Lima Puluh Dua

92 14 0
                                    

Makan malam bersama Baginda Raja justru terkesan lebih santai daripada makan siang di rumah Putera Baginda. Baginda Raja menginginkan semua orang makan sambil duduk di lantai, atau lesehan, dengan lauk yang sangat sederhana. Ikan bakar sambal kecap, sayur pucuk ubi, sotong bakar, dan tentu saja, lempah kuning. Air liur Karin seakan menetes melihat hidangan yang terhampar ini.

"Cobalah, ini makanan khas Bangka," kata Baginda Raja. Karin tak malu-malu mengambil beberapa sendok kuah lempah kuning ke dalam mangkuknya. Arjuna dan Putera Baginda tersenyum melihatnya.

"Apa dia memang suka makan begini?" tanya Putera Baginda pada Arjuna.

"Eh... bisa dibilang begitu, Putera Baginda," jawab Arjuna tertawa.

"Kamu harus bekerja lebih keras agar menghasilkan uang lebih banyak, kalau begitu," seloroh Bagina Raja.

"Anda benar," balas Arjuna tertawa.

"Jangan membicarakan orang di depannya!" protes Karin.

"Justru kalau membicarakan orang itu harus di depannya," kata Arjuna. Karin manyun tanda protes. Yang lain malah tertawa.

"Inikah cucuku?" seorang perempuan tua mendekat. Permaisuri, pikir Karin.

"Ummanda," sapa Putera Baginda.

Karin menoleh kepada Putera Baginda, bertanya bagaimana ia harus memanggil neneknya.

"Panggil aku Nek Ibu!" kata Permaisuri seakan tahu kebingungan Karin.

"Salam Nek Ibu," kata Karin. Permaisuri merentangkan tangannya, dan Karin menghambur ke pelukannya. Pelukan Permaisuri mirip pelukan Halmeoni. Di mana-mana nenek sama saja, sama-sama hangat.

"Aku sangat merindukan cucuku," kata Nek Ibu. "Tak kusangka, sebelum ajalku tiba, aku bisa bertemu denganmu," lanjutnya dengan mata berkaca-kaca.

Dalam hatinya, Karin mengutuk orang yang menyebabkan tragedi dalam keluarganya ini. Banyak yang menderita karena tragedi ini.

"Maaf Baginda Atok, Karin ingin tanya," kata Karin memulai pembicaraan.

"Apa, Karin?" balas Baginda Raja.

"Derta Paman Darmawan, apa Baginda mengetahui keberadaannya sekarang?" tanya Karin hati-hati. Permaisuri menunduk menunduk sedih.

"Kami tidak tahu di mana ia berada. Kami juga merindukannya," kata Baginda Raja.

"Baginda, Karin ingin memberi tahu rumor yang Karin dengar di Korea. Tapi, Karin tak tahu kebenarannya. Hanya saja, izinkan Karin memberi tahu Baginda rumor ini," kata Karin.

"Apa,Anakku?" kata Putera Baginda.

"Karin mendengar, sebenarnya Derta Paman tidak menghilang, tapi dihilangkan. Itu karena ada pihak yang ingin seseorang menikahi Ayah dan menjadi dhayita. Tapi sekali lagi, Karin hanya mendengar rumor itu," kata Karin hati-hati.

Baginda Raja terkejut mendengarnya. Putera Baginda dan Permaisuri juga demikian.

"Mereka berkomplot demikian?" kata Baginda Raja dengan nada tinggi.

"Mungkin mereka memanfaatkan posisi Baginda yang tidak dapat meninggalkan pulau Puteri untuk melakukan hal ini," kata Karin.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Anakku, panggil para menteri, kita harus mengadakan rapat terbatas sekarang juga," titag Baginda Raja.

"Baik, Ayahanda," jawab Putera Baginda.

"Tunggu," kata Karin, "menurut Karin, Baginda jangan dulu mengundang menteri yang berhubungan dengan Dhayita. Dhayita sendiri mungkin tak bersalah. Mungkin beliau hanya diperalat orang-orang ini. Namun kita harus mencurigai semua orang," usul Karin.

"Karin benar," kata Permaisuri, "gelarlah rapat terbatas tanpa orang-orang Dhayita."

"Baik, Ummanda," kata Putera Baginda yang kemudian meninggalkan ruang makan.

"Kenapa kamu berpikir rumor itu harus disampaikan padaku, Karin?" tanya Baginda Raja setelah Putera Baginda meninggalkan ruang makan.

"Sebenarnya, Karin mendengar percakapan perempuan yang suaranya mirip Dhayita dan seorang laki-laki, entah siapa, saat Karin ke kamar mandi di rumah Ayah," jawab Karin.

"Percakapan apa?" tanya Permaisuri.

"Bahwa Derta Paman memang disingkirkan, karena Dhayita ingin menikahi Ayah. Karena Ayah sudah menikah, cara memisahkan Ayah dan Eomma adalah dengan menjadikannya yuwaraja. Artinya Derta Paman harus pergi," kata Karin. Permaisuri terkejut dan menutup mulutnya. Mata Baginda Raja terbelalak. Kejadian ini bisa lepas dari pantauan mereka.

"Aku menerima surat dari Darmawan. Ia berkata ingin keliling dunia dan berharap kami tidak mencarinya. Karena itu aku mencari ayahmu, Karin," kata Baginda Raja.

"Apa surat itu benar-benar dari Derta Paman?" tanya Karin. Baginda Raja terkejut.

"Permaisuri, apakah Engkau masih menyimpan surat itu? Bawa ke mari!" titah Baginda Raja. Permaisuri segera beranjak ke luar ruang makan. Tak lama, beliau kembali dengan sepucuk map plastik bening dengan kertas menguning di dalamnya.

"Ini, Baginda," kata Permaisuri.

Baginda Raja membuka kertas itu, membacanyasekilas, kemudian ia menghela napas berat seraya berkata, "sepertinya kamubenar, Karin. Seseorang memalsukan surat ini, dan aku tak menyadarinya hinggasembilan belas tahun."


**Bersambung ke Lima Puluh Tiga**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinWhere stories live. Discover now