Lima Puluh Enam

112 15 1
                                    

BAB XII


Hari Minggu di pulau Puteri, Karin terbangun di pagi hari dengan segar. Akhirnya ia tak lagi bermimpi. Mungkin karena ia sudah mengingat kembali masa lalunya dengan baik, hingga tak ada lagi mimpi yang menghampiri.

Orang-orang di Istana Agung tak ada yang membicarakan hasil persidangan kemarin. Mungkin mereka takut salah bicara, lalu dianggap berkomplot dengan penjahat. Atau bisa jadi mereka takut omongan mereka menyinggung perasaan Permaisuri, Putera Baginda, dan Baginda Raja. Atau mungkin mereka merasa tak nyaman dengan keberadaan Karin sebagai dohitra, di mana dia tiba-tiba datang dan menghancurleburkan tatanan yang sudah dianggap nyaman. Karin tak tahu yang mana, yang jelas, Istana Agung jauh lebih sepi dari biasanya.

"Karin, sejak kamu di pulau Puteri, kamu belum berkeliling, kan?" tanya Permaisuri saat sarapan bersama.

"Iya, Nek Ibu. Benar juga," jawab Karin.

"Hari ini kalian jalan-jalan saja! Putera Baginda, ajak anakmu jalan-jalan!" kata Permaisuri.

Wajah Putera Baginda masih pucat. Dia masih bersedih hati. Karin merasa iba pada ayahnya.

"Ayah, temani Karin dan Juna-ssi jalan-jalan, ya," pinta Karin. Semoga hal ini bisa membantu memperbaiki perasaan ayahnya. Putera Baginda menganggung perlahan. Mereka pun melanjutkan sarapan mereka.

***

"Jadi, Risa tidak tinggal bersama kalian?" tanya Putera Baginda saat berjalan-jalan bersama Karin dan Arjuna.

"Tidak, Karin tinggal berdua saja dengan Eomma," jawab Karin.

"Apakah Risa dibawa Abang Darmawan, ya?" tanya Putera Baginda lebih ke dirinya sendiri. "Apa ibumu tidak mencari Risa?" lanjut Putera Baginda.

"Karin tidak tahu, Ayah. Karin baru ingat kalau Karin punya adik, kan?" balas Karin.

"Kamu benar juga," kata Putera Baginda, "ibumu tidak pernah menyebut tentang adik padamu?"

"Entahlah, mungkin pernah, tapi karena Karin tidak ingat, jadi Karin tak pernah memperhatikan," kata Karin. "Nanti, sekembalinya Karin ke Korea, Karin akan tanyakan pada Eomma," lanjutnya.

"Kapan kalian akan kembali ke Korea?" tanya Putera Baginda.

"Kapan, Juna-ssi?" tanya Karin pada Arjuna. Bagaimana pun, seluruh perjalanan ini diatur oleh Arjuna.

"Hari Selasa pukul 9.50 malam dari Cengkareng, Putera Baginda. Terbang dari Pangkalpinang di penerbangan jam sepuluh pagi hari Selasa juga. Rencananya, besok kami ke Belinyu, menginap semalam, lalu pagi-pagi berangkat ke Pangkalpinang," jelas Arjuna.

"Besok berangkatlah pagi-pagi ke Belinyu. Laut tenang saat pagi," kata Putera Baginda.

"Iya, Ayah," sahut Karin patuh.

Mereka melanjutkan jalan-jalan mereka. Pulau Puteri tak terlalu luas dan bisa dijangkai hanya dengan berjalan kaki. Walau Karin mengakui, kakinya lelah berjalan terlalu lama.

"Ayah, kenapa kerajaan Arjadwipa tidak ada di peta manapun?" tanya Karin penasaran.

"Kerajaan ini masuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Karin. Sebenarnya, ini cuma satu desa. Kami memilih untuk tunduk dan patuh pada NKRI karena kami tak cukup kaya raya seperti Jogja hingga bisa bertahan dengan kerajaan besar sendiri. Ada banyak sumber daya alam yang bisa menghidupi penduduk Arjadwipa dengan baik. Namun, itu harus kami jaga, agar pemburu harta tak mengeruknya sampai habis," jelas Putera Baginda.

"Pemerintah Indonesia tak tahu tentang sumber daya itu?" tanya Karin.

"Tahu, pendiri Negara Indonesia tahu tentang sumber daya Arjadwipa dan memilih menyembunyikannya dan memberikannya pada penduduk Arjadwipa. Pemburu harta yang tak mengetahuinya," kata Putera Baginda hati-hati.

"Kalian bersembunyi, menamakan sebuah pulau kecil di sana dengan nama yang mirip. Hanya sebagian kecil orang saja yang tahu tentang keberadaan pulau ini. Apa kalian juga yang menyebarkan rumor bahwa pulau ini pulau angker?" tanya Karin.

Putera Baginda hanya tertawa tak menjawab. Namun jawaban itu cukup untuk Karin. Terlebih lagi, Karin senang karena ayahnya tertawa.

***

"Karin, hati-hati di jalan, ya. Kamu harus memberi kabar pada Nek dan Atok secepatnya," kata Permaisuri saat mengantar Karin dan Arjuna untuk kembali ke Belinyu.

"Baik, Nek. Karin akan segera memberi kabar, kapan pesta pernikahan kami bisa digelar," jawab Karin.

Arjuna dan Karin telah sepakat untuk menggelar pesta pernikahan di pulau Puteri bersama penduduk Arjadwipa. Detail pesta sudah dibicarakan semalam. Permaisuri berkata, sudah belasan tahun lamanya sejak keluarga kerajaan mengadakan pesta. Maka pesta ini harus meriah dan melibatkan seluruh penduduk.

"Kabari kami lewat Amir, ya!" kata Permaisuri.

"Baik, Nek. Kami berangkat dulu," kata Karin pamit.

"Permaisuri, Juna berangkat dulu," sapa Arjuna.

Mereka pun menaiki perahu bermotor yang dinahkodai oleh Lon. Seperti yang dibilang Putera Baginda, laut tenang saat pagi. Tak banyak riak ombak yang menghiasi laut pagi ini. Di dermaga Penyusuk, Om Amir dan Rizki telah menunggu Karin dan Arjuna.


**Bersambung ke Lima Puluh Tujuh**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinWhere stories live. Discover now