Empat Puluh Enam

89 15 1
                                    

Rizki membawa Arjuna, Karin, dan Om Amir menuju pelabuhan tempat perahu bermotor menunggu untuk mengantarkan Karin dan Arjuna ke pulau Puteri. Mereka melewati pantai Penyusuk yang saat ini sepi karena belum masuk akhir pekan. Tak jauh dari pantai Penyusuk, mereka tiba di pelabuhan itu.

"Ini Lon, dia akan mengantar kalian ke pulau Puteri," kata Om Amir.

"Selamat Pagi, Pak Lon," sapa Arjuna.

"Panggil Lon saja, Pak," jawab Lon.

"Baik, Lon. Saya Arjuna dan ini Karin. Mohon bantuannya, ya," kata Arjuna lagi.

Sementara Rizki yang sedang berdiri tak jauh dari mereka menunjuk sebuah pulau yang sangat dekat dengan pantai Penyusuk.

"Itu pulau Putri," kata Rizki.

Pulau itu sangat kecil. Karin menyangsikan ada kehidupan di pulai itu. Masa sih? Batin Karin.

"Karin, ayo berangkat," ajak Arjuna. Mereka pun berpamitan pada Om Amir dan Rizki untuk naik perahu Lon. Tak lama kemudian, perahu pun mengaruhi laut Cina Selatan, menuju pulau Puteri.

Ada yang aneh menurut Karin. Pulau Puteri yang ditunjuk Rizki dilewati begitu saja. Karin menoleh untuk melihat pulau itu.

"Kite dak ke pulau itu, Yuk. Pulau itu memang diberik name pulau Putri, mirip kek pulau kite. Biar orang dak mencari pulau kite ini," kata Lon seakan paham apa yang ada di benak Karin. Perjalanan ini tidak menuju pulau tadi dan pulau itu diberi nama yang mirip dengan pulau Puteri agar tidak ada orang yang mencari pulau Puteri. Karin memahaminya.

"Kenape, Lon?" – kenapa, Lon? Tanya Arjuna.

"Kenape diberik name yang mirip? Soale banyak orang yang mencari pulau kite, Bang. Ada kisahnya. Jadi untuk melindungi pulau kite, kite berik name pulau lain dengan name yang mirip. Puteri kek Putri, mirip, kan?" lata Lon memberi penjelasan.

Arjuna mengangguk memahami. Apa kisah dibalik pemberian nama pulau yang mirip? Arjuna memutuskan untuk mencari tahu nanti.

"Ayuk ni, Ayu Karina, ok?" tanya Lon.

"Aok," jawab Arjuna.

"Benak, ok? Benak-benak Ayu Karina?" tanya Lon lagi, memastikan.

"Sebenere, name Ayuk ni Karin, bukan Karina. Ku juge dek tau kenape Om Amir manggil nya Karina," – sebenarnya, nama Kakak ini Karin, bukan Karina. Aku juga tidak tahu kenapa Om Amir memanggilnya Karina, jelas Arjuna.

"Abang ni siape-e Ayu? Pengawal, ok?" – Abang ini siapanya Ayu? Pengawal, ya? kata Lon lagi.

"Aok, ku pengawal-e," – iya, aku pengawalnya, jawab Arjuna. Karin mencubit Arjuna, dia balas tertawa kecil, seakan puas menggoda Lon.

"Ku dak percaye ku betemu langsung kek Ayu Karina. Salam hormat," – aku tidak percaya aku bertemu langsung dengan Ayu Karina, kata Lon. Arjuna dan Karin berpandangan. Sepertinya benar ada kisah di balik nama Karina.

Perahu mereka sampai di pelabuhan sebuah pulau. Ada dua orang penjaga pelabuhan di sana. Lon melemparkan sauh dan mengikat perahu di salah satu tonggak pelabuhan. Kemudian iya membantu Arjuna dan Karin untuk naik ke dermaga.

"Siape ni, Lon?" tanya salah seorang penjaga.

"Ayu Karina," jawab Lon. Serta merta kedua penjaga tadi menunduk di hadapan Karin.

"Salam, Ayu," kata mereka. Kedua penjaga itu memandang Lon.

"Mirip, ok? Mirip kek Putera Baginda," – mirip, ya? mirip dengan Putera Baginda, kata Lon pada kedua penjaga itu yang kemudian mengangguk setuju.

"Mari, Ayu. Kami antar Ayu menemui Putera Baginda," kata salah satu penjaga tadi.

"Tunggu dulu," sergah Arjuna, "siapa itu Putera Baginda? Dan kenapa kami harus menemuinya?" lanjutnya.

"Anda siapa?" tanya penjaga itu dengan nada tegas.

"Saya tunangannya. Calon suami nona ini. Saya mengawal dia ke sini. Keselamatan nona ini ada di tangan saya," jawab Arjuna tak kalah tegas. Kedua penjaga itu mundur selangkah dan memberi sikap hormat pada Arjuna.

"Maaf, kami tidak tahu Anda adalah calon suami Dyah Ayu," kata salah satu dari mereka.

"Jelaskan pada kami!" pinta Arjuna.

"Kami tidak berwenang menjelaskan, Pak. Tapi, jika Anda keberatan ikut kami ke dalam, dan bersedia menunggu di sini, kami akan panggilkan orang yang berwenang menjelaskan semua ini pada Anda," kata penjaga itu.

"Baik, kami akan menunggu di sini," sahut Arjuna. Karin merapatkan tubuhnya pada tubuh Arjuna. Ia merangkul lengan Arjuna erat. Arjuna menggenggam tangan Karin yang bebas dengan erat juga. Sambil menunggu apa yang kira-kira akan terjadi.


**Bersambung ke Empat Puluh Tujuh**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinOù les histoires vivent. Découvrez maintenant