Lima Puluh Sembilan

105 13 0
                                    

"Adikmu Marisa?" tanya Eomma.

"Ne," jawab Karin.

"Katamu, ingatanmu sudah kembali?" selidik Eomma.

"Benar. Hanya saja, aku tidak tahu apa yang terjadi pada Risa dan Paman Darmawan," kata Karin.

"Benar juga. Setelah kejadian itu, kamu kehilangan ingatanmu," kata Eomma.

"Jadi?" tanya Karin.

"Geurae, kamu ingat, kan, ketika kamu minta izin membeli es krim di swalayan bersama paman dan adikmu?" tanya Eomma. Karin mengangguk.

"Aku tidak tahu ada kejadian apa setelah itu. Yang aku tahu, kamu pulang dengan berlari dan ketakutan. Aku sempat memarahimu karena membanting pintu. Kamu tahu aku paling tak suka suara pintu dibanting," kata Eomma, "tapi aku tak bisa memarahimu, karena aku menemukanmu sudah pingsan di depan pintu yang baru kamu banting.

"Ajubeonim, pamanmu, datang ke rumah untuk menjemput ayahmu dan pulang ke Arjadwipa. Tapi ternyata ayahmu sudah berangkat lebih dulu. Dia berencana menyusul ayahmu ke Arjadwipa setelah membelikan kalian es krim. Tapi dia tak pernah kembali.

"Aku melihat kamu pingsan, panik. Tidak ada siapa-siapa yang bisa kumintai bantuan. Aku ke rumah sakit dengan taksi. Rumah kukunci. Aku tak tahu apakah pamanmu datang saat kita ke rumah sakit. Kita mengingap di rumah sakit," kata Eomma.

"Eomma tidak bertemu Risa lagi?" tanya Karin.

"Anakku dua, badanku cuma satu. Aku pikir, pamanmu pasti akan menjaga Risa, jadi aku fokus padamu. Saat itu di Jakarta, tak banyak orang memiliki ponsel. Aku tidak punya ponsel," kata Eomma. Karin mendengarkan cerita Eomma dengan perasaan sedih, seakan-akan saat itu Eomma harus memilih antara dirinya dan Risa. Pasti hati Eomma sakit sekali.

"Esoknya kamu boleh pulang. Saat itu, akku belum tahu bahwa kamu amnesia. Ketika sampai di rumah, tak ada tanda-tanda kedatangan pamanmu. Kutanya tetangga, mereka juga tidak tahu," lanjut Eomma.

"Eomma tidak minta bantuan polisi?" tanya Karin.

"Sudah. Aku melaporkan kehilangan Risa dan pamanmu. Mereka mencurigai pamanmu menculik Risa," kata Eomma.

"Padahal yang diculik itu Paman, Risa kebetulan ada di gendongan Paman," seru Karin lirih.

"Aku tak tahu. Kamu amnesia, jadi tak bisa memberikan keterangan," sahut Eomma.

"Maafkan aku, Eomma," kata Karin penuh sesal.

"Aniya," Eomma menggeleng. "Kamu juga tak ingin amnesia, kan? Tak ada yang tahu akan terjadi seperti itu," lanjut Eomma.

"Orang-orang Arjadwipa akan mencari Paman Darmawan dan Risa. Jika Eomma memang sudah melaporkannya ke polisi, mungkin mereka akan lebih mudah mencari. Kan sudah ada penyelidikan sebelumnya," kata Karin optimis.

"Aku harap juga begitu," kata Eomma. "Risa, seperti apa dia sekarang, ya? Aku merindukannya," lanjut Eomma sedih. Karin hanya bisa mengelus-elus tangan Eomma.

***

"Karin-a, ireona!" – Karin, bangun! Panggil Eomma.

Karin membuka matanya. Ponsel pintar di sebelah tempat tidurnya menunjukkan pukul enam pagi. Ah, selamat pagi, Seoul, pikir Karin. Malam-malam penuh mimpi tak lagi menghantui Karin. Tanpa ia sadari, ia lebih bersemangat pagi ini.

"Ne, Eomma," jawab Karin sambil beranjak. Mandi tidak, ya? pikirnya di depan cermin. Beberapa hari di Indonesia membuat Karin terbiasa mandi pagi. Sekarang ia kembali ke Seoul, dan sedang mempertimbangkan apakah akan mempertahankan kebiasaan yang ia bawa dari Indonesia, atau kembali ke kebiasaan lamanya.

- Selamat pagi, Dyah Ayu.

Sebuah pesan pendek dari Arjuna masuk ke ponsel Karin.

- Selamat pagi, Abang Mulia.

Balas Karin. Sejak mereka mengumumkan pernikahan di Arjadwipa, gelar Arjuna sekarang adalah Abang Mulia, suami dari Dyah Ayu.

- Mama dan papa ingin mengadakan pertemuan keluarga. Apa Jangmeonim ada waktu malam ini atau besok?

Pinta Arjuna di pesan pendek.

- Aku tanya Eomma dulu, ya.

Jawab Karin singkat. Ia langsung ke kamar mandi dan memutuskan mempertahankan kebiasaan barunya yang dibawa dari Indonesia, mandi pagi.

"Eomma, Juna-ssi bumonim ingin mengadakan pertemuan keluarga," kata Karin memberitahukan bahwa orang tua Arjuna menginginkan adanya pertemuan keluarga dengan Eomma. "Kapan Eomma ada waktu? Malam ini atau besok?" tanya Karin.

"Oneul bam, joha," – malam ini, oke, jawab Eomma.

"Arasseoyo, aku akan kabari Juna-ssi," kata Karin. Ia berdiri yang memeluk Eomma. Menyiratkan semua akan baik-baik saja setelah ini.

"Karin-a, kamu mandi pagi?" tanya Eomma heran.


**Bersambung ke Enam Puluh**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang