Tiga

208 23 0
                                    

          Karin memejamkan matanya sejenak, sekali lagi dia berusaha mengatur emosinya. Karin mengingatkan dirinya kembali. Dia direktur dan aku manajer. Karin mengulang-ulang kalimat itu seraya mengatur napasnya sealami mungkin.

          "Ne, Seonbaenim," – ya, kakak senior, jawab Karin berusaha sopan.

          "Banmal!" suruh Park Minjae.

          "Arasseo!" – oke! jawab Karin lagi, masih sekuat tenaga mengatur nada bicara.

          "Oppa...." kata Park Minjae lagi.

          "Saya permisi," jawab Karin ketus.

          "Oke, oke. Seonbae tak apa, paling tidak itu lebih akrab daripada panggilan diektur," kata Park Minjae mengalah.

          "Sebenarnya apa maksud Seonbaenim memanggilku ke sini, Park Minjae Seonbaenim?" tanya Karin memelankan nada suaranya.

          "Baiklah, ini tentang ibu Arjuna. Aku dengar kamu akan ikut menjemputnya nanti malam?" tanya Park Minjae.

          "Juna-ssi memberitahumu, Seonbaenim?" tanya Karin.

          "Ani, tidak, ibunya Juna yang memberitahuku." Jawab Park Minjae.

          "Mwo? Eotteohge?" – apa? kok bisa? Tanya Karin heran.

          "Kenapa kamu heran? Juna sudah seperti saudaraku sendiri. Ibunya seperti ibuku juga," jawab Park Minjae.

          "Pasti ibunya Juna-ssi tidak tahu apa yang telah Seonbaenim lakukan pada anaknya," seru Karin sinis.

          "Ayolah, Karin, kejadian itu sudah lama sekali," kata Park Minjae, "Arjuna sudah baik-baik saja sekarang. Desertasinya tinggal menuju sidang. Kamu tak perlu mengungkit hal itu lagi."

          "Hah, dan itu menjadikan Seonbaenim sama sekali tak berdosa padanya?" kata Karin.

          "Baek Karin. Apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku padamu?" Park Minjae berseru memelas, "bahkan Arjuna sudah memaafkanku, Karin."

          "Itu karena dia memang orang yang baik. Hatinya terlalu lembut untuk jadi pendendam. Dia selalu memaafkan setiap kesalahan yang orang lain lakukan padanya," jawab Karin.

          "Mestinya kamu belajar dari dia," kata Park Minjae lirih.

          "Siapa Anda, merasa berhak mengajariku seperti itu? Yang benar adalah, mestinya Seonbaenim lebih menghormati persahabatan kalian. Seonbaenim bicara seakan-akan kalian bersahabat dekat. Seorang sahabat tak akan pernah terpikir untuk menyakiti sahabatnya," jawab Karin ketus.

          "Baiklah, aku minta maaf, sekali lagi, aku minta maaf! Aku memanggilmu ke sini bukan untuk berdebat denganmu, Karin. Siapa yang salah dan siapa yang benar, juga siapa yang sudah minta maaf dan siapa yang sudah memaafkan, bisakah kita membahasnya lain kali? Aku memanggilmu untuk membantumu, Karin," kata Park Minjae hampir frustasi.

          "Aku dengar Arjuna sudah melamarmu. Kalian akan segera menikah, dan nanti malam Arjuna akan memperkenalkanmu sebagai calon istri kepada orang tuanya," Lanjut Park Minjae.

          "Lalu?" timpal Karin.

          "Kamu sudah tahu karakter ibu Juna? Kamu siap jika dia bertanya tentang keluargamu?" kata Park Minjae.

          "Maksud Seonbae?" tanya Karin lagi.

          "Ini tentang ayahmu..."

          "Juna-ssi tak masalah tentang hal itu!" potong Karin sebelum Park Minjae selesai bicara.

          "Iya, benar. Juna tak masalah tentang itu. Seperti kamu tahu, hatinya begitu lembut. Dia orang yang baik. Tapi keluarganya tak sebaik itu, Baek Karin," kata Park Minjae.

           "Biar kuberi tahu. Ibunya Juna yang masih menganggap keturunan dan asal-usul adalah hal yang penting, pasti akan bereaksi jika tahu tentang ayahmu. Kamu harus siap dengan itu," lanjut Park Minjae.

          Sejenak Karin terdiam, kata-kata Park Minjae ada benarnya. Selama ini Karin tak pernah memikirkannya karena Arjuna tak pernah mempermasalahkannya. Karin tahu, di Indonesia tak jauh beda dengan di Korea. Sebuah pernikahan adalah penyatuan dua keluarga, bukan hanya dua individu. Hanya karena Arjuna sendirian di Seoul, Karin lupa bahwa dia juga punya keluarga di Indonesia.

          "Biar kami yang mengurusnya," kata Karin sembari beranjak dari tempat duduknya, "saya permisi, Park Isanim."

           Karin berjalan menuju pintu. Tiba-tiba langkahnya terhenti karena sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangan kirinya. Karin menoleh terkejut dan mendapati tangan Park Minjae mencengkeram erat tangannya.

          "Jika kamu ingin kembali, aku masih ada di sini, menunggumu, Karin-a," kata Park Minjae dengan penuh harap.

          Karin melepaskan pegangan tangan Park Minjae dengan paksa dan meninggalkan ruangan itu. Di luar, dia kembali menghela napas panjang. Kali ini, dia tak peduli bila ada yang mendengar helaan napasnya.

**Bersambung ke EMPAT**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada 'ekor'

Eo dibaca O seperti pada 'ekor'

Eu dibaca E seperti pada 'elang'

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada 'a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang