Empat Puluh Lima

92 14 0
                                    

"Ayah, Kakak dapat juara satu," seru seorang anak perempuan berusia hampir tujuh tahun kepada seorang laki-laki dewasa berusia awal tiga puluhan.

"Oh ya? Wah, Kakak hebat, nanti bisa jadi contoh buat adiknya," kata sang ayah sambil melihat ke arah perempuan dewasa yang tengah hamil tua.

"Nanti ulang tahun Kakak, dirayakan, kan?" tanya sang anak lagi.

"Karena Kakak sudah juara satu, mari kita rayakan ulang tahun Kakak yang kelima," kata sang ayah menggoda.

"Ketujuh," protes sang anak.

"Oh iya, ke tujuh, ya, Ayah lupa," kata sang ayah sembari mengangkat anak perempuan itu. Sang anak tertawa lepas dan bahagia ketika ayahnya mengangkatnya dan menerbangkannya tinggi di udara.

***

Karin terbangun di kegelapan malam. Hanya suara detak jam dinding dan dengkuran halus Dita yang menyaingi suara orkestra alam di luar. Karin meraba-raba mencari ponselnya. Pukul tiga pagi, dan Karin kini sepenuhnya terjaga.

Karin keluar dari kamar, mencari kamar kecil. Ternyata Tante Yaya telah bangun dan sibuk di dapur.

"Tante Yaya sudah bangun?" sapa Karin.

"Oh, Karin sudang bangun? Ini masih pagi, istirahatlah lagi. Tante memang biasa bangun pagi. Sekalian mau menyiapkan bekal untuk kalian," jawab Tante Yaya sambil meneruskan memasak.

"Terima kasih banyak, Tante," kata Karin bersyukur.

Tante Yaya dan Om Amir begitu baik. Semalam, setelah makan malam di restoran kecil yang menjual makanan khas Bangka, mereka membelikan Karin dan Arjuna sepasang tas ransel. Om Amir berkata, koper bukan pilihan yang tepat untuk dibawa ke pulau Puteri. Mereka menyarankan agar Karin dan Arjuna memindahkan barang bawaan mereka ke tas ransel.

Saat sampai di rumah pun, Tante Yaya dan Om Amir serta Dita membantu Karin dan Arjuna memilah barang-barang yang bisa dibawa ke pulau Puteri, agar muat di tas mereka. Sisanya disimpan di dalam koper dan dititipkan di rumah Dita. Mereka berbenah sampai hampir tengah malam, dan baru beranjak tidur selepas tengah malam. Karenanya Karin terpukau melihat Tante Yaya yang sudah bekerja di pagi buta ini.

"Ada yang bisa saya bantu, Tante?" tawar Karin.

"Dak usah. Tante bisa sendiri, kok, Karin istirahat saja sana," usir Tante Yaya.

Karin pun menyingkir. Ia paham, beberapa orang tak mau "wilayah kekuasaannya" dijamah orang lain. Tante Yaya mungkin salah satu dari beberapa orang itu.

Karin kembali ke kamar Dita. Ia mencoba memejamkan mata kembali. Om Amir bilang mereka akan berangkat pukul enam pagi. Kira-kira, pukul lima pagi Karin harus bangun dan bersiap-siap. Tapi sekarang masih pukul tiga dan pukul lima itu masih dua jam lagi.

Karin mengutak-atik ponsel pinjaman dari Rovil dengan bosan. Arjuna sempat berpesan agar Karin menghemat kuota karena di sini tak ada wi-fi unlimited. Karena itu Karin tidak berani mengunduh hal-hal yang menurutnya tak berguna. Ia menyesal kenapa sewaktu di hotel saat transit kemarin, ia tidak mengunduh banyak permainan di ponsel ini.

Karin melempar ponsel yang dipegangnya ke bantal. Ia kesal dan sangat bosan. Ingin rasanya menyelinap masuk ke kamar Adit yang ditempati Arjuna, tapi ia takut hal itu melanggar norma yang berlaku di rumah ini. Om Amir dan Tante Yaya sudah sangat baik kepada mereka. Karin merasa harus menghormati mereka.

-Juna-ssi, aku bosan, tulis Karin kepada Arjuna dalam pesan pendek.

Lama, tak ada balasan yang masuk. Ah, Juna-ssi sedang tidur, pikir Karin.

-Kamu sudah bangun? Sebuah pesan masuk ke ponsel Karin, dari Arjuna.

Seketika Karin bersemangat, Arjuna membalas pesannya. Padahal Arjuna hanya 3 meter jaraknya dari Karin, tapi saat ini mereka tak saling bertemu.

-Ne, aku terbangun dan tidak bisa tidur lagi. Kalau aku tidur di sebelah Juna-ssi, pasti akan lebih mudah tidur, tulis Karin. Pipinya langsung bersemu merah. Karin tak menyangka ia bisa sejujur itu pada Arjuna. Kebersamaan beberapa hari terakhir rupanya membawa perubahaan pada Karin. Tapi ia tetap malu.

-Ke sini saja! Jawab Arjuna.

-Michyeosseoyo? – yang benar saja? jawab Karin.

-Gwaenchanha, tidak apa-apa, Om dan Tante kan masih tidur, balas Arjuna lagi.

-Andwae! Tidak boleh! Tante Yaya sudah bangun dan memasak di dapur, balas Karin memperingatkan Arjuna.

-Serius? Wah, kalau begitu, kita ketemu di ruang keluarga saja. Aku akan keluar dan menemanimu di sana, balas Arjuna.

Karin segera keluar kamar dan menuju ruang keluarga, tak lama kemudian Arjuna pun datang dan duduk di sebelah Karin.

"Juna-ssi sudah menyapa Tante Yaya?" tanya Karin.

"Sudah, dia menyuruhku tidur," kata Arjuna tertawa.

Dengan adanya Arjuna di sisi Karin, ia mulai mengantuk. Tak lama Karin menyandarkan kepalanya di bahu Arjuna dan terlelap. Tak lama kemudian, Arjuna membangunkannya dan menyuruhnya bersiap-siap. Jam dinding sudah menunjukkan pukul lima pagi, sejam lagi mereka berangkat ke pulau Puteri. Karin pun beranjak ke kamar mandi dan bersiap.

Pukul enam pagi Rizki telah menjemput Arjuna dan Karin. Om Amir mengantar mereka sampai ke pelabuhan sementara Tante Yaya dan Dita tinggal di rumah. Jantung Karin berdegup kencang. Selangkah lagi dia dapat bertemu dengan ayahnya.


**Akhir dari Bab 9, insyaAllah besok kita lanjut ke Bab 10 dengan bagian Empat Puluh Enam**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang