Tiga Puluh Enam

98 11 0
                                    

BAB VIII

"Ayah, Kakak tatit, panash," celoteh cadel anak kecil itu membuatnya membuka mata. Sejak semalam ia merasa badannya panas, demam.

"Kakak demam, ayo minum obat dulu!" seorang laki-laki yang dipanggil "ayah" menghampirinya, menyodorkan sekeping obat rasa jeruk dan segelas air putih. Anak perempuan berusia tujuh tahun itu menerima obat dan air minum dari ayahnya, kemudian meminumnya.

"Sekarang tidur lagi, ya. Biar lekas sehat," ujar sang ayah penuh kasih sayang. Anak perempuan itu pun kembali berbaring dan mencoba memejamkan matanya yang panas. Tak lama, ia kembali pulas.

***

Karin terbangun, ia bermimpi lagi. Karin mecoba mempelajari posisinya sekarang. Ia sedang berada di dalam pesawat menuju Jakarta. Di sebelah kanannya duduk Arjuna, calon suami Karin, yang saat ini sedang terlelap. Lampu di dalam pesawat lumayan terang, namun tak membuat silau. Cukup terang untuk melangkah dan cukup temaram untuk istirahat.

Karin melihat ke luar pesawat lewat jendela. Hanya kegelapan yang dapat ia lihat. Ia mengira-ngira, di manakah posisinya sekarang. Di atas Samudra Pasifik atau di atas daratan Tiongkok? Ia ingin sekali bertanya pada Arjuna, namun diurungkannya niat itu karena Arjuna terlihat tidur pulas.

"Jeogiyo," – permisi, kata Karin memanggil seorang pramugari.

"Ne, Gogaegnim?" – ya, Bu? jawab sang pramugari. Gogaegnim adalah cara orang Korea memanggil pelanggan mereka.

"Sattang isseoyo? – apa ada permen? Telinga saya tidak nyaman rasanya," kata Karin meminta permen.

"Jakkamanyo," – tunggu sebentar, jawab sang pramugari sembari meninggalkan Karin untuk mengambil permen.

Telinga Karin terasa tidak nyaman. Ini bukan kali pertama Karin naik pesawat. Telinga tak nyaman sudah sering Karin rasakan. Tapi saat ini, sepertinya lebih parah dari biasanya.

"Apa ada?" tanya Arjuna yang terbangun.

"Aniyo, aku hanya minta permen pada pramugari," jawab Karin.

"Telingamu tidak nyaman?" tanya Arjuna lagi.

"Ne," angguk Karin. Arjuna mengusap tangan Karin seakan itu bisa meredakan nyeri telinga Karin.

"Gogaegnim, sattangiyeyo." – Bu, ini permennya. Sang pramugari menyerahkan satu piring permen untuk diambil Karin.

"Gamsahamnida," – terima kasih, ujar Karin yang dibalas senyuman sang pramugari yang kemudian kembali ke tempat duduknya semula. Karin mengambil satu permen dan mengisapnya. Suara denging di telinganya berangsur reda. Walau masih terasa tak nyaman, tapi sekarang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.

Seorang pramugari memberi informasi lewat pengeras suara, bahwa sebentar lagi pesawat yang mereka tumpangi akan di tiba di bandar udara Soekarno-Hatta. Pramugari tersebut juga menginformasikan perbedaan waktu antara Seoul dan Jakarta, juga kelembapan dan suhu di Soekarno-Hatta. Karin memanggil Arjuna untuk bersiap. Arjuna melihat ke jam tangannya dan kembali memejamkan mata.

"Masih lama," kata Arjuna dengan mata terpejam.

"Ah, apa sekarang sudah tengah malam?" tanya Karin. Arlojinya menunjukkan pukul sebelas malam.

"Sekarang jam sembilan di Jakarta," jawab Arjuna.

"Tapi gelap sekali," bisik Karin lagi.

"Itu karena matahari terbenam pukul enam sore," jelas Arjuna.

"Oh, seperti musim semi," kata Karin mengangguk-angguk.

Lampu kenakan-sabuk-pengaman telah dinyalakan. Pramugari memanggil para penumpang yang masih berada di kamar kecil untuk kembali ke tempat duduk masing-masing. Akhirnya perjalanan tujuh jam ini akan berakhir, batin Karin.

Pesawat udara yang ditumpangi Arjuna dan Karin mulai bersiap mendarat. Beberapa kali pesawat ini memutar di atas langit Jakarta, seperti seekor burung yang sedang mencari tempat yang nyaman untuk hinggap. Lampu malam di kota Jakarta terlihat indah dengan latar belakang kegelapan, dilihat dari jendela pesawat. Karin selalu mengagumi keindahan lampu kota di malam hari.

"Juna-ssi, kita akan segera sampai," bisik Karin.

Arjuna tersenyum tipis. Ia memandang ke luarlewat jendela di sebelah Karin. Pemandangan Kota Jakarta di malam hari yangsangat memukau, kini ia nikmati bersama orang yang ia cintai.


**Bersambung ke Tiga Puluh Tujuh**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N seringtidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinWhere stories live. Discover now