Lima Belas

111 18 0
                                    

          "Tadi pagi, kamu sampai di kantor tepat waktu? Aku lihat kamu terburu-buru tadi. Apa kamu tiba di halte bus tepat waktu?" tanya Eomma. Tadi pagi memang Karin berangkat ke kantor di injury time karena harus bernegosiasi dulu dengan kepalanya yang tak mau diajak bekerja sama.

          Akibat tidur tiga jam saja, Karin merasa berjalan sambil melayang. Siraman air segar di kepala akhirnya membantu Karin mendapatkan kembali keseimbangan dirinya.

          "Aku tiba di kantor tepat waktu. Tadi di depan rumah tiba-tiba ada mobil Minjae Seonbae. Katanya diminta bantuan oleh Juna-ssi untuk menjemputku. Ah iya, Minjae Seonbae titip salam buat Eomma," jawab Karin.

          "Minjae... Park Minjae? Park Sajang adeul?" – anak laki-laki Presdir Park? tanya Eomma.

          "Ne, Park Minjae yang itu," jawab Karin.

          "Ah, Park Seobang," – menantu Park, kata Eomma santai.

          "Eomma!" tegur Karin. Eomma tertawa.

          "Apa kabar dia?" tanya Eomma balik. "Dulu aku pikir dialah yang akan jadi menantuku," kata Eomma tertawa.

          "Eomma, jebal!" – bu, tolonglah! tegur Karin.

          "Arasseo! Aku tahu bagaimana perasaanmu pada Park Minjae. Walaupun sebenarnya aku lebih cocok dengan dia karena sama-sama orang Korea. Han guk saram," aku Eomma. "Apa yang membuatmu tak suka pada Park Minjae, Karin? Tanya Eomma.

          "Aku bukan tidak suka pada Minjae Seonbae, Eomma. Tapi perasaanku padanya tidak sekuat itu sampai menjadikan kami ein, kekasih," jelas Karin. "Dia baik padaku, dia baik pada semua orang," lanjutnya.

          "Kebaikan dia padamu itu beda, Aku bisa melihatnya," kata Eomma.

          "Aku tahu," jawab Karin.

          "Dia juga tampan. Uh, Seorang direktur, tampan, chaebol," goda Eomma. Chaebol adalah sebutan untuk anak orang kaya yang akan mewarisi harta orang tuanya. Karin pura-pura tak mendengar perkataan ibunya.

          "Bukankah Park Minjae juga model kampus, kan? Dulu aku pernah melihat gambarnya di majalah," kata Eomma mencoba mengingat-ingat.

          "Entahlah. Aku cuma ingat dia adalah model seragam," jawab Karin.

          "Ah, iya benar. Park Minjae adalah salah satu model seragam di sekolahmu dulu," ingat Eomma. "Kalian satu sekolah ya di SMA. Satu kampus juga saat kuliah. Ckckck, orang yang tak tahu akan mengira kamu membuntuti Park Minjae, Karin," goda Eomma lagi.

          "Geumanhaeyo, Eomma!" – cukup, bu! tegas Karin.

          Eomma memandang Karin lagi. Ia menggeleng-gelengkan kepala. Tak paham apa yang ada di pikiran anaknya.

          "Aku juga heran, orang sekelas Park Minjae bisa punya perasaan padamu, Karin," kata Eomma tertawa. "Maksudku, iya, kamu pintar. Tapi kamu bukan anak orang kaya dan kecantikanmu tak cukup untuk membuatmu jadi model seragam sekolah, dulu," lanjut Eomma.

          "Eomma bilang aku cantik karena aku anak Eomma," rajuk Karin.

          "Mungkin karena tidak seratus persen genku turun pada dirimu," goda Eomma lagi.

          Karin tertawa mendengarnya. Eomma ikut tertawa.

          "Ah, jeongmal, - sungguh, kenapa bukan Park Seobang?" ujar Eomma tak sabar.

          "Aku tahu Eomma lebih suka Minjae Seonbae yang jadi pacarku dari pada Juna-ssi. Han guk saram, - orang Korea, pintar, tampan, dan dia adalah chaebol – itu bonus. Ditambah lagi, dialah yang mengenalkan aku dengan Juna-ssi. Aku tahu apa yang Eomma pikirkan saat aku memperkenalkan Juna-ssi sebagai namjachingu dulu," kata Karin. Namjachingu berarti pacar.

          "Tapi, Eomma, bukan hanya satu atau dua hal yang membuatku jatuh cinta pada Juna-ssi. Juga bukan cuma satu atau dua hal yang membuatku menolak perasaan Minjae Seonbae. Aku tahu perasaanku, Eomma. Aku mengikuti perasaanku," lanjut Karin.

          Eomma terdiam memandang Karin. Mencoba menyelami isi hati anaknya lewat mata. Karin menunduk. Ini tak mudah, dari awal memang tak mudah, kami tahu itu, batin Karin.

          "Tapi sepertinya takdir memang membawamu kembali ke asalmu, Karin." Kata Eomma memecah keheningan di antara keduanya.

          "Ne?" tanya Karin bingung. "Maksud Eomma?" lanjutnya.

          "Kamu ditakdirkan mencintai orang Indonesia. Seperti aku mencintai ayahmu, yang orang Indonesia," jawab Eomma.

          "Ne? Nae abeoji neun Indonesia saram?" – apa? ayahku orang Indonesia? tanya Karin dengan mata nyaris keluar dari tempatnya.


*Akhir Bab III*

**Besok kita mulai Bab IV di bagian Enam Belas, ya**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada 'ekor'

Eo dibaca O seperti pada 'ekor'

Eu dibaca E seperti pada 'elang'

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada 'a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinDonde viven las historias. Descúbrelo ahora