Empat Puluh Dua

86 15 0
                                    

Budak? Nobi? Slave? pikir Karin bingung akan pujian Arjuna. Tadinya ia hampir cemburu saat Arjuna memanggil Dita dengan sebutan gadis. Ia tahu itu adalah pujian di Indonesia. Tapi Ketika mendengar kata "budak", Karin jadi bingung alih-alih cemburu.

"Dita tahu SeoulDae?" tanya Karin mencoba tak lagi jadi patung.

"Wua, ayuk-e bise basa Indonesia, ok?" – si kakak ternyata bisa berbahasa Indonesia, ya? kata Dita dengan norak. Karin makin bingung. Dita tak berbahasa Indonesia.

"Ayuk ni bise basa Indonesia, kan lah diajar kek Abang. Tapi nya dak bise basa Bangka. Jadi, jangan diajak bebasa Bangka, ok!" – Kakak ini bisa berbahasa Indonesia, kan sudah diajari oleh Abang. Tapi dia tidak bisa berbahasa Bangka. Jadi, jangan diajak bicara dengan bahasa Bangka, ya! jelas Arjuna.

"Aok, lah. Maaf, Yuk, ok," – Oke lah. Maaf, ya, Kak, kata Dita. "Eh, Maaf, ya, Yuk. Dita dak maksud biar Ayuk dak paham. Dita cumen lah biasa, anu, sudah terbiasa. Jadi dak sengaja," kata Dita lagi. Karin paham walau tak mengerti, jadi ia mengangguk tersenyum.

"Sini, barang-barang Arjuna diletakkan di kamar Adit saja. Karin tidur di kamar Dita, dak apa-apa, kan? Arjuna tidur di kamar Adit," kata Tante Yaya.

"Iya, dak masalah, Tante," jawab Arjuna, "Karin-a, tidur di kamar Dita, ya" kata Arjuna pada Karin. Oke, kami belum menikah karenanya tak boleh tinggal di kamar yang sama, pikir Karin.

"Nama Nak Karin, siapa?" tanya Tante Yaya.

"Baek Ka-rin, Tante," jawab Karin.

"Namanya pendek, ya?" kata Tante Yaya heran.

"Nama di Korea kan memang pendek-pendek, Tante. Biasanya cuma tiga suku kata. Satu nama keluarga, dua nama dia sendiri. Malah ada teman saya, namanya cuma dua suku kata," jelas Arjuna.

"Pendek sekali," kata Tante Yaya tertawa. Karin ikut tersenyum.

"Nama Dita, siapa, Tante?" Karin mencoba bertanya.

"Andita Isnaini Saraswati, soalnya dia anak kedua, makanya diberi nama Isnaini," jelas Tante Yaya. Karin mengangguk walau tak paham apa hubungan kata "isnaini" dengan "anak kedua".

"Abangnya Dita, si Adit, sekarang di mana, Tante?" tanya Arjuna.

"Kuliah di UI. Lah hampir lulus, lah," jawab Tante Yaya. "Ini kamar Dita. Agak berantakan. Anaknya pemalas, dak suka bersih-bersih," lanjut Tante Yaya.

"Tidak apa-apa, Tante. Kamar saya juga tidak rapi," jawab Karin.

"Dita, Yuk Karin di kamar ikak," teriak Tante Yaya memanggil Dita. Tak lama Dita muncul dari dapur dengan dua gelas minuman.

"Ku tengah ambik minum di dapuk, sek," – aku sedang mengambil minuman di dapur, kata Dita ketus. Tante Yaya memukul ringan bahu Dita, seperti ingin berkata "kalau orang tua bicara, jangan dibalas!".

Karin sedikit demi sedikit memahami bahasa yang dipakai Dita. Mirip dengan bahasa Indonesia hanya beda di pengucapan saja. Sekarang Karin memahami kesulitan Arjuna saat Karin mengajaknya bertemu dengan keluarga Halmeoni di kampung. Arjuna meemang fasih bahasa Korea tapi pasti tetap kesulitan memahami ucapan dengan dialek kampung, seperti yang dialami Karin sekarang.

"Ayo, Yuk, masuk kamar Dita," ajak Dita. Karin mengikuti Dita sambil membawa kopernya.

Karin memilih pojok kamar Dita yang kosong sebagai tempat meletakkan koper. Ia pun membuka kopernya dan mengeluarkan beberapa helai pakaian dan perlengkapan kosmetiknya.

"Yuk, Ayuk ngape ke sini?" tanya Dita.

"Ha?" kata Karin bingung.

"Sori, sori, Ayuk kenapa ke sini? Ngapain? Ada rencana apa? Dak mungkin cuma jalan-jalan, ok? Di sini dak banyak yang bisa dilihat," kata Dita.

"Oh, aku mencari ayahku," jawab Karin.

"Mencari ayah? Di mana ayahe, Yuk?" tanya Dita lagi, "ayahnya Ayuk di mana?" sambung Dita.

"Aku tidak tahu. Makanya aku ke sini mencari ayahku, ditemani Juna-ssi," jawab Karin.

"Dak ada petunjuk apa gitu? Belinyu ni luas, Yuk," ujar Dita.

"Pulau Puteri. Kata Juna-ssi itu gambar pulau Puteri. Ayahku pernah mengirimiku kartu pos, dan itu gambar pulau Puteri," terang Karin.

"Waduh, pulau Puteri itu angker, Yuk. Banyak cerita seram," kata Dita.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar Dita. Sesosok kepala muncul dari luar. Arjuna sedang berdiri di sana.

"Karin, Dita, ayo makan siang dulu!" katanya memanggil dua perempuan itu.


**Bersambung ke Empat Puluh Tiga**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang