Lima Puluh

96 15 0
                                    

Karin menepis pikirannya, itu hanya imajinasiku saja, pikir Karin.

"Kalian pasti lelah. Dyah Ayu, Abang, silakan istirahat dulu. Saya siapkan makan siang untuk kalian, ya," ujar Dhayita seraya meninggalkan ruang tamu dan menuju ke dapur.

"Ayah, toilet, di mana?" tanya Karin. Perjalanan penuh air dari pantai Penyusuk menuju pulau Puteri membuat kandung kemihnya sesak.

"Oh, masuklah, lalu pergilah ke sebelah kiri. Kamar mandi di pulau Puteri selalu agak keluar rumah," jelas Putera Baginda.

Karin segera ke toilet dan menyelesaikan urusannya. Saat ia akan kembali ke ruang tamu, tak sengaja ia mendengar sebuah percakapan.

"Dohitra sudah kembali," kata seorang perempuan. Karin seperti mengenal suaranya.

"Lalu apa yang akan Anda lakukan? Seandainya Anda bisa memberikan dohitra untuk Baginda Raja, anak untuk Putera Baginda, tak perlu kita risau akan kedatangan Dohitra yang ini," balas seorang laki-laki. Karin mendekat tak bersuara. Dohitra itu dirinya, cucu raja. Ia mempelajari istilah di Arjadwipa ini dengan cepat.

"Kamu pikir mendapatkan hati Putera Baginda itu mudah? Sudah bagus aku dihormati olehnya alih-alih dibenci," kata sang perempuan. Karin yakin dia adalah Dhayita.

"Anda yang berkata bahwa Anda bisa memenangkan hati Putera Baginda. Karena itu, kami membantu Anda, menyingkirkan Derta Abang Darmawan, agar Derta Abang Budiman menjadi yuwaraja menggantikan abangnya. Anda yang menginginkan jadi dhayita untuk Putera Baginda meski tahu beliau punya anak dan istri. Apa Anda tahu bagaimana usaha kami menyingkirkan Derta Abang Darmawan agar adiknya terpilih jadi yuwaraja?" kata laki-laki itu lagi. Karin tercekat, bukan kebetulah ayahnya menjadi yuwaraja dan akhirnya keluarganya tercerai berai.

"Tapi Abang juga diuntungkan dengan aku jadi dhayita, kan? Lihat bagaimana penduduk Arjadwipa menghormatimu, Bang. Kita berdua anak yatim piatu, sebelumnya siapa yang memandangmu? Tak ada. Kamu hanyalah anak yatim pekerja kasar. Lihat, setelah aku jadi dhayita, semua orang hormat padamu. Abang Mulia," sahut Dhayita.

"Sekarang apa yang harus kita lakukan? Kalau si dohitra itu meminta kembali haknya, Anda tak bisa apa-apa selain hanya jadi ibusuri. Itu sebabnya kubilang seharusnya Anda memberi seorang putra untuk Putera Baginda sejak dahulu," kata Abang Mulia frustrasi. Abang Mulia adalah sebutan bagi saudara laki-laki bangsawan kerajaan.

"Tenanglah, Bang. Aku akan berpikir cara menyingkirkan dohitra itu. Aku telah memegang hatinya. Dia bersimpati padaku, dan berterima kasih karena telah mengurus ayahnya. Kupikir aku bisa melakukan sesuatu padanya," kata Dhayita.

Karin tersadar dan segera meninggalkan tempat itu, sambil berusaha tak bersuara. Wajahnya pucat. Ketika tiba di ruang tamu, ia malah bingung apa yang harus ia lakukan. Melihat ayahnya yang terurus dengan baik, iya berterima kasih pada Dhayita. Tapi jika benar Dhayita lah penyebab hancurnya keluarga Karin, hatinya sungguh sakit mendengarnya.

"Karin dan Arjuna, belum menikah, kan?" tanya Putera Baginda. Karin tersadar dari pikirannya.

"Ng, di Korea, ketika kami sudah sepakat menikah, maka artinya kami sudah menikah. Pernikahan hanyalah peresmian di kantor catatan sipil saja. Kami sekarang sudah tinggal bersama di apartemen yang dibeli Juna-ssi atas nama saya," jelas Karin. Arjuna memandang Karin dengan tatapan "Apa yang sedang kamu lakukan sekarang?". Dan Karin membalas Arjuna dengan tatapan "Serahkan saja padaku!".

"Oh begitu," kata Putera Baginda sedikit kecewa, "baiklah, pakai saja kamar di depan itu untuk kalian berdua. Istirahatlah. Nanti jika jam makan siang tiba, aku akan memanggil kalian."

"Terima kasih, Ayah," jawab Karin.

Arjuna membawa barang-barang Karin ke dalam kamar tamu. Kamar ini sangat luas, dengan kamar mandi dan taman kecil di dalam. Rumah Yuwaraja memang beda, pikir Arjuna.

"Hei, Karin. Apa yang kamu maksud dengan kita sudah menikah? Tidakkah kamu melihat wajah ayahmu yang kecewa? Anak gadisnya menikah tanpa sepengetahuannya, pastilah dia sedikit kecewa walau tahu ini adalah bagian dari takdir," tanya Arjuna.

"Juna-ssi, mungkin kamu akan menertawakan aku dan tak percaya, tapi aku punya firasat buruk tentang Dhayita, ibu tiriku. Aku tak ingin tidur sendirian di pulau ini. Tidak, sebelum aku mengetahui apa yang sedang terjadi," jawab Karin kemudian menceritakan percakapan yang didengarnya saat ke kamar mandi tadi.

"Benarkah yang kau dengar itu? Aku percaya padamu, tentu saja," kata Arjuna dengar wajah ngeri, "kalau begitu, malam ini dan seterusnya saat kita di pulau ini, aku akan selalul di sisimu," balas Arjuna seraya memeluk Karin. Dia ada di sini untuk melindungi Karin. Tentu saja dia harus selalu ada di sisinya. Pikiran Arjuna berputar mencari cara menbantu Karin menemukan kebenaran di balik cerita ini.


**Akhir dari Bab 10, kita akan lanjut ke Bab 11 dengan bagian Lima Puluh Satu**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang