Empat Belas

106 13 0
                                    

          "Eomma," Karin meraih tangan Eomma dan menggenggamnya, "aku tahu Eomma berat untuk melakukan ini. Menceritakannya kepadaku sama dengan mengulang luka lama. Tapi, Eomma, tidak adil buatku jika aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang masa laluku."

          "Kamu sama sekali tidak ingat apa yang terjadi sembilan belas tahun yang lalu?" tanya Eomma.

          "Sama sekali tidak ingat," Karin menggeleng.

          Sekali lagi Eomma menghela napas panjang, seakan mengumpulkan kekuatan. Karin menunggu dengan sabar, mencoba memahami bahwa membuka luka lama tak semudah yang dikira.

          "Sampai sembilan belas tahun yang lalu," Eomma mulai bercerita, "kita adalah keluarga utuh yang bahagia. Walaupun kita hidup dalam keadaan susah, kita bahagia. Meskipun aku dan ayahmu tak bisa membelikan mainan terbaik, dan pakaian-pakaianmu adalah pakaian bekas, kamu tumbuh dengan sehat dan cerita. Sampai ketika surat itu tiba. Surat yang memerintahkan ayahmu untuk pulang ke negerinya."

          Eomma terisak. Seakan sebuah benda berat menekan dadanya, Eomma nyaris kesulitan bernapas. Karin menggenggam erat tangan Eomma. Mengusapnya.

          Seorang pelayan datang mengantarkan makanan dan minuman pesanan Karin dan Eomma. Fish 'n chips dan jus melon pesanan Karin, toast dan black tea untuk Eomma. Kesempatan ini digunakan Eomma untuk melepaskan tanggannya dari genggaman Karin. Eomma kembali memandang ke luar jendela, ke arah jalan raya.

          "Eomma, masih sanggup melanjutkan cerita ini?" tanya Karin.

          "Kalau aku bilang aku sudah tak sanggup, apa yang akan kamu lakukan?" Eomma balik bertanya.

          "Yang pasti aku akan kecewa karena tak bisa mendengar kisah masa laluku hari ini juga. Tapi, aku juga tak bisa egois dengan memaksa Eomma membuka semua luka sekaligus jika memang Eomma belum siap," jawab Karin. "Kita nikmati saja dulu hidangan di hadapan kita, Eomma. Setelah perut kita kenyang, kita putuskan mau lanjut atau tidak," saran Karin.

          Eomma kembali memandang Karin yang telah lebih dulu mengambil pisau dan garpu. Eomma pun mengikuti Karin, mengambil pisau dan garpu serta menikmati hidangannya. Pelan. Karin memandang Eomma, tak terlihat tanda ingin makan. Ya, saat ini Eomma makan hanya karena sudah terlanjur memesan makanan, bukan karena ingin.

          "Eomma, na mianhaeyo," – Eomma, aku minta maaf, kata Karin perlahan.

          "Hari ini kamu sering sekali minta maaf," kata Eomma menertawakan Karin. "Jangan terus-terusan minta maaf, nanti aku makin merasa bersalah," lanjut Eomma.

          "Mianhaeyo," kata Karin refleks.

          "Lagi?" goda Eomma.

          "Ah, mian.. ah, maksudku.." Karin tak dapat menemukan kata-kata untuk melanjutkan percakapan. Eomma tertawa geli. Karin jadi tersenyum melihat tawa Eomma.

          "Eomma cantik jika tertawa," puji Karin.

          "Aku cantik mau apapun juga," balas Eomma. "Kamu cantik karena kamu anakku," Eomma memuji diri sendiri. Karin tergelak mendengarnya. Eomma sudah kembali jadi dirinya sendiri. Eomma yang Karin kenal adalah orang yang selalu menganggap dirinya adalah yang terbaik. Dan mengajarkan Karin juga berpikir demikian. Sehingga Eomma dan Karin selalu berjalan dengan percaya diri dan perasaan mampu melawan semua tantangan kehidupan.

          "Injeong!" – aku mengakuinya! kata Karin tertawa.

          Mereka kembali melanjutkan menghabiskan makanan di hadapan mereka. Kadang ada pembahasan kecil tentang rasa menu yang mereka pilih. Ada juga percakapan tentang bagaimana kira-kira rasa menu yang lain, dan keinginan untuk mencoba semua menu di kafe ini.

          "Eomma, di depan kantorku ada kafe yang sandwich-nya enak sekali. Eomma harus coba kapan-kapan!" saran Karin.

          "Jeongmal? – sungguh? Wah, aku harus coba," seru Eomma antusias. "Ah, kantormu jauh sekali dari sini," lanjut Eomma lesu.

          "Gwaenchanhayo. - jangan khawatir. Nanti kita minta Juna-ssi menjemput Eomma. Kita makan bertiga di sana," saran Karin lagi.

          "Ah, kamu benar. Itu gunanya punya anak laki-laki," kata Eomma tertawa.

**Bersambung ke Lima Belas**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada 'ekor'

Eo dibaca O seperti pada 'ekor'

Eu dibaca E seperti pada 'elang'

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada 'a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap


Rahasia Baek KarinWhere stories live. Discover now