Dua Puluh

97 14 0
                                    

          Karin tertawa kecil. "Arasseo Seonbaenim," – baiklah, Seonbaenim, kata Karin, "setelah ini, aku tak akan mempermasalahkan kesalahanmu di masa lalu."

          Park Minjae masih memasang raut muka tak percaya pada tingkah dua orang di depannya.

          "Baiklah. Karin ajukan usulan cuti. Aku akan menyetujui usulan cutimu," perintah Park Minjae. "Juna, aku akan mengajak Om dan Tante serta Tara berkeliling Seoul. Dan mengarang alasan untukmu," lanjutnya mengalah.

          "Minjae-ya, saranghae," – Minaje, aku mencintaimu, kata Arjuna dengan raut muka menggemaskan sambil membuat gambar hati dengan telunjuk dan ibu jarinya.

          "Ara!" – aku tahu! Sahut Park Minjae.

          Karin tertawa geli. Seperti ini lah mereka berdua saat pertama Karin mengenal Arjuna. Saudara kandung saja sepertinya tak sedekat itu. Mereka saling berbagi dan saling mengisi. Selera mereka sama, pilihan mereka pun sama. Sampai-sampai, gadis yang mereka sukai juga sama. Oh iya, Karin baru saja berjanji pada Park Minjae untuk tidak mengungkit hal itu lagi. Dia pun mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak memikirkan hal itu.

           "Seonbaenim, apa Seonbenim kenal dengan Kim Bujangnim?" tanya Karin, mengalihkan topik pembicaraan.

          "Kim Bujangnim? Kim Aera Bujangnim? Tentu saja," jawab Park Minjae.

          "Ani, bukan, maksudku, apa Seonbaenim mengenalnya secara pribadi, di luar kantor?" selidik Karin.

          "Kim Aera Nuna?" – Kakak Kim Aera? Tanya Arjuna.

          "Oh, uri Kim Aera Nuna," – ya, Kakak Kim Aera kita, jawab Park Minjae pada Arjuna.

          "Juna-ssi juga mengenal Kim Bujangnim?" tanya Karin pada Arjuna.

          "Kamu tahu, kan, aku pernah tinggal di Australia, dan di sana aku mengenal Minjae?" tanya Arjuna pada Karin.

          "Iya, Juna-ssi pernah bercerita padaku," jawab Karin.

          "Aera Nuna adalah salah seorang tetangga kami. Dia masih mahasiswi saat itu. Dia orang yang baik," ujar Arjuna.

          "Iya, Aera Nuna yang memberi tahu ibuku bahwa ada posisi kosong di sini, sehingga aku bisa melamar sebagai direktur keuangan," tambah Park Minjae.

          "Ha? Kim Bujangnim yang mengenalkan Seonbaenim pada perusahaan ini?" tanya Karin.

          "Iya. Dia yang mengenalkanku pada perusahaan ini," kata Park Minjae.

          "Wah, aku tak percaya ini. Selama ini dia bersikap seakan-akan aku jadi manajer karena campur tangan Seonbaenim. Seharusnya dia tahu, Seonbaenim tak ada kaitannya dengan promosi jabatanku, jika dialah yang mengenalkan Seonbaenim ke perusahaan ini," kata Karin kesal.

          "Memang apa yang telah dia lakukan?" tanya Arjuna.

          "Dia selalu merundungku. Berkata aku mencapai posisi ini karena bantuan Minjae Seonbae," gerutu Karin.

          "Mungkin dia cemburu padamu, Karin," kata Park Minjae. "Dia menyayangi kami berdua, mungkin dia masih tidak bisa menerima kalau kami sudah dewasa dan punya orang lain yang disayang. Anggap saja dia sebagai kakak ipar," kata Park Minjae tertawa.

          "Omona, astaga, aku tak bisa membayangkan punya kakak ipar seperti Kim Bujangnim," kata Karin seraya menutup wajahnya ngeri. Arjuna tertawa.

          "Sudahlah, kalian juga cuma bertemu sesekali di kantor. Tak usah terlalu dipikirkan," saran Arjuna.

          "Benar juga. Baiklah, siapapun Kim Bujangnim di masa lalu Juna-ssi, akulah masa kini Juna-ssi. Aku masih memang," kata Karin positif.

          "Ini baru perempuanku!" kata Arjuna memuji Karin yang langsung tersipu.

          "Ya! – hey! Aku masih di sini!" kata Park Minjae kesal.

          "Nuguseyo?" – siapa, ya? Kata Arjuna menggoda Park Minjae. Semua tergelak mendengarnya.

          "Juna, sekarang sudah sangat siang. Lebih baik kamu pulang. Jika kamu masih di sini, Karin tak akan bisa bekerja," usir Park Minjae bercanda.

          "Arasseo!" – baiklah! kata Arjuna. Dia pun berdiri disusul Karin.

          "Seonbaenim, aku akan mengantar Juna-ssi sampai pintu lift," kata Karin meminta izin.

          "Iya," jawab Park Minjae.

          Arjuna dan Karin pun berjalan menuju pintu. Tiba-tiba Arjuna berhenti dan berbalik.

          "Minjae-ya, ke mana arah tangga darurat?" tanya Arjuna pada Park Minjae.

          "Mwo?" – apa? teriak Park Minjae tak percaya.

**Akhir dari Bab IV, ya. Besok kita lanjut ke Bab V dengan bagian Dua Puluh Satu**

Catatan Penulis: Buat kamu yang bingung dengan "tangga darurat", silakan balik ke Bagian Sembilan Belas, ya. Tangga daruratnya dibahas di sana ^_^

Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada 'ekor'

Eo dibaca O seperti pada 'ekor'

Eu dibaca E seperti pada 'elang'

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada 'a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinWhere stories live. Discover now