Empat Puluh Empat

89 13 0
                                    

"Memangnya Putera Baginda punya keluarga, Bang?" tanya Tante Yaya pada Om Amir, wajahnya masih menyiratkan ketakutan.

"Punya. Putera Baginda punya anak dan istri di rantau. Mereka tidak dibawa pulang. Aku tidak tahu apa alasannya. Putera Baginda tak pernah bercerita padaku," jawab Om Amir. Sementara Karin mendengarkan dengan penuh rasa ingin tahu.

"Om Amir, mengenal ayah Karin?" tanya Karin lagi, ingin memastikan ia tak salah dengar tadi.

"Iya, saya mengenal ayah Anda. Kami teman dari sekolah," jawab Om Amir.

"Om tahu di mana ayah saya sekarang?" tanya Karin lagi.

"Tahu, saya tahu di mana ayah Anda. Tapi maaf, saya tak bisa mengantarkan Anda ke tempat ayah Anda berada. Ada sesuatu yang membuat saya tak bisa melakukannya," kata Om Amir kemudian.

Arjuna heran akan perubahan bahasa Om Amir. Sebelumnya, Om Amir menempatkan diri sebagai orang tua bagi Arjuna dan Karin, memakai bahasa yang biasa dipakai orang tua ke anaknya. Sekarang, Om Amir berbahasa formal pada Karin, seakan Karin adalah rekan bisnis, atau atasan. Pasti ada sesuatu, pikir Arjuna.

"Om, bisa memberi tahu kami di mana lokasi ayah Karin berada? Om tidak perlu mengantar kami ke sana, kami akan cari sendiri," pinta Arjuna.

"Ayah Karina ada di pulau Puteri, seperti yang kamu tahu, Jun. Besok Om akan antar ke Pelabuhan saja. Dari sana kalian bisa naik kapal ke pulau Puteri," kata Om Amir.

"Terima kasih banyak, Om," kata Karin.

"Tidak apa-apa, Tuan.. maksudnya, Karina," jawab Om Amir.

Karina? Kenapa Om Amir memanggil Karin dengan "Karina"? pikir Arjuna. Tapi ia memilih tidak menanyakannya.

"Setelah ini, kalian istirahat saja dulu. Nanti malam kita makan malam di luar, ya? Tante ajak kalian makan makanan khas Belinyu. Nanti panggil si Rizki jam enam sore, ya Juna!" kata Tante Yaya. Rizki memang sudah pulang dari tadi. Dia berpesan agar dihubungi jika dibutuhkan.

"Baik, Tante," jawab Arjuna. Karin pun beranjak dari kursi makan. Ia berusaha membantu membereskan piring kotor dari meja makan.

"Dak usah, Yuk. Biar Dita bae. Ayuk istirahat sana. Ayuk kan tamu," kata Dita melarang Karin membantunya. Karin pun menurut lalu masuk ke kamar Dita untuk berbaring.

Karina? Kenapa aku tak merasa asing Ketika Om Amir memanggilku "Karina"? Bukan, bukan karena nama panggilanku di Korea adalah "Karin-a" tapi karena sepertinya itu adalah namaku, pikir Karin.

Arjuna mengetuk pintu kamar Dita, "Karin-a?" panggilnya.

"Deureowayo," – masuklah, jawab Karin.

"Karin, aku terpikir ucapan Om Amir tadi," kata Arjuna.

"Yang mana?" tanya Karin.

"Semuanya. Dia kenal ayahmu, dia menggunakan bahasa formal padamu, dia memanggilmu 'Karina', semuanya," jelas Arjuna.

"Dia menggunakan bahasa formal padaku?" tanya Karin bingung.

"Iya. Mungkin kamu tidak sadar karena kendala bahasa, tapi Om Amir menggunakan bahasa formal padamu. Dia memanggilmu 'Anda', kan? Itu hanya digunakan untuk rekan kerja, rekan bisnis, atau pada atasan. Biasanya begitu," kata Arjuna.

"Oh, benarkah?" balas Karin masih bingung.

"Lalu, siapakan 'Putera Baginda' yang mereka bicarakan setelah kamu bertanya tentang ayahmu?" tanya Arjuna lagi. Mereka berdua terdiam, berusaha menjadi petunjuk atas semua ini.

"Juna-ssi, 'Putera Baginda" itu artinya apa?" tanya Karin.

"Entahlah. Bisa jadi itu nama orang. Atau mungkin julukan untuk anak raja," jawab Arjuna.

"Julukan untuk anak raja?" tanya Karin heran, karena setahu Karin, Indonesia adalah negara republik, tidak ada kerajaan yang berkuasa.

"Iya, bisa jadi. Karena masih ada kerajaan-kerajaan kecil di sini, Karin. Tentu saja mereka tak punya kekuasaan. Hanya Daerah Istimewa Yogyakarta saja yang kerajaannya punya kekuasaan atas daerahnya. Itu juga karena perjanjian sebelum Indonesia merdeka," jelas Arjuna.

Oh ada kerajaan di Indonesia, rupanya, batin Karin. Entah mengapa, fakta ini membuatKarin bersemangat ingin tahu lebih banyak. Jangan-jangan yang mereka maksuddengan "Putera Baginda" itu adalah Abeoji, pikir Karin. Kemudian ia menertawaidirinya sendiri, yang tiba-tiba berkhayal menjadi tuan puteri di usia 28 tahun


**Bersambung ke Empat Puluh Lima**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinWhere stories live. Discover now