Enam

138 20 2
                                    

Bab II

          Karin dan Arjuna telah sampai di Bandar Udara Internasional Incheon. Mereka lalu menunggu di pintu kedatangan. Pesawat yang membawa keluarga Arjuna dijadwalkan akan turun satu jam lagi.

          "Gugup?" tanya Arjuna sambil memandang Karin dengan penuh perhatian.

          "Jogeum," – sedikit, jawab Karin tersenyum tipis sambil menunjukkan ibu jari dan telunjuk yang disatukan.

           "Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja, kok," kata Arjuna menenangkan Karin. Diusapnya bahu Karin seakan ingin mentransfer energi ketenangan. Karin tersenyum. Ia merasakan energi ketenangan itu mengalir dalam dirinya setelah Arjuna mengusap bahunya. Ketenangan karena perasaan ditemani. Arjuna ada di pihaknya.

          Pesawat yang membawa keluarga Arjuna telah mendarat. Tak lama kemudian, mereka muncul dari pintu kedatangan. Arjuna dan Karin yang telah menunggu segera menghampiri mereka.

          "Mama!" teriak Arjuna seraya melambaikan tangan ke atas.

          Ibu Arjuna menoleh dan balas melambai, demikian pula lelaki di sebelahnya serta perempuan muda di belakang mereka. Arjuna segera mencium tangan ibunya, lalu memeluknya. Kemudian dia berpindah pada sang ayah. Dia juga mencium tangan ayahnya dan memeluknya. Perempuan muda di belakang, maju untuk mencium tangan Arjuna, Arjuna juga memeluk perempuan itu. Karin dengan sabar menunggu pertemuan keluarga itu selesai.

          "Mama, Papa, ini Karin, yang sering Juna ceritakan," Arjuna memperkenalkan Karin pada ayah dan ibunya.

          "Ini ayahku," kata Arjuna memperkenalkan ayahnya pada Karin.

          "Annyeonghaseyo, Abeonim," sapa Karin.

          "Apa? Abot men?" tanya ayah Arjuna bingung.

          Arjuna tergelak mendengar perkataan ayahnya, "abeonim, Pa. Abeonim itu panggilan untuk ayah, tapi yang bukan ayah kita," jelas Arjuna.

          "Oalah, Papa kira 'abot men'," kata ayah Arjuna ikut tertawa. Abot adalah bahasa Jawa yang berarti berat, men berarti sangat, abot men kira-kira berarti "sangat berat". Karin mencoba ikut tertawa walau tak paham candaan mereka. Juna-ssi, tolong aku, batin Karin.

          "Panggil 'om' saja, ya," pinta ayah Arjuna segera setelah sadar kalau Karin terasingkan karena bahasa.

          Om? Paman? Ah, ahjussi, Karin kembali bicara dalam hati. Oh, jadi di Indonesia, panggilan untuk ayah teman itu "ahjussi", berarti ibunya dipanggil "ahjumma". Hm, apa ya ahjumma dalam bahasa Indonesia? Ah iya, "tante". Karin merasa bangga telah memecahkan kuis ini sendiri tanpa bantuan Arjuna. Ia tersenyum dalam hati.

          "Annyeonghaseyo, Tante. Karin-inmida," – selamat malam, Tante. Saya Karin, kata Karin memperkenalkan diri pada ibu Arjuna seraya menjulurkan tangan untuk berjabat.

          Ibu Arjuna membalas jabat tangan Karin. Ekspresi wajahnya tak terbaca. Karin sempat gugup dibuatnya. Arjuna memandang Karin dengan bangga.

          "Ini adikku, Tara. Dia sekarang sedang kuliah di Universitas Tokyo," Arjuna memperkenalkan adiknya. "Dia masih muda, masih 20 tahun. Yah, 21 tahun usia orang Korea," lanjut Arjuna. Di Korea, saat bayi dilahirkan usianya adalah 1 tahun. Karin sekarang 28 tahun, tapi di usia internasional, dia masih 27 tahun.

          "Annyeonghaseyo, Tara-ssi," kata Karin menjabat tangan Tara.

          "Konnichiwa, bicaranya santai saja, Kak. Tara masih kecil, kok," jawab Tara. Konnichiwa kurang lebih berarti sama dengan annyeonghaseyo.

          "Ah, baik," kata Karin sedikit canggung, "Tara kuliah di Todai? Hebat sekali. Juna-ssi kuliah di Seouldae dan adiknya kuliah di Todai. Kalian keluarga hebat," lanjut Karin memuji. Todai adalah kependekan dari Tokyo Daigaku atau Universitas Tokyo, atau yang lebih dikenal dengan The University of Tokyo (UTokyo), dan Seouldae adalah kependekan dari Seoul Daehakgyo atau Universitas Seoul, atau yang lebih dikenal dengan Seoul National University (SNU). Keduanya adalah universitas terbaik di negara masing-masing.

          "Kak Karin kan juga lulusan Seouldae? Tara dengar, Kak Karin langsung bekerja setelah lulus. Nggak pakai menunggu terlalu lama, dan banyak diperebutkan perusahaan besar. Tara nanti belajar sama Kak Karin, ya," balas Tara memuji. Karin tersenyum dan lanjut berjalan. Dia merasa harus menghentikan obrolan penuh pujian ala sosialita ini.


**Bersambung ke Tujuh**

***
Catatan penulis:
Annyeonghaseyo, Syari-imnida.

Hari ini aku terlambat mengunggah bagian 6 Rahasia Baek Karin. Akhirnya nggak dapat giliran pakai laptop, deh. Maklum laptop ada satu untuk dipakai bersama. Hehehe.

Alhamdulillah, aku masih bisa mengunggah bagian 6 ini lewat tablet. Tapi aduh, segala format yang aku terapkan di naskah saat diketik di word, hancur lebur di wattpad. Padahal kalau pakai laptop, nggak, loh.

Makanya, aku minta maaf kalau tampilan bagian 6 ini beda sama bagian lainnya. Insyaallah, kalau bisa membajak laptop lagi, aku perbaiki tampilannya, ya.

-----> Yeay, aku sudah bisa memperbaiki tampilan bagian ini. ^_^

Sekalian doakan supaya aku bisa punya laptop sendiri, donk ^_^

Semoga kaliann menikmati cerita ini, ya. Annyeonghaseyo.


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada 'ekor'

Eo dibaca O seperti pada 'ekor'

Eu dibaca E seperti pada 'elang'

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada 'a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang