Dua Puluh Dua

94 16 0
                                    

          "Jadi, kamu akan terus memanggilku 'Juna-ssi'?" tanya Arjuna pada Karin.

          "Entahlah. Mungkin suatu saat panggilan itu akan berubah," jawab Karin.

          "Jadi apa?" tanya Arjuna lagi.

          "Mungkin akan jadi Minki Appa," jawab Karin lagi.

          "Minki Appa? Ayah Minki? Hey, apa Minki itu nama anak kita nanti? Minki itu nama anak laki-laki atau anak perempuan?" tanya Arjuna sambil mengejar Karin yang berlari menjauh karena malu.

          "Ya! Minki Eomma!" – hey! Ibu Minki! panggil Arjuna pada Karin.

          Karin berhenti di dekat lift. Arjuna menyusulnya.

          "Minki Eomma!" bisik Arjuna di telinga Karin, yang membuat telinganya memerah.

          "Sst! Nanti orang lain mendengar kita," seru Karin.

          "Memangnya kenapa?" tanya Arjuna tak peduli. Tangannya mulai merangkul pinggang Karin.

          Sentuhan Arjuna selalu menyebabkan gelenyar listrik di tubuh Karin. Apapun bentuk sentuhannya, Arjuna bisa membuat Karin bertekuk lutut di hadapannya. Karin pun tak memahami bagaimana tubuhnya bekerja terhadap hormon feromon Arjuna. Bahkan rangkulan di pinggang saat ini, bisa saja membuat Karin kehilangan kendali diri. Untung saja dia sudah sering berlatih, karena sepertinya Arjuna belum mengetahui kelemahannya ini.

          "Ini kantor, Juna-ssi," jawab Karin dengan napas tertahan. Dia benar-benar berusaha menekan keinginan untuk melumat telinga lelaki di sampingnya ini.

          "Baiklah," kata Arjuna sambil melepaskan rangkulan. "Aku takut kamu pingsan karena demam, tubuhmu memanas," kata Arjuna menggoda. Karin perlahan megatur napasnya.

          "Juna-ssi menggodaku," seru Karin kesal. Wajahnya masih bersemu merah, napasnya terasa berat dan panas.

          "Karena kalau kamu digoda, kamu jadi makin menggoda," kata Arjuna jujur. Karin langsung berpaling. Ia merasa tak sanggup memandang wajah kekasihnya.

          "Ya sudah, sana pulang dulu! Aku harus kembali bekerja," usir Karin. Arjuna tertawa dan memasuki lift.

          "Aku pulang dulu, ya. Nanti sore aku jemput kamu seperti biasa," kata Arjuna.

          "Baiklah," sahut Karin. "Kayo!" – pergilah! lanjut Karin tak sabar. Pintu lift menutup seiring tawa ringan Arjuna.

          Segera setelah pintu lift menutup sempurna, Karin berlari ke kamar kecil untuk perempuan yang terdekat dari situ. Karin berdiri di depan wastafel dan membuka kerannya. Air mengalir dengan lancar dari keran itu. Karin mengecilkan alirannya, tak ingin terlalu banyak air terbuang.

          Karin memandang cermin di hadapannya. Wajahnya masih memerah. Wajar saja, ia masih merasakan napasnya yang panas. Karin pun membasuh wajahnya, mencoba menurunkan suhu tubuhnya.

          Karin mengenal Arjuna empat tahun yang lalu. Saat itu Arjuna adalah calon mahasiswa di jurusan Doctoral Bussiness Administration. Park Minjae yang mengenalkannya pada Karin, karena Karin adalah mahasiswi program master di Seouldae. Park Minjae sendiri adalah kakak kelas Karin di SMA dan di Universitas Hanguk, tempat Karin meraih gelar sarjana.

          Setelah berteman selama setahun, Arjuna memberanikan diri memberitahu Karin tentang perasaannya. Karin tak bisa melupakan momen itu. Di depan kolam legendaris Seouldae, Jahayeon, Arjuna berkata untuk pertama kalinya, dia sayang pada Karin. Karin-a, johahae, - Karin, aku suka kamu, begitu kata-kata Arjuna kala itu.

          Karin yang memang sudah lama tertarik dengan Arjuna hanya bisa tersenyum menunduk menahan malu. Perasaannya berbalas. Setelah itu, perjalanan hubungan mereka berkembang perlahan tapi pasti. Sampai tiga bulan lalu, Arjuna melamar Karin di Namsan Tower, tempat paling favorit untuk melamar kekasih.

          Karin melihat wajahnya lagi di cermin. Sudah lebih baik dari pada tadi. Karin pun memutuskan untuk kembali ke meja kerjanya.

          "Bujangnim, Aein-nimeun, sudah pulang?" tanya seorang karyawan saat melihat Karin memasuki ruangan. Karyawan itu memanggil Arjuna dengan "aeinnim" yang artinya Tuan Kekasih. Itu bukan bahasa baku, itu hanya karangan karyawan itu saja. Karin tertawa kecil mendengarnya.

          "Namanya Arjuna, Juna. Bukan 'aeinnim'," ralat Karin. "Iya, dia sudah pulang, urusannya dengan Park Isanim sudah selesai," sambungnya.

          "Bujangnim, apakah Juna-ssi punya adik laki-laki atau teman laki-laki yang setampan dia?" tanya karyawan tadi.

          "Saya juga mau satu, Bujangnim," kata karyawan lainnya.

          "Memangnya ini beli satu gratis satu?" kata Karin tertawa.

**Bersambung ke Dua Puluh Tiga**

Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada 'ekor'

Eo dibaca O seperti pada 'ekor'

Eu dibaca E seperti pada 'elang'

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada 'a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang