Tiga Puluh Sembilan

89 11 0
                                    

"Kak, coba lihat apa yang Ayah bawa?" seorang laki-laki dewasa menyodorkan sebuah bungkusan kepada seorang anak perempuan berusia delapan tahun. Anak itu mengambil bungkusan yang disodorkan ayahnya dengan riang.

"Apa ini, Yah?" tanyanya ceria.

"Buka saja dulu!" kata ayahnya.

Anak perempuan itu membuka bungkusan itu. Dilihatnya sebuah boneka miniatur perempuan yang biasa dipanggil "berbi". Walau tahu harga boneka ini tak mahal karena bukan merk ternama itu, anak perempuan tersebut merasa senang sekali.

"Hore, Kakak punya berbi," teriaknya kencang. Kemudian adiknya yang sedang di pangkuan ibunya bertepuk tangan ikut gembira, walau mungkin bayi itu tak paham apa penyebab kegembiraan kakaknya.

***

Karin terjaga. Dia tak menyangka akan mengalami mimpi lagi setelah mimpinya di pesawat. Hari bahkan belum berganti.

Langit masih gelap. Jam digital di ponsel pinjaman Rovil menunjukkan angka 04.10. Ah, sudah jam enam di Korea, pantas aku terbangun, pikir Karin. Ia beranjak turun dari tempat tidur dengan hati-hati, karena tak ingin membangunkan Arjuna.

"Karin sudah bangun?" tanya Arjuna yang baru saja membuka mata.

"Aku membangunkan Juna-ssi? Mianhaeyo," – maaf, kata Karin.

"Ani, tidak, jam berapa sekarang?" tanya Arjuna lagi.

"Empat, jam enam di Korea," jawab Karin.

"Oh, pantas," kata Arjuna lagi. Kali ini ia beranjak keluar dari selimut.

"Juna-ssi, aku bermimpi lagi," kata Karin.

"Oh ya? Mimpi apa sekarang?" tanya Arjuna.

"Anak perempuan yang diberi hadiah boneka, semacam barbie, tapi bukan asli," kata Karin.

"Seperti yang ada di kamarmu? Yang di atas lemari buku di pojok kamar itu? Sepertinya itu satu-satunya boneka yang kamu miliki," kata Arjuna. Karin terkejut. Sebelumnya tak terpikit jika boneka itu mirip boneka miliknya. Sekarang sepertinya semua jelas. Ya, itu boneka yang sangat mirip.

"Juna-ssi benar. Boneka dalam mimpiku sangat mirip dengan boneka yang kumiliki. Hanya lebih baru saja," balas Karin.

"Iya, boneka milikmu kan sudah belasan tahun usainya," kata Arjuna lagi.

"Juna-ssi, bagaimana kalau itu bukan mimpi? Bagaimana kalau anak perempuan itu adalah aku? Bagaimana kalau itu memang ingatanku? Berarti laki-laki dalam mimpiku itu adalah Abeoji?" kata Karin.

"Ada perempuan dewasa di mimpimu? Apakah dia mirip dengan Jangmonim?" tanya Arjuna.

"Mollayo, aku tidak ingat wajah perempuan di mimpiku. Hanya saja, aku tahu dia dipanggil 'bunda'," jawab Karin.

"Dan kamu memanggil laki-laki dewasa di sana dengan kaya 'ayah'? tanya Arjuna.

"Bagaimana Juna-ssi bisa tahu?" tanya Karin heran.

"Itu panggilan lazim anak-anak di Indonesia. Yah, beberapa memanggil orang tuanya dengan panggilan lain, tetapi lazimnya adalah 'ayah dan bunda'," jelas Arjuna. "Apalagi yang kamu ingat dari mimpimu?" tanya Arjuna lagi.

"Anak perempuan itu, yang kupikir itu aku, memanggil dirinya 'kakak', dan dia punya adik yang masih bayi," kata Karin.

"Karin, apakah kamu punya saudara kandung?" tanya Arjuna.

"Setahuku tidak. Memangnya kenapa?" kata Karin.

"Ah, tidak apa-apa," kata Arjuna, "kalau tidak ingin tidur lagi, sebaiknya kita bersiap. Kita sarapan jam enam, lalu ke bandara untuk terbang jam delapan," lanjut Arjuna. Karin menggangguk dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Arjuna benar, udara Indonesia sangat lembap sehingga tak akan nyaman bila tak mandi pagi.

***

Restoran masih sepi. Selain Karin dan Arjuna, hanya ada dua pasangan lain yang turun untuk sarapan pukul enam pagi. Mereka sarapan sedikit terburu-buru karena masih harus melakukan check in di bandara. Pukul setengah tujuh pagi, Karin dan Arjuna sudah berada di taksi menuju bandara Soekarno-Hatta.

Pukul tujuh kurang lima menit, Arjuna sudahselesai check in dan memasukkan semua barang ke dalam bagasi pesawat. Merekapun menuju ke ruang tunggu boarding A2 di terminal 1. Ada perasaan gembirasekaligus gelisah dalam diri Karin. Dia akan segera bertemu dengan ayahnya. Walaudia juga tak yakin, bagaimana cara menemukan ayahnya ini. Tak apa, selamaArjuna masih di sampingnya, ini adalah sebuah petualangan.


**Bersambung ke Empat Puluh**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinWhere stories live. Discover now