Dua Belas

110 16 0
                                    

          Cahaya remang-remang itu berasal dari lampu minyak yang menempel di dinding kayu. Seorang anak kecil berusia 8 tahun berjalan dengan sandal jepit di dalam rumahnya yang berlantaikan tanah. Ia ingin ke kamar mandi namun tak berani. Kamar mandi terletak di luar rumah, ia harus membangunkan ibunya dan minta diantar ke sana. Sebelum ia masuk kamar orang tuanya, sayup didengarnya sepasang suara berdebat. "Tak bisakah kamu menolaknya, Bang? Haruskah kamu berangkat? Bagaimana dengan kami?". Laki-laki yang dipanggil Abang menjawab, "ini juga demi kita, dik. Jika aku tak pergi ke sana, mereka akan terus mengejar kita. Entah sampai kapan kita hidup dengan bersembunyi seperti ini. Aku harus menyelesaikannya. Harus!". Mendengar percakapan orang tuanya, anak perempuan itu dihinggapi firasat buruk. Keluarganya akan tercerai berai, dan dia akan kehilangan orang yang dia sayangi.

          Karin terbangun dari tidurnya. Keringat dingin membasahi tubuh Karin. Setengah pusing dan dengan degup jantung yang masih sangat keras, Karin berusaha meraih segelas air putih di atas nakas di samping tempat tidurnya.

          Beker di kamar Karin menunjukkan pukul empat pagi. Terlalu pagi untuk bangun, apalagi Karin baru mulai tidur jam satu pagi. Tiga jam tidur untuknya serasa belum cukup untuk mengembalikan energinya. Karin kembali mencoba memejamkan mata, tapi matanya tak mau diajak bekerja sama.

          Alarm di ponsel pintar Karin bersuara kencang pada pukul enam pagi. Ah, dua jam mencoba bersahabat dengan bantal yang tak ada gunanya. Sejak pukul empat tadi, Karin tak dapat memejamkan mata lagi. Sekarang dia harus bangun dan bersiap berangkat kerja.

          "Karin-a, ireonaja!" – Karin, ayo bangun! teriak Eomma dari luar kamar Karin.

          "Ne, Eomma," lirih Karin.

          "Kamu harus mandi sebelum sarapan! Kemarin kamu tidak mandi sama sekali," teriak Eomma lagi.

          "Ne, arasseoyo," – ya, baiklah, jawab Karin lesu.

          Ponsel pintar Karin berdering, Arjuna memanggil.

          "Yeoboseyo," – halo, Karin mengangkat teleponnya.

          "Karin-a, gwaenchanha?" – Karin, kamu baik-baik saja? tanya Arjuna di seberang setelah mendengar suara lesu Karin.

          "Ne, gwaenchanhayo," – ya, aku baik-baik saja, jawab Karin.

          "Kenapa suaramu?" tanya Arjuna lagi.

          "Aku tidur jam satu dan terbangun jam empat lalu tak bisa tidur lagi. Argh!" pekik Karin.

          "Kenapa, Sayang?" tanya Arjuna lembut.

          "Mollayo – Entahlah. Sepertinya aku bermimpi buruk. Diingat-ingat lagi, sepertinya aku pernah bermimpi seperti itu sebelumnya. Atau, mungkin pernah mengalaminya," gerutu Karin.

          "Hahaha, mungkin cuma mimpi buruk, Karin. Atau kamu ingin absen hari ini? Jalan-jalan bersamaku?" tawar Arjuna.

          "Andwaeyo – jangan. Ada abeonim, eomeonim, dan Tara yang harus Juna-ssi temani hari ini. Aku tidak apa-apa. Aku akan mandi, sarapan, lalu berangkat ke kantor," tolak Karin. Abeonim dan eomeonim yang dimaksud Karin adalah ayah dan ibu Arjuna.

          "Baiklah. Tapi kalau ada apa-apa, kamu harus menghubungiku, ya!" perintah Arjuna.

          "Ne, arasseoyo," – ya, siap, jawab Karin, kemudian dia menutup telepon dan bergegas ke kamar mandi.

          Eomma sudah siap di meja makan ketika Karin bergabung dengannya. Tidak ada yang bisa mengalahkan kelezatan sarapan buatan Eomma. Nasi putih hangat, kimchi jigae, telur dadar, dan japchae, menu sederhana namun kaya rasa. Karin suka makanan Korea, terutama jika itu Eomma yang memasaknya.

          Setelah menyelesaikan sarapannya, Karin bergegas berangkat ke kantor. Ia biasa naik bus ke kantornya. Ia harus berjalan menuju halte terdekat, lalu menunggu bus di sana. Namun ketika Karin keluar dari gerbang, sebuah mobil yang dikenalnya diparkir di dekat rumah Karin.

          "Karin-a, ayo naik. Aku antar kamu ke kantor," Park Minjae menjulurkan kepalanya lewat jendela pengemudi.

          "Minjae Seonbae?" tebak Karin.

         "Iya, kamu pikir siapa? Ayo lekas naik, kita akan terlambat. Lalu lintas sebentar lagi macet," perintah Park Minjae.


**Bersambung ke Tiga Belas**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada 'ekor'

Eo dibaca O seperti pada 'ekor'

Eu dibaca E seperti pada 'elang'

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada 'a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang