Lima

151 20 1
                                    

          Manajer Kim memandang Karin dengan pandangan sinis. Baru tiga tahun bekerja di perusahaan sebesar KC Group dan sudah menjadi seorang manajer? Hah, apalagi kalau bukan karena pengaruh orang dalam, benak Manajer Kim. Karin tak memedulikan tatapan penuh iri dari seniornya itu. Karin mencoba memahami karakter pembentuk seniornya. Usianya 20 tahun lebih tua dari Karin dan dia masih menjabat sebagai manajer, tentu itu akan membuat semua orang frustasi.

          "Kim Bujangnim, Bujangnim bertanggung jawab atas keuangan perusahaan, kan? Apakah pantas seorang manajer keuangan perusahaan sebesar KC Group hanya berdiri diam di sini sementara peluang pengelolaan dana ada di depan mata?" kata Karin sambil mencoba menata nada bicaranya agar sesopan mungkin.

          Mata Manajer Kim melotot tak percaya. Selama ini Karin selalu dia dan menerima apa saja yang dikatakannya. Ia tak menyangka Karin akan membalaskan seperti ini. Manajer Kim menoleh ke kanan dan ke kiri. Dilihatnya mata para karyawan memandang ke arahnya. Seketika marahnya muncul. Kurang ajar anak baru kemarin ini! batinnya. Ia pun pergi meninggalkan meja Karin dengan bersungut-sungut.

          Karin menarik napas lega. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Ada-ada saja, batinnya. Pikiran Karin sudah penuh dengan hal lain, ia merasa tak perlu menambahnya dengan urusan sepele seperti Manajer Kim.

          - Pukul tujuh sore, aku jemput kamu, ya.

          Sebuah pesan singkat dari Arjuna muncul di halaman depan ponsel pintar Karin.

          - Oke. Juna-ssi jangan terlambat menjemputku, ya!

          - Hahaha, kalau bisa, aku bahkan ingin menjemputmu sekarang, Karin. Bogosipeo! – aku merindukanmu.

          Karin tersipu membaca pesan pendek Arjuna. Bahkan setelah hampir dua tahun mereka menjalin hubungan asmara, Karin masih tersipu saat Arjuna dengan terang-terangan mengungkapkan perasaannya.

          - Na to bogosipeoyo. – aku juga merindukanmu.

          Balas Karin. Ia memandang ke sekelilingnya, memastikan tak ada yang menyadari warna pipinya yang bersemu merah dan memanas saat ini. Fokus Karin, fokus! Katanya pada diri sendiri. Ia pun tenggelam dalam pekerjaannya.

***

          "Annyeonghi gaseyo, Baek Bujangnim," – Selamat tinggal, Manajer Baek, sapa seorang karyawan sebelum ia meninggalkan ruangan kantor.

          "Ne, gumawoyo, annyeonghi gaseyo" – ya, terima kasih, selamat tinggal, balas Karin. Berterima kasih atas kerja sama dari para karyawan, itu hal yang sangat penting. Karin mempelajari hal ini dari mantan atasannya saat ia masih jadi karyawan. Budaya yang Karin pelajari dan teruskan hingga saat ini.

          Karin mengecek ponsel pintarnya. Pukul enam lewat dua puluh menit. Karin merapikan seluruh barang pribadinya dan beranjak meninggalkan ruangan. Bekerja dari pukul sembilan pagi hingga pukul enam sore bukan hal yang mudah bagi Karin yang suka berpetualang. Karenanya ia kagum pada dirinya sendiri yang masih bisa bertahan, bahkan berprestasi, di perusahaan ini selama tiga tahun. Eomma? Hm, mungkin Eomma adalah motivasi utama yang membuat Karin masih bisa bertahan. Melihat Eomma bekerja sendiri dari pagi hingga petang untuk menghidupi Karin, dan betapa bahagianya wajah Eomma saat Karin mulai bekerja di Perusahaan KC Group ini, sepertinya itu penyebabnya hingga Karin tetap bertahan. Paling tidak, setiap bulan dia bisa mengajak Eomma makan Galbi, steak Korea, saat gajinya ditransfer ke rekening.

          Karin keluar dari pintu lobi. Ia mendapati Arjuna tengah menunggunya di dekat mobil SUV merah di tempat parkir tak jauh dari lobi. Setengah berlari, Karin menghampiri Arjuna.

          "Annyeonghaseyo, Juna-ssi," kata Karin tersenyum, kemudian menghambur dalam pelukan kekasihnya. Arjuna tertawa terkekeh melihat tingkah Karin. Ini tempat umum dan matahari masih bersinar. Ditambah lagi, tempat parkir ini tak jauh dari tempat kerja Karin. Bagaimana bisa anak ini tak menjaga citra dirinya? Pikir Arjuna geli.

          "Arasseo. Orang-orang melihat kita. Ayo masuk mobil! Kalau mau, lanjutkan di dalam saja!" Wajah Karin memerah kembali mendengar ucapan Arjuna.

          Arjuna membukakan pintu mobil untuk Karin, kemudian menuju kursi pengemudi. Setelah mereka memasang sabung pengaman dengan baik, Arjuna menyalakan mesin dan mulai mengemudi.

          "Kita makan malam dulu, ya. Kamu ingin makan apa?" kata Arjuna.

          "Teokpokki," jawab Karin. Teokpokki adalah kue beras pedas khas Korea.

          "Teokpokki? Kamu tidak ingin makan yang lain?" tanya Arjuna.

          "Setelah menjemput orang tua Juna-ssi, kita pasti akan makan lagi, kan? Siapa yang tahu apa aku bisa makan dengan nyaman atau tidak. Jadi sekarang, aku ingin memenuhi perutku dengan makanan yang aku sukai, tapi juga yang tidak membuatku kekenyangan. Nanti jika suasana makan bersama orang tua Juna-ssi menyenangkan, aku akan makan banyak. Jika sebaliknya, toh aku sudah makan enak sebelumnya," jelas Karin ceria. Arjuna tersenyum mendengar sikap positif Karin.

          "Baiklah, mari makan teokpokki," ajak Arjuna.

***


**Hari ini Bab I selesai, esok Author akan melanjurkan ke Bab II, insyaallah. Mohon doa dan dukungannya agar Bab II selesai dengan lancar dan tepat waktu, ya. Bersambung ke Enam**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada 'ekor'

Eo dibaca O seperti pada 'ekor'

Eu dibaca E seperti pada 'elang'

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada 'a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinWhere stories live. Discover now