," Karin pamit.

** bersambung  ke Dua **


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada 'ekor'

Eo dibaca O seperti pada 'ekor'

Eu dibaca E seperti pada 'elang'

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada 'a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum