Lima Puluh Lima

101 15 0
                                    

Dhayita tergopoh-gopoh datang ke Balai Agung. Wajahnya memancarkan aura ketakutan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri seakan mencari sesuatu. Putera Baginda meminta izin meninggalkan Balai Agung demi netralnya persidangan. Baginda Raja mengizinkannya, bagaimana pun juga, Dhayita telah menjadi istri Putera Baginda selama sembilan belas tahun.

"Dhayita, aku telah menanyai Darji, abangmu, dia terlibat dalam hilangnya Derta Abang Darmawan. Aku bertanya padamu, sampai mana keterlibatanmu dalam kasus ini?" tanya Baginda Raja dengan tegas.

"Saya tidak tahu apa-apa, Baginda. Saya tidak tahu apa-apa," bela Dhayita.

"Bagaimana dengan peran sebagai otak penculikan? Kamu yang memerintah abangmu untuk menyingkirkan Derta Abang Darmawan dan menjadikan Derta Abang Budiman sebagai yuwaraja. Agar kamu bisa menjadi dhayita," kata Baginda Raja.

"Ampun, Baginda. Saya tidak tahu apa-apa. Saya hanya melaksanakan yang diperintahkan abang saya. Dia berkata saya harus jadi dhayita, saya melakukannya," kata Dhayita lagi.

Karin terperangah akan pengakuan Dhayita. Bisa-bisanya dia mengkhianati abangnya sendiri, padahal dialah yang menyuruh abangnya melakukan semua kejahatan itu.

"Bawa Darji ke mari!" perintah Baginda Raja.

Pengawal membawa Abang Mulia Darji ke hadapan Baginda Raja. Dhayita memandang abangnya dengan wajah ngeri dan takut. Ia sering sekali menggelengkan kepalanya.

"Darji, Dhayita bilang bahwa dia tak tahu apa-apa tentang hilangnya Derta Abang Darmawan. Semua itu dilakukan olehmu dan dia hanya melakukan apa yang kau perintahkan," kata Baginda Raja.

Darji terkejut dan memandang Dhayita lekat-lekat. Dhayita menundukkan kepalanya.

"Tidak mungkin, Baginda," kata Darji membela diri. "Dhayita, bagaimana Anda bisa melakukan ini padaku?" lanjutnya pada Dhayita.

"Itu memang benar, kan? Abang yang menyuruhku menikahi Putera Baginda," balas Dhayita.

"Dhayita, Anda tega padaku?" kata Darji. "Tidak, Baginda. Saya melakukan ini semua atas permintaan Dhayita. Dia sangat mencintai Putera Baginda, namun Putera Baginda sudah menikah. Satu-satunya cara untuk merebut Putera Baginda adalah dengan menjadikannya yuwaraja. Artinya Derta Abang Darmawan harus pergi. Saya melakukannya untuk adik saya yang sangat ingin menjadi dhayita dari Putera Baginda," kata Darji mengaku.

Baginda Raja terhenyak. Hanya karena alasan itu, ia harus kehilangan anak pertamanya. Hanya karena alasan itu, keluarga anak keluarga tercerai berai. Baginda Raja naik pitam. Wajahnya memerah.

"Kurung Dhayita dan Darji di dalam penjara!" titah Baginda Raja.

Para menteri yang menyaksikan kejadian ini tertunduk. Mereka tak menyangka seorang Dhayita yang di mata mereka lemah lembut, bisa berpikiran sejahat itu. Tatapan para menteri tertuju pada Karin, salah satu korban kejadian ini.

"Tunggu!" kata Baginda Raja menghentikan pengawal yang membawa Dhayita dan Darji ke penjara, "Darji, di mana Darmawan sekarang?" lanjjt Baginda Raja bertanya.

"Saya tidak tahu, Baginda. Kami mengejarnya selama empat hari, namun akhirnya kehilangan beliau. Saya berhenti mengejar beliau setelah Putera Baginda dilantik menjadi yuwaraja dan menikah dengan adik saya," jawab Darji.

"Bagaimana dengan bayi yang digendong Paman Darmawan? Kemana dia?" tanya Karin. Selama ini ia berusaha tidak ikut bertanya, walau hatinya sakit. Tapi ia harus tahu yang sebenarnya. Kenapa dia dibesarkan sendirian padahal ia punya adik perempuan.

"Saya juga tidak tahu, Dyah Ayu. Derta Abang membawanya ke mana-mana," jawab Darji.

Karin lemas mendengarnya. Kakinya nyaris tak dapat menopang tubuhnya. Arjuna di belakang Karin dan memeganginya, mencegahnya agar tak jatuh.

"Sidang dibubarkan, silakan kembali ke pos masing-masing," titah Baginda Raja.

Baginda Raja pun berdiri dan berjalan menuju pintu keluar. Karin segera mengikutinya dari belakang setelah sadar bahwa ayahnya tidak ada di ruangan itu. Betapa terkejutnya Karin melihat ayahnya ada di dekat pintu keluar. Wajahnya terlihat sedih dan tak berdaya. Karin segera memeluk ayahnya, dan memapahnya kembali ke Istana Agung.

Di dalam istana, Permaisuri telah menunggu mereka. Ia telah mengetahui peristiwa di Balai Agung. Permasuri segera memeluk Putera Baginda yang kemudian menangis tersedu-sedu.

"Menangislah, Anakku. Menangislah yang kencang. Sembilan belas tahun hidupmu dipermainkan olehnya, kamu boleh menangis," kata Permaisuri sambil menepuk-nepuk punggung Putera Baginda.

Karin menyingkir mendekati tembok, diikuti oleh Arjuna. Ia lalu memeluk erat Arjuna dan kemudian menangis seperti ayahnya. Sudah banyak kejadian terjadi, dan Karin tak pernah sekali pun mempertanyakan kenapa takdirnya demikian. Namun hari ini, untuk pertama kalinya Karin bertanya pada Tuhan, mempertanyakan mengapa Tuhan mempermainkan nasibnya seperti ini.

"Tuhan punya rencana untukmu dan keluargamu. Rencana Tuhan adalah rencana yang sempurna. Yang harus kamu lakukan hanyalah mengikuti rencana-Nya. Kuatlah, Karin," bisik Arjuna seraya memegang tangan Karin.


**Akhir dari Bab 11, bersambung ke Bab 12 dengan bagian Lima Puluh Enam**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinWhere stories live. Discover now