Empat Puluh Tiga

79 13 0
                                    

"Dita, bantu Mama, Nak. Tulong ambik piring!" – tolong ambil piring, teriak Tante Yaya.

"Aok, Ma," jawab Dita seraya bangkit dan keluar kamar.

"Minggik, Bang! Ikak besak, ge," – minggir, Bang! Kamu besar, ge, kata Dita sambil menyikut Arjuna yang berdiri di pintu. Arjuna tertawa mendengarnya.

"Kak piker ikak dak besak juge, ok?" – kamu pikir kamu tidak besar juga, ya? balas Arjuna yang tak digubris Dita. Arjuna masuk kamar Dita menemui Karin.

"Tidak apa-apa, kan, kamu di sini dengan Dita? Di Indonesia, tidak lumrah pasangan yang belum menikah disilakan tinggal di satu kamar yang sama," kata Arjuna berusaha menjelaskan situasi keluarga Belinyu ini pada Karin.

"Gwaenchanhayo, Juna-ssi. Aku paham, kok. Di Korea juga tidak setiap keluarga memberi kita kamar bersama," jawab Karin tertawa.

"Aku khawatir karena kamu harus tidur bersama orang yang tidak kamu kenal. Mungkin akan tidak nyaman," kata Arjuna lagi.

"Gwaenchanhayo. Anggap saja sedang kamping," jawab Karin lagi.

"Syukurlah kalau kamu berpikir seperti itu. Aku lega mendengarnya. Karena aku yang mengajakmu ke mari, juga yang mengusulkan tinggal di rumah ini. Jika kamu merasa tidak nyaman, aku akan pikirkan pilihan lain," kata Arjuna.

"Aniyeyo, Juna-ssi. Aku sudah bersyukur Juna-ssi mau menemani aku mencari Abeoji. Padahal orang tua Juna-ssi sedang berkunjung ke Seoul untuk menengok Juna-ssi. Belum lagi, sidang desertasi yang akan digelar minggu depan. Aku sangat-sangat bersyukur dan berterima kasih atas pengorbana Juna-ssi. Apa pun aku terima. Aku tidak akan mengeluh, percayalah," kata Karin meyakinkan Arjuna.

"Arjuna, Karin, mari makan," ajak Tante Yaya dari pintu kamar Dita. Arjuna dan Karin pun beranjak menuju ruang makan.

Mereka berlima berkumpul di meja makan. Hidangan yang dimasak Tante Yaya bukanlah hidangan mewah, Sebagian besar asing buat Karin. Tetapi untuk menghormati tuan rumah, Karin berusaha menikmatinya. Tante Yaya menghidangkan Kuah Lempah Kuning khas Bangka, tempe goreng, sambal terasi, dan telur dadar. Tante Yaya mengambilkan satu mangkuk penuh lempah kuning khusus untuk Karin.

Sesesap Karin mencoba kuah lempah kuning itu. Ternyata rasanya menyenangkan. Karin bersyukur bisa mencoba makanan selezat itu. Paduan rasa gurih, asin, dan manis, ditambah lagi rasa gurih manis dari daging ikan tenggiri yang, kata Tante Yaya, baru datang dari laut pagi ini, hidangan ini benar-benar lezat.

Sepertinya Arjuna tahu jika Karin menikmati makanannya. Dia tertawa kecil melihat tingkah Karin. Arjuna menyodorkan sekeping tempe goreng ke piring Karin.

"Coba!" bisik Arjuna yang duduk di hadapan Karin.

"Gumawoyo," balas Karin berbisik.

"Yuk," kata Dita, "ajari Dita bahasa Korea, donk," lanjutnya.

"Boleh," jawab Karin.

"Eh, Ayah, Mama, Ayuk Karin ini nak mencari ayahe," kata Dita pada ayah ibunya.

"Oh ya?" kata Om Amir.

"Iya, Om. Karin dan ayahnya terpisah sejak kecil. Ayah Karin orang Indonesia. Jejak terakhirnya ada di pulau Puteri," jelas Arjuna mewakili Karin.

"Pulau Puteri?" Raut wajah Om Amir berubah mendengar nama itu.

"Kenapa, Om?" tanya Arjuna ragu-ragu.

"Dak, dak apa. Ikak yakin ayahe Karin ada di pulau Puteri?" tanya Om Amir lagi.

"Iya, Om. Saya mengenali gambar pulau itu. Saya pernah melihatnya waktu saya kecil dulu," jawab Arjuna.

"Siapa nama ayahmu, Karin?" tanya Om Amir pada Karin.

"Kalau saya tidak salah ingat, nama ayah saya adalah Budiman Syailendra, Om," jawab Karin. Om Amir dan Tante Yaya saling bertatapan. Mata mereka menyiratkan ketakutan. Seakan ngeri dengan nama yang diucapkan Karin.

"Kamu yakin, Karin? Dak salah ingat?" tanya Tante Yaya. Karin memandang Arjuna dengan tatapan bingung.

"Iya, Tante, saya juga mendengar langsung dari Jangmonim, eh, ibunya Karin, bahwa nama ayah Karin adalah Bapak Budiman Syailendra," kata Arjuna mewakili Karin lagi.

"Kalau begitu, memang benar tujuanmu pulau Puteri," kata Om Amir.

"Om Amir kenal ayah saya?" tanya Karin terkejut.

Om Amir diam saja. Tante Yaya memandang Om Amir dengan pandangan ketakutan. Tak lama kemudian, Om Amir menganggukkan kepalanya. Tanda bahwa benar, ia mengenal ayah Karin.


**Bersambung ke Empat Puluh Empat**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang